Revisi UU Pilkada Belum Satu Suara

by -157 views

JAKARTA – Kesepakatan sepuluh fraksi untuk merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) tidak sepenuhnya terbukti. Sejumlah fraksi menyatakan belum mengambil sikap resmi, bahkan sudah tegas menolak mengikuti usul yang disepakati di rapat konsultasi pimpinan DPR itu.

Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), misalnya, menolak rencana revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada jika tujuannya hanya mengakomodasi partai politik (parpol) yang tengah berkonflik. ”Kami melihat, semangat untuk menyempurnakan pilkada tidak ada di rencana revisi, hanya untuk kepentingan beberapa partai,” tutur Kepala Poksi Fraksi PKB di Komisi II Abdul Malik Haramain, Kamis (7/5).

Malik menilai, untuk mengakomodasi semua parpol di pilkada, tidak diperlukan revisi UU. Peraturan KPU yang merujuk pada keputusan Kementerian Hukum dan HAM serta putusan pengadilan yang inkracht sudah baik dan bijaksana. ”Menurut PKB, sikap KPU sudah sesuai dengan mekanisme,” ujarnya.

Alasan lain PKB, papar Malik, adalah waktu revisi yang genting. DPR baru akan memulai persidangan pada 18 Mei, sedangkan pada 26 Juni sudah dibuka pendaftaran calon. Waktu yang tersisa terlalu pendek untuk persiapan revisi. ”Pasti hasilnya jelek karena terburu-buru,” ujarnya.

Di tempat terpisah, anggota komisi II dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Rufinus Hotmaulana Hutauruk menyatakan bahwa pihaknya belum menentukan sikap untuk menyetujui atau menolak revisi UU Pilkada. Rufinus mengingatkan, DPR sebagai lembaga tidak bisa sendiri dalam mengubah UU. ”Kan itu harus koordinasi dengan pemerintah,” tutur dia.

Menurut Rufinus, Fraksi Partai Hanura akan mengkaji terlebih dahulu urgensi merevisi UU Pilkada. ”Sepanjang membawa kemaslahatan bagi seluruh bangsa, ya silakan. Tapi, kan akan muncul permasalahan kalau beberapa fraksi menolak,” ujarnya. Sebelumnya, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sudah mengisyaratkan keberatan terkait dengan urgensi DPR merevisi UU Pilkada.

Di bagian lain, Ketua Komisi II Rambe Kamarulzaman bersikukuh bahwa mayoritas fraksi sudah sepakat dengan usulan panja pilkada komisi II terkait dengan partai yang masih berselisih. Namun, KPU mempermasalahkan payung hukumnya.

Dalam UU Parpol dan Pilkada, tutur Rambe, partai yang ikut pemilu adalah yang disahkan dengan SK Kementerian Hukum dan HAM. Akhirnya, tercetus ide mengajukan revisi UU Pilkada. ”Itu (usul revisi) dari Ketua KPU Husni Kamil Manik. Bukan dari komisi II,” paparnya.

Menurut Rambe, perubahan atau revisi undang-undang hanya akan menambah pasal atau memperbaiki pasal yang tumpang tindih. Misalnya, ada dua atau tiga pasal dalam hal partai yang berselisih. Sehingga muncul revisi. ”Jadi tidak akan mengganggu jalannya pilkada. Saya jamin itu,” ujarnya. (jp/jk)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *