Saat 2.000 Pemuda Katolik Se-Asia Bertemu di Yogyakarta

by -133 views

YOGYAKARTA – Sekitar 2.000 pemuda Katolik se-Asia berkumpul di Yogyakarta untuk mengikuti Asian Youth Day (AYD) ke-7.

Para peserta mengikuti acara ini dengan tinggal di 11 keuskupan di Indonesia dan melaksanakan Day in Dioceses (DID) dari tanggal 30 Juli sampai 2 Agustus 2017.

“Kegiatan ini sudah dimulai sejak kemarin, tanggal 30 Juli (dilaksanakan DID),” kata Uskup Agung Semarang, Mgr Robertus Rubiyatmoko, dalam konferensi pers di Ruang Arjuna C Jogja Expo Center (JEC), Rabu (2/8/2017).

Dia mengatakan, dalam acara AYD ini, 942 pemuda Katolik dari 22 negara di Asia serta lebih dari 1.000 pemuda asal Indonesia akan menyaksikan langsung budaya plural di Indonesia. AYD ke-7 ini bertemakan ‘Coming Together as Multicultural Asia’.

Perwakilan dari Keuskupan Agung Kamboja, Hang Teun, mengatakan, di negaranya, mayoritas penduduk beragama Budha atau sekitar 95 persen, sisanya Katolik, Kristen dan Islam. Selama mengikuti rangkaian AYD, perwakilan dari Kamboja mengikuti live in di Bali.

“Ada 25 orang muda dari Kamboja live in di Bali saya tinggal di Denpasar,” kata Hang.

Menurut dia, selama tinggal di Bali tak ada kendala yang menghambat kecuali dari segi bahasa. Mereka mengaku, menikmati kehangatan warga setempat selama tinggal di Bali.

“Ikut merasakan makanan indonesia khususnya sambal karena saya suka makanan pedas. Di Kamboja, kami juga makan pedas,” ujarnya.

Setelah 27 tahun

Ketua Konfrensi Waligereja Ibdonesia Mgr Ignasius Suharyo menyampaikan bangga Indonesia sebagai tuan rumah AYD.

“Kami sebagai bagian tuan rumah tentu bersyukur karena Indonesia dipilih di dalam gereja Katolik setelah 27 tahun lalu. Tahun 1990 di Lembang, Bandung. Waktu itu uskup Asia,” katanya.

“Kenapa Indonesia dipilih untuk menggelar salah satu untuk event ini karena Indonesia satu dari sekian banyak negara yang memiliki 17.000 pulau, 3.000 lebih suku, dan 7.000 bahasa. Keadaan seperti iti menarik orang muda dari negara lain, sesuatu yang bagus untuk promosi,” tambah Ignasius.

Para peserta, lanjut dia, bisa belajar mengenai pluralisme yang saat ini sudah berkembang baik di Indonesia.

“Dari 22 negara ini belajar dari bangsa mengenai pluralisme, perbedaan bukan perbedaan pecah belah, perbedaan menunjukkan kekayaan kemanusian,” imbuhnya.

Penyelenggaraan perayaan ini pun dibantu penganut agama lain. Salah satunya untuk pengamanan. Selain itu, akan ada dialog antar umat beragama dalam pertemuan uskup. (kompas.com)