Kupang Menuju Kota Inklusi: Janji Politik Christian-Serena Mulai Direalisasikan

oleh -137 Dilihat

Komitmen Wali Kota Kupang, dr. Christian Widodo, untuk membangun kota yang Inklusif dan Ramah Disabilitas mulai diwujudkan dalam 100 hari pertama kepemimpinannya. Hal ini ditandai dengan peluncuran Kelurahan Naikoten I sebagai Kelurahan Ramah Disabilitas, Senin (30/6). Ini menjadi tonggak awal pelaksanaan program inklusi di tingkat akar rumput.

PELUNCURAN ini merupakan implementasi nyata dari salah satu janji kampanye dr. Christian Widodo dan Wakil Serena Francis, yakni menjadikan Kupang sebagai kota yang berpihak pada semua warganya, termasuk penyandang disabilitas. Komitmen ini diperkuat secara hukum melalui terbitnya dua Peraturan Wali Kota (Perwali), yaitu:

Pertama, Perwali Nomor 18 Tahun 2025 tentang Pengembangan Kelurahan Ramah Disabilitas. Kedua, Perwali Nomor 19 Tahun 2025 tentang Pedoman Penyelenggaraan Inklusi Sosial di Tingkat Kelurahan.

Melalui dua regulasi ini, Pemkot Kupang mendorong agar setiap kelurahan di kota ini memiliki standar pelayanan publik yang inklusif, memastikan keterlibatan aktif penyandang disabilitas dalam proses pembangunan, serta memperkuat sistem dukungan sosial dan infrastruktur yang responsif terhadap kebutuhan mereka.

“Ini bukan hanya soal infrastruktur fisik, tapi juga tentang cara pandang kita. Kota ini harus menjadi rumah yang nyaman bagi semua, tanpa kecuali. Inklusi adalah roh dari pembangunan yang berkeadilan,” tegas Wali Kota Christian Widodo saat peresmian Naikoten I sebagai kelurahan percontohan ramah disabilitas.

Naikoten I dipilih sebagai pilot project karena telah memiliki inisiatif lokal yang kuat, termasuk keberadaan kelompok kerja disabilitas di tingkat kelurahan, partisipasi aktif warga, serta komitmen aparatur kelurahan yang tinggi dalam mewujudkan lingkungan yang inklusif.

Dalam 100 hari pertama pemerintahannya, Walikota dr. Christian Widodo dan Wakil Walikota Serena Francis, telah mengarahkan fokus pembangunan ke aspek pelayanan dasar yang menjangkau kelompok rentan. Program “Kupang Inklusif” sendiri menjadi bagian dari strategi besar untuk menata ulang wajah kota, menjadikan inklusi sebagai budaya kerja pemerintahan hingga ke level paling bawah.

Langkah strategis ini mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk organisasi penyandang disabilitas, akademisi, dan masyarakat sipil. Diharapkan dalam waktu dekat, model Kelurahan Ramah Disabilitas akan direplikasi ke kelurahan-kelurahan lain, hingga seluruh Kota Kupang benar-benar menjadi kota inklusif.

Walikota dr Christian menegaskan, pembangunan ke depan akan menempatkan prinsip “tidak meninggalkan siapa pun” sebagai poros utama perencanaan dan pelaksanaan kebijakan.

“Ini baru permulaan. Kami ingin menunjukkan bahwa janji kampanye bukan sekadar slogan. Ini adalah arah moral dan politik kami sebagai pemimpin yang hadir untuk semua,” tutup Wali Kota dengan optimis.

Siapkan Juru Bahasa Isyarat

Walikota dr Christian juga mengaku bahagia karena pelayanan terhadap kaum disabilitas bisa dilakukan dengan baik dan mudah. Bagi dia, inklusi bukan soal belas kasihan tapi bagimana memenuhi hak-hak kaum disabilitas secara adil dan bagaimana merubah mindset masyarakat terhadap keberagaman.

“Bagiamana hak-hak saudara kita yang disabilitas itu kita penuhi, bagaimana mereka mendapatkan kesempatan yang sama dalam berbagai hal dan bagaimana mereka ikut berkontribusi bagi pembangunan di Kota Kupang. Itu yang kita sebut inklusi,” terang dr Christian.

Menariknya, Dr Christian meminta agar dalam setiap kegiatan Pemkot disiapkan petugas Juru Bahasa Isyarat (JBI), yang harus seorang profesional yang bertugas menerjemahkan bahasa lisan ke dalam bahasa isyarat dan sebaliknya, terutama untuk orang-orang yang memiliki gangguan pendengaran atau tunarungu. Mereka tidak hanya menguasai bahasa isyarat, tetapi juga memiliki pemahaman tentang budaya dan pengalaman linguistik yang berbeda.

Lurah Naikoten I, Budi Imanuel Izaac menjelaskan, dengan keterbatasan yang dimiliki, Kelurahan Naikoten 1 berkomitmen memberikan layanan pada semua elemen masyarakat tanpa ada batasan. “Kami tidak puas hanya menjadi Kelurahan Ramah Disabilitas. Kami juga berkomitmen untuk kedepannya menjadi Kelurahan Inklusi. Tentunya dengan melengkapi dokumen dan fasilitas yang diisyaratkan, seperti pengadaan playground untuk anak-anak, ruang menyusui untuk ibu-ibu dan lainnya,” tegas Budi Izaac.

Menurut dia, sejak 2023 berkolaborasi dengan Garamin dan Ketua LPM, tomas, dan toga, berhasil membuat satu kelompok Difabel Kasih Naikoten I, yang ditetapkan dengan SK Lurah.

“Melalui kelompok Difabel Kasih Naikoten I, kami berusaha untuk bisa menjangkau disabilitas yang ada di kelurahan ini, di 28 RT dan 11 RW,” kata Budi Izaac, dan mengakui, pada awal pendataan terdapat 32 orang difabel, setelah dilakukan sosialisasi dan pendekatan, bertambah menjadi 65 orang. Tapi kini tersisa 59 orang. (jdz)