PGIW NTT Angkat Suara: Pesta Boleh, Tapi Ada Batas Demi Tenggang Rasa!

oleh -266 Dilihat

Ketua PGIW NTT, Pdt Mery Kolimon.

KUPANG, mediantt.com – Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia Wilayah (PGIW) Nusa Tenggara Timur menilai, kebijakan pembatasan jam pesta malam bukan sekadar aturan, tetapi ajakan moral bagi warga untuk lebih menghargai kenyamanan dan ketenangan sesama. Bagi PGIW, kebijakan ini penting agar euforia tidak mengabaikan rasa hormat kepada sesama warga.

Kepada Wartawan, Sabtu (4/10), Ketua PGIW NTT, Pdt. Mery Kolimon, menyambut baik kebijakan Pemkot Kupang yang membatasi jam pesta di masyarakat. Dia menilai langkah tersebut sebagai bentuk kepedulian terhadap keseimbangan antara hak individu dan kehidupan bersama.

“Kami memandang baik sekali diatur bahwa pesta bisa berlangsung sampai jam 12 malam, namun musik yang keras harus berhenti pada jam 10 malam. Dengan demikian pemerintah mengatur agar terjadi keseimbangan antara berbagai kepentingan dalam masyarakat,” ujar Pdt. Mery Kolimon lewat WhatsApp.

Menurut dia, kebijakan yang tertuang dalam Surat Edaran Wali Kota Kupang itu tidak bermaksud membatasi sukacita masyarakat, melainkan menumbuhkan tenggang rasa terhadap sesama, terutama anak-anak, lansia, dan orang sakit yang kerap terganggu oleh suara musik keras hingga dini hari.

“Sukacita keluarga yang berpesta tidak dibatasi, tetapi perlu juga ada kepedulian terhadap tetangga. Hak orang untuk berpesta perlu dihargai, namun hak orang lain yang butuh istirahat juga harus dihormati,” jelas mantan Ketua Sinode GMIT dua periode sejak 2015-2023 ini.

Pdt. Mery menambahkan, pembatasan musik hingga pukul 22.00 WITA juga memberi kesempatan bagi anak-anak untuk tidur lebih awal dan warga bisa beraktivitas dengan baik keesokan harinya.

“Khususnya jika pesta dilaksanakan pada Sabtu malam, baik jika selesai pada jam 12 malam agar masyarakat dapat mempersiapkan diri beribadah pada Minggu pagi,” katanya.

PGIW NTT di bawah kepemimpinan Pdt. Mery Kolimon bersama Sekretaris, Pdt. Kirenius Bolle, menyatakan bahwa kebijakan baru seperti ini bisa memunculkan perbedaan pendapat di masyarakat. Karena itu, pihaknya mendorong agar Pemerintah Kota Kupang melakukan sosialisasi yang luas, termasuk melalui lembaga-lembaga agama.

“Kami mendorong sosialisasi yang baik dari Pemerintah Kota, termasuk melalui lembaga-lembaga agama,” tegas Pdt. Mery Kolimon. (*/jdz)