Sinisme Megawati terhadap Jokowi di Kongres Bali

by -156 views

SANUR — Megawati Soekarnoputri pada pidato di Kongres IV PDIP Bali tak dapat menyembunyikan perasaannya kepada Presiden Jokowi. Mengawali pidato dengan airmata, Mega jelas mengundang tanya. Ini belum ke isi pidatonya yang secara halus menjewer Jokowi yang dinilainya sudah “menyeleweng” dari haluan partai. Air mata perempuan bermakna ganda, bisa gundah atau bahagia. Lantas, ini air mata yang mana?

Jika melihat isinya yang menohok Jokowi supaya taat pada mandat partai, pesan semiotik Ketua Umum PDIP mudah dibaca. Mega tengah godot, kecewa tingkat dewa kepada Jokowi.

Bahkan, sebagai presiden, Jokowi tak diberikan podium untuk pidato. Seolah-olah, Jokowi adalah presiden yang tak dianggap. PAdahal, akan sangat elok seandainya kehadiran formal Jokowi tersebut dimanfaatkan untuk, misalnya, sekadar memukul gong membuka acara, meski tak diijinkan menyentuh mikrofon untuk khotbah.

Podium pun dimanfaatkan Megawati untuk menguliti Jokowi, yang disebutnya tak ngeh dengan penumpang gelap yang dapat merongrong pemerintahan.

Mudah menebak yang dimaksud Mega dengan penumpang gelap adalah orang-orang dekat presiden yang tak dikehendaki putri Bapak Proklamasi itu. Padahal, Jokowilah yang dengan sadar telah memilih mereka.

Tentu publik sudah tahu bahwa akhir-akhir ini Jokowi tampak menjaga jarak dengan orang-orang Mega. Puncaknya adalah pilihan Jokowi untuk mendiami istana Bogor dan pemberian kewenangan yang besar kepada staf kepresidenan yang digawangi Luhut. Luhut juga kemudian lebih suka mempekerjakan orang-orang baru yang belum terkontaminasi politik.

Konflik kepentingan? Ya, politik adalah soal pertarungan kekuasaan. Jokowi memasukkan mereka ke lingkarannya supaya dia bisa menjadi penguasa sesungguhnya di republik.  Secara logika politik, ini sangat masuk akal. Namun, sebagai orang partai, Jokowi disebut mbalelo, tidak nurut. Pun, sampai saat ini, Jokowi masih ditempatkan sebagai kader partai kelas dua.

Apakah Jokowi memang sedemikian buruk sehingga Mega harus menyentilnya di muka umum?

Jika dibandingkan dengan Megawati, prestasi Jokowi tentu tak bisa dibilang buruk. Hal ini lepas dari berbagai kelemahan karena situasi yang dihadapi Jokowi harus diakui lebih berat. Satu-satunya prestasi Mega yang dicatat di benak rakyat hanyalah melego 12 BUMN.

Akan  tetapi, peringatan Mega tersebut telanjur mendapat keplokan yang luar biasa dari punggawa partai sekutu seperti Surya Paloh dan Agung Laksono. Di internal PDIP, hampir semua kader mengamini.

Bahkan, Jokowi dengan sangat rendah hati menanggapi positif petuah Mega. Padahal, sebagai orang Solo, tak sulit memahami bahwa dirinya tengah ditelanjangi di muka umum.

Benarkah demikian kondisinya, atau Mega hanya sinis dan paranoid karena kepentingannya tidak diakomodir?

Pertanyaan kedua itulah yang dikhawatirkan rakyat, yakni Mega menyiangi kesalahan Jokowi hanya karena dia tak bertindak sesuai kehendaknya.

Jika hanya ini alasan Mega, tentu sangat disayangkan. Amat baik mengingatkan Jokowi untuk mewujudkan Trisakti: berdaulat, berdikari, dan berkepribadian. Namun, sayangnya, sepertinya Megawati terlalu jelas menampakkan unsur sinisme personal yang kental kepada juragan mebel asal Solo itu. (rimanews.com)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *