Mapolres Lembata
LEWOLEBA, mediantt.com – Tidak puas terhadap penjelasan dari Pjs. Pimpinan BRI Cabang Pembantu Lewoleba, Aniyosefa Lamanepa, yang menyuruhnya kembali ke Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata, Bendahara Pengeluaran Rekening BPg 174 Dinkes Lembata, Marthina Kenahing, akhirnya memutuskan melaporkan persoalan kehilangan uang Rp 135.043.778 ke Kepolisian Resort Lembata.
Marthina Kenahing yang didampingi oleh Ketua Forum Penyelamat Lewotanah Lembata (FP2L), Alex Murin, Senin (8/1/24) siang, menyambangi Satreskrim Polres Lembata, melakukan pelaporan terhadap transaksi yang mencurigakan pada rekening: 068501000390306 yang mengakibatkan hilangnya uang Rp 135.043.778.
Marthina Kenahing ketika tiba di Mapolres Lembata diarahkan ke bagian Unit Tipidter Satreskrim Polres Lembata guna melaporkan dugaan Kasus Perbankan yang diduga mengakibatkan kerugian bagi Pelapor an Martina Kenahing.
Menurut Marthina Kenahing, ia diterima sangat baik dan semua persoalan terkait raibnya uang Rp 135.043.778 di Rekening BPg 174 Dinkes Kabupaten Lembata telah dilaporkan.
Satreskrim Polres Lembata meresponnya secara profesional laporan itu dengan terlebih dahulu melakukan interview terhadap Pelapor dan meminta yang bersangkutan melengkapi dokumen pendukung berupa proposal pengajuan permohonan hiba, Juknis dan SK Bendahara terkait bantuan Dana Hiba dari Kemendes.
Ini untuk memastikan sumber dan status keuangan yang ada dalam rekening tersebut, agar dapat memastikan terkait dengan dugaan persoalan yang dilaporkan siapa yang dirugikan, apakah pribadi atau lembaga.
“Kalau beliau sudah bawa juknisnya penyidik akan melakukan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) dengan melakukan interogasi terhadap saksi-saksi, untuk dapat memberikan kepastian hukum atas laporan dimaksud,” kata satu anggota Unit Tipidter Polres Lembata Christoforus H. M. Sapa, SH, melalui WhatsApp kepada Ketua FP2L.
Polisi Ito menuturkan, “Untuk pemeriksaan / interogasi saat itu belum dilakukan, karena perlu adanya dokumen pendukung yakni SK Bendahara, Proposal Pengajuan dan persetujuan Dana Hiba, juknis pelaksanaan dan pengelolaan dana hiba dari kmentrian tersebut. Kemarin kita sudah melakukan interview lisan dan kami menyampaikan untuk ibu Martina bisa bawa juknisnya kemudian buat laporan / pengaduan untuk bisa dijadikan dasar dalam melakukan penyelidikan/penyidikan”.
Dia menambahkan lagi, untuk ibu Martina belum dilakukan pemeriksaan, nanti kalau juknis, SK bendaharanya (dokumen pendukungnya) sudah ada nanti saya sendiri sebagai penyidik Unit Tipidter dan juga teman-teman Unit yang akan melakukan pemeriksaan / Pulbaket terkait dengan laporan dimaksud.
Ito menjelaskan, kemarin itu hanya interview lisan saja untuk dapat gambaran tentang posisi kasus yang akan dilaporkan, sehingga membutuhkan bantuan dari pihak pelapor untuk menyediakan dokumen pendukung.
Di lain sisi, polisi juga perlu mendalami sejauh mana keterlibatan pihak-pihak lain, melalui dokumen awal sehingga lebih jelas dalam menentukan langkah-langkah atau upaya penyelidikan selanjutnya.
Pihak Satreskrim Polres Lembata menerapkan unsur kehati-hatian dalam menangani sebuah permasalahan, apalagi hal ini berkaitan dengan perbankan.
Menanggapi permintaan kepolisian, Marthina Kenahing secara tegas menyanggupinya. “Demi tegaknya sebuah keadilan dan kebenaran saya siap melengkapinya,” ujar Marthina.
Namun, dia menyadari bahwa untuk menemukan dokumen proposal dan juknis bukanlah hal yang mudah. Apalagi usia dokumen sejak 2015 sudah berumur kurang lebih 8 tahun. Tapi Marthina Kenahing tetap optimis akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperolehnya.
Pihak kepolisian juga memberikan jaminan apabila dokumen yang diminta tidak juga diperoleh, atau ada pihak-pihak tertentu mempersulit untuk mendapatkan dokumen tersebut, Marthina Kenahing diminta untuk melaporkan kembali ke pihak kepolisian terkait kendala dimaksud. Kepolisian dengan caranya akan membantu memperoleh dokumen tersebut, sehingga Marthina Kenahing tidak perlu cemas ataupun ragu.
Diketahui, uang Rp 135 juta tersebut merupakan dana operasional dan honor milik Marthina Kenahing yang saat 2015 menjabat sebagai Bendahara Pengeluaran pada satker proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) untuk 9 Puskesmas di Kabupaten Lembata.
Proyek alkes tersebut bersumber dari dana Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Tahun Anggaran 2015.
Melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan tentang Penetapan Lokasi dan Alokasi Pelaksanaan Urusan Pemerintah Bidang Pengembangan Kesehatan dan Sarana Prasarana Kawasan Perdesaan Melalui Tugas Perbantuan Tahun Anggaran 2015, Kabupaten Lembata ditetapkan sebagai salah satu Kabupaten di Indonesia penerima bantuan dari Kemedes sebesar Rp 5,875 milliar.
Berdasarkan petikan DIPA Kemendes Nomor: DIPA-067.04.4.419309/2015, Lukas Lipataman, ditunjuk sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, Marthina Kenahing sebagai Bendahara Pengeluaran dan Adelgonda Nona Hale ditunjuk sebagai Pejabat Penanda Tangan SPM.
Ketiga pihak ini mendapat mandat dari Kemendes melalui SK Kementerian Desa PTT dan diperkuat lagi dengan SK Bupati Lembata.
Pada SK Bupati tentang Penetapan Satuan Kerja Dana Tugas Pembantuan Kegiatan Pengembangan Kesehatan dan Sarana Prasarana Kawasan Perdesaan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata Tahun Anggaran 2015, Kuasa Pengguna Anggaran, Lukas Lipataman hanya melaksanakan tugasnya selama 2 bulan dari Juni hingga Juli 2015 karena pensiun.
Kuasa Pengguna Anggaran kemudian dialihkan ke Dokter Lucia Sandra Gunadi Anggrijatno, yang saat itu ditunjuk Bupati, Eliaser Yentji Sunur sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata.
Publik pun dibuat penasaran, ada apa dibalik kisruh transaksi mencurigakan ini? Adakah pihak lain yang terlibat dalam skandal rahibnya uang di Rekening BPg 174 Dinkes Lembata. Mungkinkah ada aktor intelektual dibalik rahibnya uang Rp 135 juta di Rekening BPg 174 Dinkes Lembata? (baoon)