Oleh Sabarnuddin
Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Padang
PERJALANAN demokrasi selalu menyisakan berbagai peristiwa di luar nalar. Berbagai hal bisa saja terjadi pada kontestasi mencari pemimpin yang layak. Salah satu kontestasi yang akan berjalan ialah pemilu di Indonesia, tepatnya 14 Februari 2024. Beragam cara para politisi memperkenalkan diri demi meraih suara untuk dapat duduk di kursi yang diinginkan. Sejak 1955 hingga saat ini pemilu berjalan telah mengalami banyak perubahan yang signifikan, namun cara kuno yang masih terus berjalan ialah kampanye money politic tetap merajalela. Bahkan dilegalkan oleh pimpinan partai dan para kadernya.
Pemilu tahun ini ialah pemilu dengan jumlah pemilih termuda melebihi setengah dari jumlah keseluruhan pemilih yakni 56,45% atau sekitar 113 juta pemilih ( KPU RI). Dari data ini seharusnya para calon yang akan berkampanye memahami situasi dan kondisi, apa yang sedang dibutuhkan generasi muda saat ini. Di tengah keterpurukan yang sedang terjadi harapan generasi muda diantaranya ialah transparansi hukum, tersedianya lapangan pekerjaan, majunya perekonomian, efisiensi birokrasi, majunya pendidikan, jaminan pendidikan dan kesehatan, murahnya biaya hidup, dan lain-lain. Mengupayakan hal demikian bukanlah sulit hanya memang butuh keberanian dan ketegasan calon pemimpin yang adaptif, suportif, dan apresiatif.
Pandangan yang sejalan terlihat ketika mendekati hari pemungutan suara, beragam hal dilakukan oleh para politisi mulai dari memamerkan diri di berbagai platform media maupun memberikan bantuan cuma-cuma kepada para simpatisannya. Satu hal yang menarik bila dilihat secara kasat mata, rakyat sedang kesulitan dan butuh uang atau bantuan maka politisi dengan dana kampanye besar akan dengan mudah menarik suara dengan dana yang besar tersebut.
Dalam biologi kita mengenal dengan simbiosis mutualisme yakni ada saling menguntungkan kedua belah pihak. Rakyat diuntungkan dengan bantuan dari calon yang belum tentu kapabilitasnya dan calon diuntungkan dengan suara besar dari dana yang belum tentu kejelasan serta kelak pasti akan ia ambil modal dari mencalonkan diri tersebut. Kejadian berulang yang selalu diingatkan kepada para pemilih untuk tidak tergiur dengan janji manis para politisi dan mulai beranjak dewasa dalam menentukan pilihan. Saat ini bukan hal sulit untuk mengetahui sepak terjang politisi dan bagaimana visi misi yang ia sampaikan ke rakyat, pendidikan politik sejak dini memang sangat dibutuhkan untuk menaikkan level demokrasi Indonesia pada tahapan yang lebih baik
Sistem Terbuka dan Tertutup Legislatif
Mahkamah Konstitusi telah menetapkan untuk menolak gugatan uji materi terkait sejumlah pasal yang terdapat di dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) No 114/PUU-XX/2022. Gugatan itu menghendaki agar Pemilu dilakukan dengan sistem proporsional tertutup. Sebab sistem proporsional terbuka dinilai bertentangan dengan konstitusi Indonesia atau UUD 1945. Sistem proporsioanal terbuka dinilai lebih layak untuk saat ini karena rakyat yang menentukan sendiri pilihannya dan kekurangannya terdapat pada praktik politik uang merajalela sebab calon dengan finansial memadai walaupun partai tidak menghendaki tetap akan duduk bila mendapat suara terbanyak.
Sistem proporsional tertutup dinilai belum bisa diaplikasikan saat ini, diantara kekurangannya ialah rakyat tidak bisa menentukan calonnya sendiri dan hanya partai yang punya kuasa untuk menentukan. Bila sistem ini diterapkan akan besar tekanan partai ke kadernya masing-masing karena partai berkuasa penuh menetapkan siapa yang berhak duduk pada jabatan tertentu. Keputusan MK untuk tetap mempertahankan sistem proporsioanl terbuka layak diapresiasi, namun realitanya pemilu akan selalu diwarnai oleh para calon yang harus menyiapkan dana besar untuk menembus suara terbanyak.
Evaluasi pemilu setiap 5 tahun sekali perlu melihat hingga ke rakyat kecil bagaimana kejamnya sistem ini berjalan. Melihat pergerakan setiap 5 tahun hanya berganti aktor namun cara dan gaya tetap memakai yang lama dan calon dengan cara dan gaya baru membuka wawasan serta mengedukasi rakyat sulit mendapatkan simpatisan yang banyak. Sangat kontras dengan berbagai embel-embel para politisi yang telah menikmati fasilitas negara mengatakan “demokrasi kita semakin baik semakin maju” namun faktanya tidak bisa mencari kepercayaan dengan modal gagasan dan kiprah yang cemerlang. Terlepas dari hal itu upaya pemilih muda untuk mendalami serta mengeliminasi para calon yang hanya modal uang menemui titik terang terlihat gerakan para pemuda hari ini yang aktif mensosialisasikan “Gerakan Politik Anti Uang” dan mengganti dengan terselenggarakannya diskusi tentang masa depan bangsa dan negara.
Karakteristik Bangsa Indonesia
Perkara hal mudah untuk merubah sistem yang berlaku pada tatanan sistem yang lebih efisien dan stabil. Namun suatu hal yang telah terjadi berabad-abad akan sulit untuk dihilangkan dan akan pasti terjadi kekacauan yang dahsyat bila ini tetap berlanjut. Hal terbut ialah karakter rakyat yang mudah untuk menerima apapun tanpa memikirkan nasib kedepannya. Sejak penjajahan bangsa kulit putih ke nusantara, rakyat indonesia mudah untuk dibayar dengan syarat mau memberikan informasi bahkan seluruh tanah yang produktif harus dijual kepada penjajah walaupun dengan harga murah karena telah termakan janji dan termakan tipu daya.
Bukan hal baru bagi sejarah peradaban manusia sudah seharusnya sejarah mencatat hal itu, yang menjadi bagian terpenting ialah menghilangkan kebiasaan buruk untuk melahirkan pemimpin yang mampu mengubah keadaan menjadi lebih baik, sebab bila keadaan terus seperti ini akan mustahil lahir bibit pemimpin yang akan mengubah dunia dari Indonesia. Secara naluri mengubah akan sangat sulit namun buah dari perubahan itu akan dirasakan oleh anak cucu di masa yang akan datang dan bila tidak ada perubahan itu diraih saat ini, maka berarti generasi sekarang mewariskan kebobrokan peradaban yang seharusnya tidak menimpa mereka.
Upaya Pendewasaan Demokrasi
Bangsa ini telah mengalami berbagai episode mengerikan dalam catatan sejarah sebagai upaya pendewasaan menuju kemajuan bangsa, di mulai sejak masa Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY. Mereka semua telah menorehkan warisan yang terbaik menurut mereka untuk perbaikan demokrasi bangsa. Hari ini perjalanan demokrasi akan terus bergulir dengan atau tanpa dukungan rakyat demokrasi akan berjalan. Pertanyaan sederhana, apakah kita akan selalu dikuasai oleh segelintir orang yang memanfaatkan kebodohan dan diamnya rakyat? Harusnya sudah sepantasnya rakyat bangun dari tidur lelap dan melihat kenyataan para petinggi bangsa ini sedang memainkan skenario yang bahkan telah berjalan separuhnya dan rakyat hanya menonton drama yang seolah nyata dari para petinggi bangsa ini. Agaknya rakyat kita perlu dibangunkan oleh nuklir yang datang dari negara tetangga atau bahkan dikejutkan dengan kehadiran sang anak presiden menggantikan ayahnya menjadi wakil presiden padahal kita berada di negara Republik bukan Kerajaan. Manipulasi yang semakin nyata terlihat di depan mata rakyat yang cerdas mampu menilai sejauh mana kemajuan yang diarih oleh pemerintah saat ini.
Tolak ukur kemajuan tidaklah terlalu sulit untuk ditampilkan saat ini sebab data terbuka dengan jelas, dan endorse dari negara luar sebagai pensuplai dana sangat besar jasanya dalam kemajuan berbagai proyek pemerintah yang tengah diagung-agungkan para penjilat penguasa saat ini. Perlu dibangunkan dan diberi amunisi yang lebih untuk menerkam para penjahat yang buas karena dengan itulah akan terbebas dari belenggu ketakutan dan keterpurukan yang tiada henti. (***)