Diduga Syarat KKN, Kejati NTT Segera Panggil Dirut Hotel Barata

by -128 views

Kupang, mediantt.com – Saat ini tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT sedang melakukan penyelidikan terhadap ugaan Korupsi Kolusi Nepotismes (KKN) dalam pekerjaan pembangunan Hotel Barata di Pantai Kelapa Lima.

Kasi Penkum dan Humas Kejati NTT, Ridwan Angsar, Rabu (16/3) menjelaskan, saat ini tim penyidik tindak pidana khusus (Tipidsus) Kejatri NTT sedang melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) terkait proyek pembangunan Hotel Barata di Kelapa Lima.

Menurut dia, guna penyilidikan, tim Tipidsus Kejati NTT segera menjadwalkan pemanggiulan untuk dilakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, termasuk Direktur Utama (Dirut) Hotel Barata, Wihers Herewila.

Bukan saja itu, lanjut Ridwan, seluruh pihak terkait Hotel Barata akan dimintai keterangan. Penyelidik sudah agendakan pemeriksaan terhadap Direktur Hotel Barata, Wihers Herewila, termasuk pihak BPN Kota Kupang yang mengeluarkan sertifikat hak guna bangunan.

“Saat ini masih berstatus penyilidikan. Masih dalam tahap Pulbaket dan agendanya pemeriksaan saksi-saksi termasuk Direut Hotel Barata dan BPN Kota yang keluarkan sertifikat,“ jelas Ridwan.

Ia juga menjelaskan, dalam pembangunan Hotel Barata, telah dilakukan reklamasi atau pembangunan hingga masuk ke wilayah laut yang adalah wilayah milik negara.  Untuk itu, pihaknya terus mencari alat bukti permulaan yang cukup untuk menguatkan indikasi korupsi pada pembangunan Hotel Barata.

“Luas area reklamasi akan diukur dan dihitung dengan NJOP guna mengetahui nilai kerugian negara dari reklamasi tersebut,” kata Ridwan.

Pembangunan Hotel Barata, sebut dia,  telah masuk ke wilayah laut dan hal itu melanggar aturan dan merusak ekosistem. Karena itu, kuat dugaan adanya praktik KKN dalam pekerjaan pembangunan Hotel Barat. Dengan adanya pembangunan yang masuk wilayah laut mengakibatkan hilangnya ruang publik.

Ridwan menambahkan, setelah pembangunan Hotel Barata dilakukan hingga masuk wilayah laut, baru BPN Kota Kupang mengeluarkan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).  “Setelah penyelidikan rampung, segera dilakukan gelar perkara. Akan dinilai apakah ada unsur kerugian negara atau tidak. Jika nanti perkara ini dinyatakan hanya sebagai pidana umum karena penyerobotan wilayah laut milik negara, maka akan dilimpahkan ke Polda NTT sebagai pihak yang paling berwenang menangani,” jelas Ridwan. (che)

Foto : Ridwan Angsar, SH