LARANTUKA, mediantt.com – Pertemuan Pastoral (PERPAS) XII Regio Gerejawi Nusa Tenggara (Nusra) yang berlangsung di Gedung OMK, Keuskupan Larantuka, menjadi panggung istimewa bagi Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena dan Bupati Lembata P. Kanisius Tuaq.
Dalam sesi pembukaan kegiatan yang dihadiri para Uskup se-Nusra pada Rabu (2/7), dua pemimpin daerah ini diberi kehormatan menyampaikan materi pertama sebagai bentuk sinergi antara Gereja dan Pemerintah dalam menghadapi tantangan besar zaman ini, yakni perlindungan dan pemberdayaan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Dengan mengusung tema ‘Gereja Berwajah Migran, Berziarah dalam Harapan,’ PERPAS XII tidak hanya menjadi ruang refleksi iman, tetapi juga ruang advokasi sosial yang membumi.
Para Uskup dari seluruh Keuskupan di Nusra, mulai dari Mgr. Fransiskus Kopong Kung (Larantuka), Mgr. Edwaldus Sedu (Maumere), Mgr. Paul Budi Kleden (Ende), Mgr. Dominikus Saku (Atambua), hingga Mgr. Silvester San (Uskup Denpasar), duduk bersama membahas persoalan migran yang telah lama menjadi wajah nyata umat di wilayah ini.
Dalam pemaparan materinya, Bupati Kanisius Tuaq mengatakan, Lembata tak hanya menjadi penyumbang besar PMI di luar negeri, tetapi juga menjadi pionir dalam regulasi pelindungan.
Sejumlah aturan dan kebijakan telah diterbitkan, mulai dari Perda No. 20 Tahun 2015, Perbup No. 20 Tahun 2017, hingga kerja sama dengan Bank NTT dalam fasilitasi penempatan tenaga kerja ke luar negeri yang lebih aman dan manusiawi.
Berdasarkan data, hingga 2025 jumlah PMI asal Lembata mencapai 1.553 orang, dengan dominasi dari Buyasuri, Ile Ape, dan Omesuri. Namun di balik angka itu, realitas kelam masih membayangi, 155 orang telah dideportasi sejak 2022 akibat bekerja ilegal, dan 5 jenazah PMI telah dipulangkan sepanjang tahun 2025.
“Masalah terbesar adalah dokumen. Banyak dari mereka memilih mengurus keberangkatan dari daerah transit seperti Nunukan menggunakan calo. Ini membuka celah kerentanan,” tegas Bupati Kanis.
Menjawab kompleksitas itu, Pemda Lembata kini tengah membangun sistem pelayanan terpadu melalui Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) untuk migran, rumah singgah di daerah transit seperti Nunukan, Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) yang dirancang dari BLK komunitas Desa Pada, Klinik Kesehatan Khusus CPMI sesuai standar negara tujuan, Satgas TPPO sesuai Perbup No. 23 Tahun 2024.
Salah satu gebrakan strategis Pemda Lembata adalah penjajakan kerja sama dengan PT Binawan yang akan membuka kantor cabang di Lembata dan menargetkan penempatan perdana 60 PMI ke Jepang.
Pemerintah Kabupaten Lembata juga tidak menutup mata terhadap nasib para purna migran dan keluarganya. Program andalan ‘Bapa Pulang Mama Senang’ dirancang untuk menjaga keberlanjutan ekonomi para mantan PMI.
Beberapa skema pemberdayaan ekonomi dipaparkan Bupati, diantaranya pertanian lombok, pengembangan garam, ternak ayam, ternak kambing, penggemukan sapi, dan pemanfaatan limbah ternak untuk pupuk organik mendukung pertanian berkelanjutan dan program makan bergizi gratis.
Bupati Kanis juga menyampaikan apresiasi keterlibatan aktif Gereja Katolik dalam menyentuh ranah sosial ekonomi masyarakat, terutama Demplot ayam petelur dan pertanian organik di berbagai paroki. Keterlibatan Gereja ini dirasakan pemerintah sangat membantu program pemberdayaan masyarakat.
Untuk menyukseskan program prioritas nelayan tani dan ternak (NTT), bupati juga meminta kesediaan pihak Gereja menunda pesta keagamaan pada bulan September-Oktober untuk fokus penyiapan lahan pertanian, dan gerakan ‘Two Day No Rice’ untuk diversifikasi pangan, serta pemanfaatan pekarangan rumah oleh calon pasangan suami-istri.
Gereja, menurut Bupati Kanis, bukan hanya penggembala spiritual, tetapi juga menjadi agen perubahan sosial dan mitra strategis pemerintah dalam membangun peradaban kasih yang membumi.
Dalam semangat PERPAS XII, sinergi antara Gereja dan Pemerintah yang ditunjukkan melalui sesi pemaparan ini menjadi wujud nyata iman yang bekerja dalam cinta.
Keberpihakan pada migran, perlindungan menyeluruh, hingga pemberdayaan ekonomi menjadi cermin wajah Gereja dan negara yang menjawab panggilan zaman.
Harapan pun mengalir, agar dari tanah Flobamora ini, lahir model pastoral migran yang dapat ditiru dan dikembangkan oleh wilayah-wilayah lain di Indonesia, di mana migran tidak lagi menjadi korban, tetapi pelaku utama perubahan dan kesejahteraan. (baoon)