KPK Baru Bidik Kasus Korupsi Dana PLS di NTT

by -169 views

Kupang.mediantt.com – Dari sejumlah kasus korupsi di Nusa Tenggara Timur (NTT), yang tengah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya satu, yakni kasus dugaan korupsi dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT sebesar Rp 77,675 miliar.
“Untuk NTT yang ditangani oleh KPK di tingkat penyidikan, yakni kasus PLS ini saja dan sudah kita tetapkan satu orang, yakni Marthen Dira Tome (saat ini menjabat sebagai Bupati Sabu Raijua) sebagai tersangka. Untuk pengaduan kasus korupsi di NTT mungkin banyak, tapi penyidikannya hanya satu kasus saja,” kata pelaksana tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi, Jumat (5/6/2015) di aula Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang.
Khusus untuk kasus PLS ini, kata Johan, ada beberapa pengembangan yang dilakukan oleh KPK, baik dari hasil pemeriksaan saksi-saksi yang dilakukan di Jakarta maupun di NTT.
”Ini kemungkinan bisa berkembang terkait perkara dugaan korupsi PLS ini,” kata Johan.
Johan mengatakan, KPK belum menindaklanjuti kasus dugaan korupsi dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) tahun 2007 pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT itu karena masih mencari bukti tambahan.

“Hingga saat ini kami masih mencari bukti tambahan sehingga kasus ini belum ada kelanjutan,” kata Johan Budi.

Kata dia, terhambatnya penyelesaian kasus ini karena masih ada kasus-kasus lain yang menjadi prioritas yang diutamakan penyelesaiannya oleh KPK. “Selain itu minimnya anggota penyidik di KPK membuat penangan perkara menjadi lambat,” katanya.

Dia juga mengatakan, saat ini KPK sedang melakukan evaluasi terhadap kinerja internal KPK terkait banyaknya tersangka yang melakukan pra peradilan terhadap lembaga itu. Gelombang Pra Peradilan itu membuat KPK harus hati-hati dalam setiap penanganan kasus korupsi. “Itulah kenapa kami sedang evaluasi,” katanya.

Bupati Marthen Dira Tome mengaku dirinya dirugikan dengan penetapan sebagai tersangka oleh KPK, namun belum ada kelanjutan kasus ini. “Saya merasa KPK telah merugikan saya dengan status yang mereka tetapkan,” katanya.

Seperti diketahui, KPK menetapkan sebagai tersangka pada mantan Kepala Subdinas Provinsi NTT sekaligus Bupati Sabu Raijua, Marthen Dira Tome dalam kasus dugaan korupsi dana PLS di NTT. Penyelidikan kasus tersebut merupakan hasil koordinasi supervisi yang dilakukan oleh KPK bersama dengan Kejaksaan Tinggi NTT.

Bupati Sabu Raijua, Marthen Dira Tome, usai ditetapkan sebagai tersangka meminta KPK bekerja profesional dalam menangani kasus korupsi.
Marthen mengaku sempat terkejut ketika ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Sebab, sampai saat ini, ia mengaku belum menerima surat pemberitahuan sebagai tersangka. Bahkan, dia juga belum pernah dipanggil dan diperiksa oleh KPK, sehingga penetapan status tersangka pada dirinya perlu dikaji ulang. “Pada dasarnya kita menghormati proses hukum yang ada dan juga pendapat mereka (KPK). Tetapi kita juga perlu mendapat penjelasan tentang alasan mereka tetapkan saya sebagai tersangka,” kata Marthen, Selasa (18/11/2014).

Menurutnya, jika KPK menilai dirinya menyalahgunakan kewenangan, ia mempertanyakan kewenangan yang mana. “Lalu bila terjadi penyalahgunaan kewenangan, berapa banyak uang negara yang dihabiskan di situ yang dipakai untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Kalau alasan itu tidak ada, lalu mau bagaimana ini? antara percaya dan tidak percaya,” jelas dia.
Menurut dia, data yang dipakai oleh KPK dalam kasus tersebut merupakan data lama dari Kejaksaan Tinggi NTT. Sementara, data terbaru pemeriksaan terhadap dirinya yang dilakukan beberapa waktu lalu, kata Marthen, kepala Kejaksaan Tinggi sempat mengatakan bahwa kasus ini sulit dibuktikan sehingga sudah final.

Marthen mengatakan, semua surat keputusan yang mengarah pada pencairan keuangan itu dilakukan oleh kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT yang saat itu dipegang Thobias Uly. “Kita berharap KPK harus bekerja secara profesional. Dia tidak boleh menggunakan apa yang dibuat oleh Kejaksaan Tinggi NTT,” katanya.
“Waktu itu kita minta Kejaksaan Tinggi untuk melakukan pembuktian ke bawah, karena yang menerima uang dan barang adalah orang-orang yang di bawah. Itu untuk membuktikan apakah uang itu sampai ke bawah (penerima) ataukah dimakan oleh penyelenggara,” lanjut Marthen. (jdz/kompas.com)

Foto : Pimpinan sementara KPK, Johan Budi, sedang diwawancarai wartawan di aula kampus Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Jumat (5/6/2015).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *