Hugo Rehi Kalembu.
KUPANG, mediantt.com – Politisi senior Partai Golkar yang mengukir sejarah menjadi anggota DPRD Provinsi NTT dan Kabupaten sembilan periode, Hugo Rehi Kalembu, menilai, rencana paslon Gubernur NTT Ansy-Jane menggelontorkan dana Rp 100 juta per desa, seperti yang disampaikan dalam debat putaran kedua, tidak realistis.
Bahkan, gagasan itu mengindikasikan kurangnya pemahaman komprensif terhadap kondisi fiskal daerah yang sangat terbatas. “Kondisi fiskal yang sangat terbatas itu mengakibatkan beberapa hal. Pertama, TPP ASN tersendat pembayarannya. Padahal TPP ini menjadi andalan ASN mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Kedua, Perda Perubahan No. 3 Tahun 2022 tentang penyertaan modal kepada BUMD tak dapat sepenuhnya direalisir,” jelas Hugo Rehi Kalembu kepada wartawan, Selasa (12/11/2024).
Hugo Rehi Kalembu menjelaskan, Bank NTT seharusnya diberi penyertaan modal sebesar Rp 361.000.000.000,- secara bertahap selama 4 tahun, tapi urung dilaksanakan. Perda terpaksa dilanggar karena Pemprov NTT kesulitan dana. “Konsekuensinya, Bank NTT kini diujung tanduk setelah gagal membentuk KUB bersama Bank DKI dan kini dengan sisa waktu kurang dari 2 bulan nasib bank NTT bergantung pada kemurahan hati bank Jatim. Jika sampai dengan 31 Desember 2024 skenario KUB dengan Bank Jatim gagal, maka Bank NTT terpaksa turun status jadi BPR,” katanya.
Selain Itu, Kawasan Industri Bolok (KIB) juga mengalami nasib yang sama, yaitu tidak mendapatkan penyertaan modal seperti yang ada dalam Perda Pembentukan PT Kawasan Industri Bolok, kendati sudah ada nominalnya dalam Perda Penyertaan Modal tersebut di atas.
“Kawasan Industri Bolok seluas 900 ha dengan kantor yang megah akan mubazir. Industri, investasi dan penciptaan lapangan kerja hanya jadi impian,” katanya.
Ketiga, dijelskan Hugo Kalembu, sebagian besar OPD Provinsi NTT hanya mendapatkan biaya rutin sehari-hari yang sangat sedikit. Dan hanya sedikit dana yang disiapkan untuk membiayai program-program tupoksinya.
“Keempat, semua Instalasi Daerah milik Pemprov NTT selama beberapa tahun terakhir merana hidupnya, karena tak ditalangi dana memadai dalam APBD; padahal semua instalasi daerah tersebut menjadi pusat pelatihan dan pusat percontohan di bidang kemakmuran rakyat, seperti instalasi sapi di Lili, Kabaru di Sumba Timur, Konda Maloba di Sumba Tengah, kambing otawa di Sumlili, instalasi kerbau di SBD, instalasi babi di Tarus, instalasi ikan di Noekele dan Tablolong, instalasi perkebunan Oelbupuk di TTS, instalasi perkebunan Nonbes di Kabupaten Kupang dan lainnya,” jelasnya.
Menurut Hugo Kalembu, dengan besaran APBD Provinsi NTT yang hanya Rp 5,3 triliun dan kekuatan PAD sekitar Rp 1,5 triliun, akan banyak program dan kegiatan penting tidak terbiayai seperti tergambar di atas. “Apalagi dengan beban pengembalian cicilan utang pada PT SMI setiap tahun sebesar Rp 200-an miliar. Jika gagasan Ansy-Jane menggelontorkan dana Rp 100 juta per desa, maka beban APBD per tahun akan naik sebesar Rp 335,3 miliar untuk 3.026 desa dan 327 kelurahan di seantero NTT. Dari analisa tersebut di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa gagasan menggelontorkan Rp100 juta per desa adalah tidak realistis dan mustahil diwujudkan,” sebutnya.
“Jika hal itu dipaksakan, maka NTT akan mengalami kondisi darurat dalam mengelola anggaran dan implementasi program pembangunannya,” kata Hugo Kalembu, menambahkan.
Sebelumnya dalam debat kedua Pilgub NTT di Auditorium Undana Kupang Rabu (6/11/2024), paslon 01 Ansy-Jane menggagas dana Rp100 juta per desa untuk pengembangan ekonomi di desa. Namun belum ada kejelasan anggaran ini diambil dari pos mana. (tim)