Meneguhkan Solidaritas Bangsa di Tengah Bencana Alam

by -336 views

Presiden Jokowi menghibur anak-anak korban banjir di Ile Ape saat berkunjung ke wilayah itu, 9 April lalu.

RASA kemanusiaan mencapai puncaknya saat bencana terjadi. Banjir bandang di Adonara, Kabupaten Flores Timur dan Ile Ape Lembata, juga di daratan Timor, mampu menggerakkan solidaritas masyarakat secara masif.

Solidaritas kemanusiaan itu tanpa batas dan tanpa sekat. Semangat so­li­daritas itu menggerakkan nurani untuk membantu mencari korban sampai menggalang donasi.

Sejumlah desa di Adonara, Lembata dan Malaka diterjang banjir bandang yang menyapu rata puluhan rumah bersama penghuninya pada Minggu (4/4) dini hari. Rumah, gedung, dan fasilitas-fasilitas umum pun porak-poranda.

Banjir bandang dan longsor menunjukkan dahsyatnya daya rusak luar biasa bencana hidrometeorologi sebagai im­bas dari bibit siklon tropis Seroja. Ribuan rumah terendam setelah hujan dengan intensitas tinggi akibat badai Seroja itu.

Data kerusakan di NTT, menurut catatan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BPBN); korban meninggal per 14 April sebabyak 181 jiwa; 250 orang luka-luka; yang masih hilang 37 jiwa; 49.512 pengungsi; 103.578 kepala keluarga atau 351.951 jiwa yang terdampak. Juga 52.730 unit rumah rusak, dengan rincian 17.124 unit rusak berat; 13.652 unit rusak sedang dan 35.733 unit rusak ringan. Selain itu ada pula 4.675 rumah yang terendam banjir.

Musibah yang perlu mendapat perhatian khusus karena telah menyebabkan jatuhnya korban jiwa dengan jumlah yang cukup besar dan dampaknya yang meluas. Jelas, sangatlah tidak ringan penderitaan yang disandang warga yang terdampak bencana.

Tidak mudah akses menuju daerah tersebut. Apalagi ada yang lokasinya sulit ditembus. Meski demikian, solidaritas di antara sesama anak bangsa membuat kendala itu bisa dikesampingkan. Masyarakat daerah tetangga yang tidak terdampak datang menyampaikan duka dan membawa bantuan langsung dari rumah, seperti makanan dan barang kebutuhan lain. Ikatan sosial yang menjadi modal untuk meringankan beban masyarakat terdampak dan pemulihan pascabencana.

Pemerintah juga telah menunjukkan kesigapan. Presiden Joko Widodo langsung memerintahkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo terjun ke lokasi bencana. Kemudian disusul Menteri Sosial Tri Rismaharini ikut meluncur ke Ado­nara melakukan penanganan pascabencana.

Kesigapan pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam penanggulangan pascagempa jelas butuh dukungan seluruh elemen bangsa ini. Mereka butuh sokongan saudara sebangsanya.

Bencana di NTT merupakan bencana bagi bangsa ini. Salah satu hal yang membanggakan, banyak yang sangat responsif begitu mendengar kabar bencana. Sebagian langsung turun tangan membantu evakuasi, menyiapkan logistik dan makanan bagi para korban.

Semua elemen bangsa pun turun tangan, termasuk partai politik. Partai Golkar pun secara masif dan terstruktur menggerakan seluruh kekuatan untuk terlibat dalam spirit kemanusiaan bertajuk “Golkar Peduli Bencana”. Barangkali, hanya Golkar yang nyata menunjukkan keberpihakan kepada rakyat yang menderita akibat terdampak badai tropis siklon Seroja. Sebuah solidaritas sosial yang lahir dari soliditas bernurani untuk rakyat yang terdampak bencana.

“Golkar sebenarnya juga terkena dampak badai seroja, tapi saya biarkan gedung ini tidak diperbaiki biar publik tahu bahwa Golkar juga terdampak. Tapi dari gedung ini Golkar mendesain sesuatu untuk warga yang menjadi korban badai siklon tropis seroja; mulai dari poskoh bencana dan dapur umum, cas hp dan wifi gratis bagi warga di kantor Golkar, hingga menggalang donasi,” kata Melki Laka Lena dalam arahannya.

“Kami ikhlas membantu sesuai kemampuan dan bisa memberi apa saja. Kita secara patungan dan gotong royong menggalang bantuan untuk daerah-daerah yang terdampak bencana paling parah, baik di Adonara Flotim, Ile Ape Lembata dan Malaka, juga Sumba Timur,” tambah Wakil Ketua Komisi IX DPR RI ini.

Karena itu, apresiasi layak diberikan kepada para donatur yang menggelontorkan bantuan ke daerah bencana. Solidaritas, tolong-menolong, dan gotong royong itulah sejatinya gen bangsa ini. Solidaritas adalah energi cinta kasih yang menembus sekat agama, suku, ras, dan status sosial.

Nah, karena alasan itu –solidaritas kebangsaan yang tinggi-, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat menolak penetapan status bencana nasional untuk NTT. Bagi VBL, koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintah Pusat dapat dilakukan tanpa diperlukan alasan formal yang sifatnya administratif.

“Tidak perlu NTT ditetapkan sebagai bencana nasional. Perhatian serius Pemerintah Pusat terhadap NTT yang mengalami bencana sangat besar. Presiden sendiri telah menggerakkan semua infrastruktur pemerintahan, TNI, Polri, kementerian dan lembaga terkait. Bahkan Presiden hadir dan melihat dari dekat dampak bencana ini seraya menginstruksikan seluruh jajaran pemerintahan, baik pusat maupun daerah untuk melakukan intervensi penuh sesuai Tupoksi masing-masing,” tegas VBL.

Menurut dia, tanpa status bencana nasional pun, perhatian presiden begitu besar terhadap NTT dengan berbagai kebijakan pembangunan, mulai dari tanggap darurat sampai rencana pemulihan dan pembangunan kembali infrastruktur yang rusak akibat bencana, termasuk relokasi warga.

Perlu Mitigasi

Alam negeri ini, selain memberi kemurahan yang berlimpah, juga menyimpan energi bencana luar biasa. Masyarakat NTT yang terkena bencana ialah warga negara Indonesia yang harus segera dibantu. Jangan biarkan mereka menderita tanpa mendapatkan bantuan memadai.

Kewajiban menanggulangi bencana ada di pundak pemerintah dan pemerintah daerah sesuai perintah Pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Penanggulangan bencana ini tentu saja difokuskan pada perlindungan masyarakat dari dampak bencana, penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum, dan pemulihan kondisi dari dampak bencana.

Bencana di NTT semakin menyadarkan bangsa ini untuk tidak pernah lelah melakukan mitigasi. Harus tegas dikatakan bahwa mitigasi sebuah keharusan karena alam menyimpan energi bencana luar biasa.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana melaporkan, selama periode 1 Januari hingga 26 Maret 2021, sebanyak 919 bencana telah melanda Indonesia. Kejadian bencana alam yang mendominasi ialah bencana banjir, diikuti dengan puting beliung dan tanah longsor.

Selain melakukan mitigasi, peringatan dini terkait dengan cuaca yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) harus menjadi rujukan pemerintah daerah dalam mengantisipasi bencana hidrometeorologi. Bencana hidrometeorologi mestinya bisa diantisipasi karena BMKG selalu mengeluarkan peringatan.

Namun, peringatan itu sering masuk kuping kiri keluar kuping kanan tanpa ada tindakan nyata untuk melakukan antisipasi. Mestinya banjir bandang sudah bisa diantisipasi. Pada Sabtu (3/4), BMKG mengeluarkan peringatan kewaspadaan potensi cuaca ekstrem di Indonesia selama sepekan mulai 3-9 April.

Saat itu BMKG mendeteksi adanya dua bibit siklon tropis, yaitu bibit siklon tropis 90S di Samudra Hindia barat daya Sumatra dan bibit siklon tropis 99S di Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur. Keberadaan bibit siklon tersebut, menurut BMKG, dapat memicu hujan deras, angin kencang, dan banjir bandang di Nusa Tenggara Timur juga sejumlah wilayah lainnya.

Karena tidak peduli data cuaca itulah, banjir bandang seperti datang tiba-tiba. Padahal, curah hujan yang tinggi dan banjir bandang sudah diprediksi, tetapi BMKG seperti berseru di padang pasir, tidak ada yang mendengarkan, tidak ada yang peduli. (josh diaz)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *