Gubernur NTT Usulkan BUMDes Berbentuk Koperasi

by -140 views

Jakarta, mediantt.com – Gubernur NTT, Drs Frans Lebu Raya, meminta kepada Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) agar membantu mendorong Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) berbentuk koperasi agar rakyat di pedesaan mendapat ruang partisipasi di dalamnya, dan adaptif dengan budaya gotong-royong di desa.

“NTT berharap BUMDes yang akan dibentuk di desa, sebaiknya berbentuk koperasi, jangan perseroan karena tidak adaptif dengan budaya gotong royong di desa, karena dikhawatirkan dapat menguatkan individualisme di pedesaan,” tegas Gubernur Frans Lebu Raya saat menjadi panelis pada Acara Round Table Discussion (RTD), yang bertema “Revitalisasi Pengelolaan Peternakan Sapi Nasional Guna Meningkatkan Ketahanan Pangan Dalam Rangka Ketahanan Nasional”, Kamis (6/8/2015) di ruang Kresna Gedung Astagatra Lt IV Barat Lemhanas RI. Acara ini diselenggarakan Lembaga Ketahanan Nasional RI.

“Saya sepakat dengan kelembagaan yang disebut koperasi, dan NTT memang dijadikan sebagai provinsi koperasi. Karena itu, di kesempatan ini saya menaruh harapan besar kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Lemhanas RI agar mendorong BUMDes dalam bentuk koperasi, sehingga saling membantu dan gotong royong tetap terjaga,” tambah Lebu Raya.

Gubernur Lemhanas RI, Prof. Dr.Ir.Budi Susilo Soepandji, dalam arahannya mengatakan, Presiden RI, Ir Joko Widodo telah menegaskan tiga masalah bangsa yang harus diselesaikan, yaitu merosotnya kewibawaan negara, melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional, merebaknya intoleransi dan krisis kepribadian bangsa. “Karena itu, kajian hari ini merupakan salah satu upaya mewujudkan amanah Presiden RI tersebut, khususnya terkait melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional dari sisi ketahanan pangan, terutama pada sektor pengelolaan peternakan sapi nasional,” kata Budi Susilo Soepandji.

Menurutnya, “Permasalahan sapi kini tidak lagi hanya menjadi isue nasional, namun sudah menjadi isue global yang melibatkan berbagai aktor, baik negara maupun non negara, bahkan sapi dapat dijadikan alat politik untuk meningkatkan daya tawar suatu negara.

Susilo Sospandji juga menjelaskan, posisi Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar ke-empat dunia dan dengan tingkat kesejahteraan maupun pendidikan yang terus meningkat, berdampak pada terus meningkatnya kebutuhan daging maupun susu sapi. Pada sisi lain, lanjut dia, ketersediaan sapi lokal sangat terbatas, sehingga upaya impor sapi bakalan, daging sapi, maupun susu sapi tidak dapat dihindari sampai saat ini. Kondisi tersebut sesungguhnya sangat kronis jika dibandingkan dengan potensi yang ada di Indonesia. Sebagai negara agrarais yang memiliki iklim panas maupun curah hujan yang cukup, Indonesia seharusnya dapat melakukan swasembada sapi nasional jika semuanya dapat direncanakan, dikelolah, disinergikan dan dilakukan dengan komitmen yang tinggi.

Kata dia, dalam upaya swasembada sapi nasional, Lemhanas RI pada 10 Juni 2015 lalu, telah melakukan serangkaian acara Focus Group Discussion. Pada Focus Group Discussion terungkap fakta bahwa permasalahan yang menghambat upaya perwujudan swasembada sapi sangatlah kompleks dan memerlukan penanganan secara khusus. Beberapa permasalahan tersebut diantaranya terkait dengan aspek kebijakan; lemahnya infrastruktur dan perangkat pendukung; minimnya ketersediaan data base yang upto date dan valid; adanya unsur ‘pemain’ yang diindikasikan mampu memepermainkan harga; tidak meratanya kualitas dan kuantitas peternakan sapi, mahalnya pakan sapi dan minimnya teknologi.

Usai melakukan diskusi meja bundar itu, Gubernur Lemhanas RI menyampaikan hal-hal penting dalam diskusi sebelum menutup diskusi tersebut yakni : pertama, pemerintah perlu mendorong optimalisasi peran kementrian/lembaga serta pemerintah daerah dalam mewujudkan kebijakan penguatan kelembagaan petrenakan serta merumuskan tata niaga, yang lebih menitikberatkan pada peningkatan kemandirian dan daya saing nasional. Kedua, pemerintah perlu memetakan dan merevitalisasi unsur-unsur pendukung terwujudnya swasembada sapi, termasuk infrastruktur logistik, penyediaan lahan, pengembangan bibit unggul maupun teknologi peternakan sapi basis pembangunan industry. Ketiga, pemerintah daerah perlu merumuskan berbagai skema kredit usaha kecil menengah bagi masyarakat peternak dengan rentang waktu yang proporsional dan biaya rendah; dan keempat, swasembada sapi perlu diwujudkan dalam perspektif ketahanan ekonomi wilayah, sosial budaya dan daya saing nasional.

Hadir pada saat itu, Gubernur Lemhanas RI, Budi Susilo Soepandji, Wakil Gubernur Lemhanas RI, Laksamana Madya TNI Dr. Didit Herdiawan, Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, Deputi Pengkajian Strategik Lemhanas RI, Prof.Dr. Djagal Wiseso Marseno, Tenaga Profesional Bid.SKA Lemhannas RI, Drs Chandra Manan Mangan, dan peserta RTD. (jdz)

Foto : Gubernur Frans Lebu Raya sedang memaparkan materi dalam acara Round Table Discusion.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *