Stop Pembangunan Indonesia Barat, Alihkan ke Indonesia Timur

by -206 views

Kupang, mediantt.com — Anggota senator/Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Provinsi NTT, Syafrudin Atasoge, S.Pd, menggulirkan wacana dan usulan moratorium (pemberhentian sementara/penundaan) pembangunan infrastruktur di wilayah Indonesia Barat untuk dialihkan ke wilayah Indonesia Timur, terutama di NTT. Gagasan itu muncul ketika senator muda NTT itu menggelar tatap muka bersama masyarakat di Desa Labala Leworaja, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata, Sabtu (14/3/2015).

Dalam siaran Pers yang diterima mediantt.com di Kupang, Senin (17/3/2015), Syafrudin Atasoge menjelaskan, jika wilayah Barat Indonesia diberlakukan moratorium pembangunan infrastruktur dan dialihkan ke wilayah Timur Indonesia, maka keluhan warga soal jalan rusak, jembatan rusak dan ketiadaan dermaga, bisa diminimalisir. “Jika tidak, maka kita hanya bisa meratapi kegalauan dalam pembangunan karena anggaran sangat sedikit,” ujar Atasoge.

Dalam acara tatap muka itu, seorang warga Labala, Muhammad Rifai Mayeli membeberkan ketidak-seriusan pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten Lembata, dalam memperhatikan infrastruktur baik jalan maupun jembatan sehingga kondisinya sangat memprihatinkan. “Kami merasa sangat dianak-tirikan oleh pemerintah dalam jatah menerima kue pembangunan di wilayah Lembata. Pembangunan di Lembata hanya menitik beratkan pada dua wilayah yakni Kedang dan Ile Ape karena pertimbangan geo politik,” ujar tokoh muda itu. Menanggapi itu, Syafrudin Atasoge menaruh perhatian serius pada kondisi infrastuktur di Kabupaten Lembata yang rusak parah. Menurutnya, masih banyak daerah di Lembata yang belum ada jembatan penguhubung. “Masyarakat harus melewati kali jika menyeberang, kondisi ini sangat meresahkan warga yang melintas di jalan utama, apalagi saat musim hujan,” katanya. Itu pasalnya, bekas pengurus PB HMI itu menegaskan, sangat dibutuhkan sinergisitas antara pemerintah kabupaten dan pemerintah provinisi dalam mengatasi masalah infrastruktur. “Selaku senator, akan kami bangun komunikasi dengan kementrian terkait agar pembangunan infrastruktur di daerah-daerah bisa diberi perhatian karena ini sudah masuk dalam kegetori rawan darurat,” ujar Atasoge.

Lestarikan Desa Sejarah

Warga Desa Labala lainnya, Hadi Abdullah, meminta perlu adanya pemberlakuan daerah khusus bagi desa bersejarah agar tidak terjadi pembohongan publik atas keberadaan desa-desa bersejarah di Lembata. Menurut dia, pemberlakuan daerah khusus ini penting agar bisa menjadi cerita yang akan diwariskan kepada anak cucu di kemudian hari. “Jika tidak maka akan menimbulkan pemahaman sejarah yang keliru bagi generasi yang akan datang,” ujarnya.

Ia menambahkan, belakangan ini banyak bermunculan daerah-daearah baru yang menurut sebagian orang adalah daerah bersejarah, namun tidak didukung dengan fakta atau kejadian pada masa lampau, sehingga ini perlu didorong kepada pemerintah daerah agar mampu memperhatikan hal ini.

Menanggapi itu, anggota DPD RI asal NTT Syafrudin Atasoge mengatakan, inventarisir daerah bersejarah di NTT perlu dilakukan sehingga bisa menjadi sebuah pelajaran sejarah bukan saja menjadi warisan cerita, tapi didorong menjadi satu mata pelajaran di sekolah-sekolah agar tidak putus dalam penuturan sejarah. “Kita tidak mungkin menghindari terjadi berbagai versi dari masing-masing daerah dalam menuturkan sejarah, namun itu jika dilakukan dalam penuturan bersama dan didukung dengan bukti-bukti peninggalan masa lampau, maka itu menjadi sebuah kebenaran yang autentik,” kata Atasoge. (laurens leba tukan)

Ket Foto: Senator NTT Syafrudin Atasoge, S.Pd, ketika berdialog dengan warga Desa Labala Leworaja, Kecamatan Wulandoni,Kabupaten Lembata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *