JAKARTA, mediantt.com – Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak Nusa Tenggara Timur (APPA NTT) terus mengawal serius proses penanganan hukum terhadap eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma, oleh Polda NTT.
Kasus kejahatan seksual terhadap empat perempuan, termasuk tiga anak di bawah umur ini, kini memasuki babak baru.
Pada tanggal 3 Juni 2025 lalu, Fajar dipindahkan dari tahanan Bareskrim Mabes Polri ke tahanan Polda NTT.
Dan yang terbaru lagi, per Selasa (10/6/2025), Fajar dilimpahkan dari Kejati NTT ke Kejari Kupang untuk persiapan persidangan lebih lanjut.
Langkah ini sebagai tindak lanjut pasca Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) untuk dirinya dinyatakan lengkap (P21).
APPA NTT menilai, langkah tersebut merupakan progress yang baik dalam membuka keadilan bagi korban dan keluarga.
Meski demikian, publik dan juga korban menilai proses ini tidak cukup berarti. Apalagi kasus ini sempat terkatung-katung dan cenderung tertutup dari pantauan publik.
Bahkan sampai dengan saat ini, Fajar pun tidak dijerat dengan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), padahal apa yang dilakukannya sudah terkualifikasi sebagai kejahatan TPPO.
Perkembangan penanganan kasus ini pun mendapat respon serius dari korban, pendamping dan juga APPA NTT.
Salah satu orang tua anak korban, menyatakan bahwa mereka hanya ingin pelaku dihukum seberat-beratnya, atau bila perlu hukuman mati.
Keluarga beralasan, pelaku kejahatan seksual merupakan aparat penegak hukum (polisi), apalagi seorang Kapolres.
“Seharusnya pelaku melindungi dan menjamin hak-hak anak, namun justru dengan tega merusak masa depan anak kami yang baru berusia 5 tahun. Keluarga tidak menerima hal ini dan meminta pelaku dihukum seberat-beratnya,” tutur salah satu orang tua korban.
Senada dengan orang tua korban, Veronika Ata, SH, MH, selaku Pendamping Korban, menambahkan bahwa keluarga korban mengalami tekanan psikis yang berat.
“Negara harus hadir, tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga memastikan perlindungan dan pemulihan menyeluruh bagi korban dan keluarga,” tegas Veronika.
Perempuan dan Anak Rentan jadi Korban Kejahatan Seksual
Koordinator APPA NTT yang juga Ketua Tim PKK NTT, Midriyati Astiningsih Laka Lena, mengatakan, kasus tersebut menunjukkan bahwa betapa rentannya perempuan dan anak-anak di NTT menjadi korban kejahatan seksual, bahkan oleh mereka yang seharusnya melindungi warga.
“Negara harus memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan tanpa pandang bulu, dan menggunakan pasal-pasal pidana yang berat kepada Fajar, terutama pasal dalam UU TPPO dan Kejahatan Transnasional,” tegas Asti.
Berdasarkan fakta penderitaan korban dan demi keadilan untuk kemanusiaan, Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak Nusa Tenggara Timur (APPA NTT) menyatakan sikap:
Pertama, mendukung penuh langkah Polda dan Kejati NTT dalam penanganan kasus ini secara independen, termasuk pelimpahan berkas yang telah dinyatakan lengkap (P21) pada 21 Mei 2025, serta penambahan pasal-pasal Pidana dalam BAP yang memberatkan pemidanaan Fajar sebagaimana tindak lanjut dari Rekomendasi Komisi III DPR RI dalam RDPU pada 22 Mei 2025.
Kedua, menuntut proses peradilan yang transparan, akuntabel, dan berpihak kepada korban dengan menggunakan Pasal berlapis yang memberatkan Fajar dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, antara lain: Pasal 81 ayat (2) dan Pasal 82 ayat (1) Jo Pasal 76E UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 6 huruf c Jo Pasal 15 ayat (1) huruf g UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Pasal 45 Ayat (1) Jo Pasal 27 Ayat (1) UU Nomor 1 Transaksi Elektronik, serta Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 10 Jo Pasal 17 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO.
Ketiga, mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT untuk melakukan perhitungan restitusi bersama LPSK RI dan memuatnya dalam Nota Tuntutan Jaksa dan segera melakukan penyitaan aset milik Fajar untuk kepentingan sebagai jaminan restitusi bagi para korban.
Keempat, mendorong pengadilan untuk membuka akses pemantauan publik, termasuk bagi media dan organisasi masyarakat sipil, untuk memastikan tidak ada intervensi dan bentuk perlindungan pelaku.
Kelima, mendesak negara memberikan layanan pemulihan psiko-sosial dan hukum kepada para korban dan keluarganya, serta memastikan mereka tidak mengalami tekanan dan intimidasi selama proses hukum berjalan. (*/jdz)
Elemen dan individu yang tergabung bersama APPA NTT yakni:
1. TP PKK Provinsi NTT
2. RD. Leo Mali
3. Pdt. Merry Kolimon
4. Lawyer public– Dike Nomia
5. Greg R. Daeng
6. FPD NTT-Jakarta
7. LBH APIK NTT.
8. Rumah Perempuan Kupang
9. PADMA Indonesia
10. LPA NTT
11. TRUK-F
12. IRGSC Kupang
13. The CATOC Indonesia
14. J-RUK Kupang
15. Federasi Apik
16. Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan seksual terhadap anak
17. Yayasan I.J. Kasimo
18. Rumah Harapan GMIT
19. Saksi Minor.
20. Kementrian Pemberdayaan Perempuan Anak RI
21. Komnas Perempuan
22. LPSK RI
23. OMBUDSMAN RI
24. Komnas Disabilitas RI
25. KPAI
26. Komnas HAM
27. Dinas P3AP2KB NTT
28. Bpk Umbu Rudi Kabunang (Komisi XIII DPR RI)
29. Bpk Andreas Hugo Parera (Komisi XIII DPR RI)
30. Bpk. Maruli Siahaan (Komisi XIII DPR RI).