Oleh Frans Sarong
Wakil Ketua DPD I Golkar NTT/Ketua Bapilu Golkar NTT
Akademisi dari Fisip Unwira Kupang, Michael Rajamuda Bataona meminta Golkar, khususnya Golkar NTT, untuk sesegera mungkin menetapkan atau memastikan Melki Laka Lena atau Joseph Nae Soi, sebagai bakal calon gubernur (bacagub) pada Pilgub 2024. Dasar pertimbangan sang akademisi, untuk menghindari perpecahan di internal Golkar (Selatan Indonesia.com, Kamis, 6/5/2021).
Komentar Michael Rajamuda terkait langkah Golkar NTT yang secara resmi telah mengunggulirkan nama para bacagub dan bacawagub melalui rapat pleno lengkap secara virtual, Rabu (5/5/2021). Rapat itu sendiri dipimpin oleh Ketua DPD Golkar NTT, Melki Laka Lena, dihadiri kalangan pengurus DPD 1 dan ketua-ketua bersama jajaran pengurus DPD 2 Golkar Kabupaten/Kota se-NTT. Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Golkar NTT, Frans Sarong, dalam rapat itu mewacanakan para balon pilgub 2024, dari internal Golkar. Mereka adalah Melki Laka Lena dan Joseph Nae Soi sebagai bacagub. Disampaikan pula sejumlah nama bacawagub. Mereka di antaranya, Inche Sayuna, Hugo Rehi Kalembu, Ans Takalapeta, Gabriel Manek, Jonas Salean, Sebastian Salang, Herman Hayon, Anwar Pua Geno, Maksi Adipati Pari, Libby Sinlaeloe, Umbu Lili Pekuali, Angel Dian Da Silva, Herru Dupe, Yance Sunur, Ossy Gandut dan Nita Blegur (Kabar NTT.com, dan juga Selatan Indonesia.com, 5/5/2021).
Komentar Michael Rajamuda tak hanya menarik, tapi juga menyentak hingga perlu direspons. Apalagi – sebagaimana terekam melalui rangkaian beritanya – narasumber antara lain juga menyertakan sejumlah pertanyaan menantang. Sebut di antaranya: Apakah dua nama itu sudah final? Apakah cukup kuat secara elektoral? Siapakah dari keduanya yang akan diputuskan Golkar? Apakah keputusan itu akan diterima oleh bakal calon yang gagal lolos?
Komentar Michael Rajamuda yang disertai berbagai pertanyaannya itu sebenarnya semacam masukan yang layak saja. Apalagi dari seorang akademisi yang lalu dijudulkan sebagai pengamat. Meresponsnya tentu saja tidak dalam nada membantah. Nadanya sekadar meluruskan sesuai mekanisme baku yang selalu menjiwai penerapan berbagai kebijakan atau keputusan di internal Golkar.
Permintaan agar Golkar sesegera mungkin menetapkan satu dari dua bacagub 2024, apalagi dengan alasan untuk menghindari perpecahan di internal Golkar, adalah pandangan yang terlampau dini disertai kecemasan berlebihan. Alasannya, pengguliran nama nama bacacub dan bacawagub yang dilakukan Golkar NTT, Rabu (5/5/2021), adalah bagian dari tahapan penjaringan yang berawal dari para kader internal.
Yang namanya proses penjaringan demokratis dan moderat, tentu tidak langsung turun dengan nama tunggal. Sedapat mungkin melibatkan sebanyak mungkin kader potensialnya, sebelum melakukan penjaringan lebih meluas. Jadi dengan demikian, mudah-mudahan terjawab sudah kalau cagub atau cawagub 2024, dipastikan tidak langsung diputuskan pada tahapan penjaringan. Sesuai mekanismenya, masih ada tahapan lanjutan berwujud proses penggodokan secara terus menerus hingga berujung sebuah keputusan menjelang Pilgub 2024.
Tentang potensi perpecahan di internal Golkar jika tidak cepat memutuskan satu dari dua nama bacagub yang digulirkan, diyakini tidak bakal terjadi. Pasalnya, para kader Golkar selalu berpedomankan sistem. Mereka memiliki pemahaman secara baik mekanisme yang digunakan sebagai kerangka panduannya. Pengguliran para bakal calon sejak dini, malah disyukuri karena dengan dengan demikian mereka pun memiliki kesempatan luas untuk bersosialisasi diri demi elektoral dirinya.
Merujuk penetapan paket calon bupati menyongsong pilkada 10 kabupaten di NTT pada 9 Desember 2020, proses seleksi Golkar dengan sejumlah persyaratan. Dua di antaranya adalah persyaratan yang tidak bisa ditawar tawar, yakni kepastian hadirnya unsur Golkar dalam paket, lalu harus didukung hasil survei dengan elektabilitas optimis atau mumpuni.
Apakah (dua bacagub Golkar itu) cukup kuat secara elektoral? Pertanyaan ini pun terlampau dini. Pemahamannya, setiap kader boleh saja potensial dan dikenal luas, namun belum tentu linear dengan elektabilitas mumpuni. Atas dasar pemahaman seperti itulah hingga Golkar sejak dini menggulirkan nama nama para bacagub dan bacawagub-nya. Dengan begitu, mereka memiliki waktu luas untuk bersosialisasi diri. Insentif elektoral mumpuni hanya mungkin digapai jika didahului sosialisasi diri yang mumpuni pula.
Golkar pada saatnya nanti akan memutuskan – tentu saja satu nama – siapa sosok yang akan diusung menjadi cagub atau cawagub. Kembali mengutip pertanyaan Michael Rajamuda: “Apakah keputusan itu akan diterima oleh bakal calon yang gagal lolos?” Jawabannya, calon gagal lolos harus legowo menerimannya karena prosesnya merujuk kriteria baku yang dipersyaratkan dan telah menjadi pemahaman bersama.
Di ujung artikel pendek ini, sepantasnya menyampaikan apresiasi kepada akademisi muda, Michael Rajamuda Bataona, atas komentarnya di ruang publik terkait pengguliran bacagub dan bacawagub Golkar NTT menyongsong Pilgub 2024. Apa pun ritme nadanya, sepenuhnya diterima sebagai masukan berharga yang berujung pengayaan pemahaman.
Sekadar catatan tambahan, kepatuhan Golkar pada sistem sudah terbukti menjadi perekat kuat menghadapi kemungkinan terjadi konflik bahkan perpecahan di lingkungan internalnya. Lalu, menggulirkan banyak nama sebagai bacagub dan bacawagub, sekalian memberitahu publik kalau Golkar memang kaya kader. (***)