JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyelenggarakan Diskusi Pembahasan Tinjauan Perspektif Keilmuan dalam Pengembangan Ketahanan Pangan Nasional Berkelanjutan di eks Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Kalimantan Tengah dalam rangka penyempurnaan dan penajaman implementasi rekomendasi KLHS cepat dan rencana pemulihan gambut untuk Proyek Strategis Nasional.
Diskusi yang berlangsung virtual ini, dipimpin Wakil Menteri LHK dengan menghadirkan beberapa narasumber dari Universitas Palangka Raya, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Tanjung Pura dan Universitas Mulawarman. Tujuan pertemuan ini antara lain untuk mendapatkan masukan dari berbagai aspek keilmuan dalam mendukung pengembangan ketahanan pangan nasional berkelanjutan di lahan eks PLG Provinsi Kalimantan Tengah.
Dalam pertemuan tersebut, Wamen Alue Dohong didampingi Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Sigit Hardwinarto, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) M.R. Karliansyah, dan Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead.
“Diskusi kali ini merupakan upaya tukar pikiran atau brainstorming untuk mendapatkan perspektif dari para ahli terkait aspek tanah gambut, kehutanan dan ekosistem, lingkungan hidup, dan sosial ekonomi-budaya,” ujar Wamen Alue Dohong, saat memberikan pengantar diskusi, di Jakarta (18/6).
Wamen Alue Dohong juga menegaskan perlunya penyamaan persepsi para pihak terkait terminologi pengembangan pangan ini, seperti istilah pangan, kedaulatan pangan, dan ketahanan pangan dalam konteks kebijakan, rencana dan program pengembangan pangan di eks PLG, sehingga para pihak berangkat dari narasi dan konsepsi yang jelas dalam memahami program pengembangan pangan tersebut.
“Yang dimaksud dengan pengembangan pangan disini tidak hanya padi saja, tapi lebih luas, selain komoditas pertanian, ada perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan perairan sebagaimana diformulasikan dalam UU No. 18/2012 tentang pangan,” katanya.
Wamen Alue Dohong juga mengaitkan pengembangan pangan ini terkait konteks Covid-19 dengan upaya pengembangan kedaulatan dan ketahanan pangan nasional. Kejadian Covid-19 ini menyebabkan terjadi perubahan landskap politik ekonomi pangan, yang diakibatkan adanya disrupsi produksi, konsumsi, dan distribusi pangan antar negara, wilayah, sehingga menyebabkan terjadi kekurangan pasokan dan kelangkaan pangan.
“Akibat adanya disrupsi Covid-19, memaksa beberapa negara seperti India, China, Thailand, Vietnam cenderung merubah kebijakan pengadaan pangan mereka dari semula in-ward and out-ward looking policy menjadi lebih in-ward looking policy guna perlindungan (safeguard) dan pengamanan (safety) kebutuhan pangan domestik masing-masing. Kondisi yang demikian, memaksa negara kita juga untuk melakukan hal yang sama untuk memperkuat kondisi pangan dalam negeri melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi poduksi pangan, untuk menjamin ketersediaan dan pemenuhan kebutuhan pangan nasional dalam jangka pendek, menengah dan panjang ” ungkapnya.
Lebih lanjut Wamen Alue Dohong menyampaikan atas dasar pertimbangan tersebut diatas, eks PLG di Kalimantan Tengah merupakan salah satu opsi lokasi pengembangan pangan nasional mempertimbangkan aspek historis kebijakan, perencanaan, program pengalaman pengelolaan gambut dan ketersediaan lahan yang relatif luas dan cukup.
Berdasarkan hal tersebut, Wamen Alue Dohong mengungkapkan perlu ada reposisi pengembangan pangan di eks PLG, yang memperhatikan minimal 6 dimensi secara komprehensif-intigratif, yakni pengembangan wilayah, hutan, lahan gambut, SDM, teknologi dan tata kelola (governance).
“Berdasarkan 6 dimensi tadi, kita ingin pengembangan pangan ini menjadi salah satu Program Strategis Nasional, dengan menerapkan pertanian terpadu modern dan berkelanjutan, yang berpusat pada pembangunan manusia (human centred development) dengan dukungan SDM yang profesional, teknologi terkini dan tata kelola yang baik,” tutur Wamen Alue Dohong.
Untuk memberikan dukungan terhadap pengembangan lahan pangan nasional di areal Eks-PLG Provinsi Kalimantan Tengah, KLHK melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Cepat. Dirjen PKTL Sigit Hardwinarto menyampaikan kajian tersebut dilakukan berdasarkan pendekatan analisis secara cepat (rapid assessment), melalui proses desk study dari dokumen yang cukup banyak sejak awal tahun 1990-an hingga sekarang, review berbagai kebijakan, rencana dan program. Selain itu, tim juga melakukan analisis spasial dari berbagai informasi geospasial tematik, dialog/focus group discussion (FGD), dan konsultasi terbatas dengan berbagai pihak terkait.
“Metodologi yang dilakukan ini berlangsung melalui beberapa tahap, untuk mendapatkan rumusan yang tepat. Kami juga berkonsultasi dengan para pihak terkait,” ujar Sigit.
“KLHS Cepat ini akan ditindaklanjuti dengan langkah-langkah konsultasi publik lebih luas, dan verifikasi lapangan untuk penyempurnaan. Kami juga tengah melakukan kajian mengenai kesesuaian lahan dengan jenis tanaman pangannya,” imbuhnya.
Sementara itu, Dirjen PPKL M.R. Karliansyah menyampaikan KLHK telah menyusun strategi pemulihan ekosistem gambut yang meliputi perbaikan Tata Kelola Air, Rehabilitasi/Revegetasi dan peningkatan perikehidupan masyarakat setempat sehingga selanjutnya secara mandiri dapat melaksanakan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut di wilayahnya.
“Pelaksanaan pemulihan ekosistem gambut di Eks PLG akan menjadi kunci dalam mendukung pengembangan ketahanan pangan nasional di eks PLG secara berkelanjutan,” katanya.
Karliansyah menjelaskan, areal eks PLG berada pada 8 (delapan) Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dengan total luas 1,47 juta hektar. Sementara luasan yang harus dipulihkan dengan sangat segera karena berstatus rusak berat hingga sangat berat seluas 36.936 hektar.
Kerusakan tersebut banyak disebabkan oleh pembangunan kanal yang tidak sesuai kontur, yang menyebabkan kekeringan dan kebakaran, subsidensi lahan, serta terekspos pirit yang akan berpengaruh terhadap keberlanjutan tanaman pangan yang akan dibudidayakan.
“Kami akan menerapkan pengalaman keberhasilan pemulihan lahan gambut sebelumnya di lahan konsesi maupun masyarakat, dengan merangkul mereka. Kita bersama melakukan pembenahan jaringan kanal. Dengan cara ini sudah terbukti akan lebih cepat membasahi kembali lahan gambut. Tentu disertai dengan pengawasan ketat dan metode yang benar,” tutur Karliansyah.
Selanjutnya Kepala BRG Nazir Foead menyampaikan bagaimana pengalaman BRG dalam mengajak masyarakat agar ikut partisipasi, melalui perubahan perilaku, menggali kembali kearifan lokal, dan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para inovator lokal dalam menerapkan pertanian ramah gambut dan berkelanjutan.
“Terimakasih atas sumbang saran dan dukungan di lapangan dari para ahli khususnya para pakar dari Universitas-Universitas yang selama ini banyak membantu kerja-kerja pemerintah, khususnya BRG,” ucap Nazir.
Upaya pengembangan pangan ini, memerlukan masukan dan keterlibatan berbagai pihak. Pertemuan yang diselenggarakan ini, merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan telaahan dan masukan penyempurnaan KLHS dan rencana pemulihan gambut dari berbagai aspek keilmuan terkait.
Adapun para pakar yang menjadi narasumber diantaranya Rektor/Pakar Lingkungan Universitas Palangka Raya Dr. Andrie Elia, Pakar Gambut Universitas Palangkaraya Prof. Dr. Salampak Dohong, Pakar Sosial Universitas Palangkaraya Prof. Kumpiady Widen, Dekan Fakultas Kehutanan/Pakar Gambut Universitas Lambung Mangkurat Dr. Kissinger, Pakar Sosial Universitas Lambung Mangkurat Dr. Sidharta Adyatma, Dekan Fakultas Kehutanan/Pakar Gambut Universitas Mulawarman Prof. Rudianto, Pakar Lingkungan Universitas Mulawarman Prof. Marlon Aipassa, Pakar Gambut Universitas Tanjungpura Prof. Dr. Gusti Zakaria, Kepala PPLH/Pakar Lingkungan Universitas Tanjungpura Ir. Endang Mulyani, M.T., dan Pakar Sosial Universitas Tanjungpura Dr. Agus Yuliono.
Dari berbagai paparan para pakar, Wamen Alue Dohong menyampaikan apresiasi dan memberikan konklusi bahwa pada prinsipnya kalangan pakar dari berbagai universitas di Kalimantan tersebut mendukung rencana pengembangan pangan nasional oleh pemernitah yang terpadu, modern, dan berkelanjutan yang berpusat pada pembangunan manusia dengan dukungan SDM, Teknologi dan Tata Kelola yang baik, dengan sejumlah catatan penting terkait: tata kelola air yang ketat; permulihan gambut untuk konservasi dan jasa lingkungan; prioritas optimalisasi lahan mineral dan bergambut secara bertahap dengan luasan yang sesuai; pengembangan komoditas pangan dalam arti luas termasuk perikanan, peternakan; penguatan kelembagaan dan partisipasi masyarakat lokal; adopsi nilai-nilai kearifan dan budaya lokal; peningkatan koordinasi, sinkronisasi dan komunikasi antar K/L dan daerah; prioritas penguatan SDM dan keahlian lokal serta trust building masyarakat lokal.
Wamen Alue Dohong juga menegaskan kembali fokus pengembangan bukan hanya padi dalam artian sempit melainkan pengembangan pangan dalam arti luas yang dipadukan dengan pengelolaan ekosistem berkelanjutan dan pemulihan ekosistem gambut untuk memperkuat jasa lingkungan.
Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu penguatan institusi lokal dan pembangunan wilayah perdesaan, pembangunan komunikasi dan strategi akulturasi budaya sebagai kunci untuk menciptakan kohesi sosial guna mendukung keberhasilan progran strategis nasional pengembangn pangan tersebut. (*/st)