Kupang, mediantt.com — Kendati Pemprov NTT menilai Program Desa Mandiri Anggur Medah (DeMAM) berhasil, namun Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT merekomendasikan program itu gagal. Karena itu, DPRD NTT setelah melakukan uji petik di lapangan merekomendasikan agar implementasi program DeMAM ini perlu dievaluasi.
“Progran Desa Mandiri Anggaran Merah (DeMAM) yang bergulir sejak tahun 2012 sebenarnya sudah bagus. Hanya saja implementasinya perlu dievaluasi. Apalagi Laporan Hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTT menemukan sejumlah soal terkait pelaksanaan program tersebut,” kata Ketua Komisi V DPRD NTT, Alex Ena di gedung DPRD NTT, kemarin.
Politisi Partai NasDem ini menjelaskan, ada beberapa daerah sasaran, seperti di Kabupaten TTS, sudah cukup bagus. Dari tiga kelompok masyarakat penerima bantuan dana DeMAN di wilayah itu, sebut dia, dua diantaranya berjalan cukup bagus. Tapi ada satu kelompok yang belum. Karena itu, dari uji petik dilakukan DPRD NTT, semua pihak baik DPRD maupun pemerintah provinsi perlu mengevaluasi program tersebut. “Seperti yang kami kunjungi di wilayah TTS, di Desa Benlutu, dan Desa Nonbena, programnya sangat bagus dan berjalan baik. Bahkan dua desa itu sudah menjadi desa dengan status desa peternakan,” kata Alex Ena.
Menurutnya, Program DeMAM yang digagas Gubernur Frans Lebu Raya sebenarnya sebuah program pemberdayaan ekonomi masyarakat desa untuk menyerap tenaga kerja , mengurangi pengangguran dan meminimalisir adanya TKI ilegal yang selama ini menjadi masalah besar bagi Provinsi NTT. “DPRD sendiri sangat mendukung program ini. Hanya saja, itu tadi, implementasinya harus dievaluasi atau diperbaiki administrasi dan teknis pelaksanaannya. Karena kalau itu tidak dievaluasi, maka sama saja program itu gagal. Karena itu, kritikan dewan terhadap pelaksanan program pemerintah itu, bukan untuk menghalang-halangi alokasi anggaran, tetapi bagaimana progresnya program tersebut hingga bisa mencapai sasaran di kelompok masyarakt secara benar dan baik,” jelas Alex Ena.
Ia juga mengatakan, LHP BPK Perwakilan NTT menemukan ada lima indikasi sampai BPK menyatakan Program DeMAM itu gagal. Lima indikasi itu antara lain, programnya tidak strategis dan teknik program tidak memadai, juga lemahnya evaluasi dan monitoring. Sebab, banyak desa yang tidak terkontrol oleh lembaga pengontrol, termasuk Bappeda dan kelompok pendamping masyarakat, pengembalian dana pun baru mencapai 20 persen. “Dari hasil temuan itu, LHP BPK Perwakilan NTT merekomendasikan bahwa program DeMAM gagal, maka solusinya perlu dievaluasi teknis pelaksanaannya,” saran Alex Ena.
Ia menyebutkan, sejak tahun 2012, jumlah desa sasaran Program DeMAM hingga tahun 2016 nanti mencapai 3.346 desa dan total dana sebesar Rp 836 miliar. Dana sebesar itu, menurut Ena, sebenarnya sangat membantu masyarakt desa, kalau program ini benar-benar berjalan dengan baik, tepat sasaran ke masyarakat. Bahkan dari total dana sebesar itu, dewan tidak mempersoalkannya. Malah, sebut dia, dana itu kurang, kalau memang tujuanya untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat NTT, asalkan implementasinya perlu dibenahi. Jangan sampai dana itu menguap begitu saja.
“Soal besar kecilnya dana yang dialokasikan itu, bukan menjadi soal. Kami tidak mempersoalkan itu. Lebih banyak dana malah lebih bagus. Hanya itu tadi, bila pelaksanaan selama ini kurang bagus, itu yang dievaluasi. Kritikan dewan khususnya di Komisi IV sebetulnya untuk perbaikan konstruktif terhadap program itu, bukan soal terima atau tolak penambahan anggaran tahun ini. Kan sudah ketok palu. Tidak ada lagi yang namanya tolak, hanya saja perlu dievaluasi, karena hasil LHP BPK Perwakilan NTT itu perlu ditindaklanjuti. Karena BPK adalah lembaga resmi yang mengevaluasi penggunaan keuangan di republik ini,” tegas Ena, mengingatkan.
Sebatas Pemberian Opini
Kepala BPK RI Perwakilan NTT, Khabib Zainuri, mengatakan, pemeriksaan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap keuangan negara tidak sampai pada tindakan pidana atas pengelolaan keuangan, tapi hanya sebatas pemberian opini. “Untuk sampai pada tahap tindakan pidana, dibutuhkan investigasi yang lebih mendalam,” kata Khabib Zainuri kepada wartawan.
Menurutnya, walau pemeriksaan keuangan tidak sampai pada tindakan pidana, namun tetap disajikan adanya indikasi kerugian pengelolaan keuangan negara. Selain itu, setiap jenis opini yang diberikan, selalu disertai rekomendasi tindak lanjut kepada setiap entita atau unit pengelola keuangan. (jdz)