Ingat! New Normal Bukan Celah untuk Lengah

by -9 Views

KEHIDUPAN new normal sudah di depan mata. Terhiting mulai besok, Senin 15 Juni 2020, Pemprov NTT memberlakukan kehidupan New Normal. Namun menerima kenormalan baru di masa pandemi covid-19 bukanlah bentuk kepasrahan, apalagi kekalahan. Ini adalah pilihan yang mesti diambil bahwa urusan kesehatan dan ekonomi harus sama-sama diperjuangkan.

Penanganan dan pengendalian virus korona terus dimaksimalkan, tetapi di sisi lain, aktivitas ekonomi juga sudah saatnya diberi ruang untuk bergerak. Semestinya memang tidak ada dikotomi antara persoalan kesehatan dan ekonomi, mana di antara keduanya yang harus diselesaikan terlebih dahulu oleh para pembuat kebijakan.

Toh, virus nyatanya bukan satu-satunya hal yang menakutkan saat ini. Voxpopuli Research Center pada Selasa (9/6) lalu merilis hasil survei yang isinya cukup menggelitik. Survei itu menyebut masyarakat memang masih khawatir tertular covid-19. Akan tetapi, jauh lebih banyak yang merasa takut tidak dapat bekerja dan tidak menerima penghasilan alias takut kelaparan.

Artinya, terlepas dari pro dan kontra yang menyertainya, pemberlakuan kenormalan baru dalam upaya menangani pandemi covid-19 memang menjadi salah satu opsi solusi yang bisa dipilih. Dalam bahasa Presiden Joko Widodo, new normal ialah proses menuju tatanan masyarakat yang aman dari covid-19, tetapi tetap produktif secara ekonomi.

Pada poin itulah sesungguhnya tantangan new normal. Menyinkronkan antara penangan- an virus yang hingga hari ini masih berkeliaran -bahkan  kurva  penyebaran covid-19 secara nasional belum menunjukkan tren turun– dan upaya menggerakkan roda ekonomi setelah tiga bulan masa pandemi nyaris berhenti, jelas bukan pekerjaan mudah.

Syaratnya berat. Tahapannya pun mesti ketat. Kehidupan new normal menuntut kemampuan adaptasi dan kepatuhan masyarakat terhadap kebiasaan-kebiasaan baru yang mengacu pada protokol kesehatan. Namun, di lain sisi, new normal juga membutuhkan aturan berikut penegakan aturan yang lebih jelas, lebih tegas. Ini penting karena dalam masa kenormalan baru, tidak boleh ada kelengahan dan kelalaian sedikit pun.

Kita sedang berperang melawan virus yang telah membunuh lebih dari 400 ribu orang di dunia serta mematikan sebagian besar aktivitas ekonomi global. Lengah berarti bencana, lalai ibarat langkah pertama menuju kekalahan. Dalam konteks Indonesia, pemerintah daerah memegang kuasa tak kalah penting dengan pusat. Merekalah yang pegang kunci syarat dan tahapan, sudah layak atau belumkah setiap daerah menerapkan new normal.

Sembarangan  membuka  kunci  itu, taruhannya besar, risikonya tinggi. Presiden juga sudah mengingatkan, keputusan membuka aktivitas masyarakat dalam kenormalan baru jangan sampai malah menciptakan gelombang kedua wabah. Karena itu, tahapan menuju new normal mesti betul-betul berbasis pertimbangan ilmiah, dikalkulasi berdasarkan basis epidemiologis, serta mempertimbangkan kesiapan manajemen daerah dalam pengawasan wabah.

Selain menyiapkan aparaturnya, negara, dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah, pada saat yang sama juga harus mempersiapkan publik agar siap menjalani kenormalan baru di tengah pandemi ini. Semua skenario kemungkinan mesti disiapkan supaya masyarakat tidak tergagap-gagap dan salah menangkap hakikat new normal.

Kolaborasi manis antara negara dan masyarakat ini yang akan menjadi kunci sukses tahapan new normal. Ketika keseriusan, konsistensi, dan ketegasan pemerintah bertemu dengan kepatuhan dan kedisiplinan publik menjalankan protokol kesehatan, pada saat itulah kita bisa benar-benar merasakan sebuah kehidupan normal yang baru, bahkan ketika pandemi ini sudah berakhir. (e-mi/jdz)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *