Sidang Paripurna DPRD NTT, Selasa (20/5).
KUPANG, mediantt.com – Fraksi Partai Demokrat DPRD NTT menyampaikan pandangan kritis terhadap Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi NTT 2025-2029. Fraksi Demokrat malah mengingatkan bahwa RPJMD harus menjadi peta jalan perubahan, bukan sekadar daftar anggaran dan target administratif.
Demikian Pemandangan Umum Fraksi Demokrat DPRD NTT terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi NTT Tahun 2025-2029, yang dibacakan dalam rapat Paripurna DPRD, Selasa (20/5/25).
Melalui juru bicaranya, Odylia Selati Kabba, Fraksi Demokrat menilai, dokumen strategis tersebut masih banyak mengandung kelemahan mendasar, baik dari sisi indikator, substansi program, maupun arah pembangunan.
“Fraksi Demokrat mengapresiasi semangat teknokratis dalam penyusunan RPJMD, tetapi banyak indikator outcome yang bersifat normatif dan seragam 100% setiap tahun, tanpa mencerminkan transformasi nyata yang berdampak langsung bagi rakyat, khususnya kelompok miskin, rentan, dan wilayah tertinggal,” tegas Odylia dalam rapat paripurna DPRD, Selasa (20/5/25).
Berikut Catatan Kritis Fraksi Demokrat terhadap Program Perangkat Daerah
Beberapa program strategis yang mendapat sorotan dan kritik tajam antara lain: (1) Pengelolaan Aset dan Pendapatan Daerah: Dinilai hanya fokus pada aspek prosedural, tanpa arah strategis pemanfaatan aset atau peningkatan PAD berbasis potensi lokal.
(2) Kepegawaian dan SDM: Indikator terlalu administratif, minim pengukuran terhadap dampak pelayanan publik dan kualitas kinerja ASN. (3) Penelitian dan Inovasi: Indikator seragam 100 persen setiap tahun mencerminkan pendekatan copy-paste, bukan dorongan riset berbasis kebutuhan riil daerah.
(4) Pengelolaan Perbatasan: Terlalu birokratis, tidak ada terobosan untuk menjadikan kawasan perbatasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. (5) Kesbangpol: Program strategis namun indikatornya terlalu umum, tanpa ukuran perubahan sosial-politik yang jelas.
Karena itu, Fraksi Demokrat mendesak Pemerintah Provinsi merevisi indikator outcome agar lebih realistis, bertahap, dan memberi manfaat nyata. “RPJMD harus menjadi peta jalan perubahan, bukan sekadar daftar anggaran dan target administratif,” tambah Odylia.
Kritik terhadap Kinerja Pemerintahan dan Target Pembangunan
Fraksi Demokrat juga menyoroti turunnya beberapa indikator pendidikan dalam RPJMD, seperti: Rata-rata lama sekolah turun dari 8,6 tahun (2025) menjadi 8 tahun (2030).
Juga, indikator literasi dan numerasi siswa SMK dan SLB tidak konsisten dan bahkan menurun. “Ini bertolak belakang dengan semangat peningkatan SDM unggul dan visi Indonesia Emas 2045. Penurunan ini harus dijelaskan secara rasional,” tegas Odylia.
Sementara itu, sektor lain yang juga dikritisi antara lain; ekonomi, infrastruktur dan inklusi.
Ekonomi: Kontribusi industri pengolahan terhadap PDRB menurun dari 2,46 persen (2024) menjadi 1,70 persen (2030). Indeks inovasi stagnan, dan pertumbuhan kewirausahaan daerah dinilai lambat.
Kesehatan dan Infrastruktur Sosial: Penurunan angka kematian diapresiasi, namun pasokan air baku sangat rendah dan akses hunian layak masih di bawah 65 persen.
Isu Gender dan Disabilitas: Target perlindungan sosial dan akses kerja untuk penyandang disabilitas masih minim (22,5 persen di 2029).
Pelayanan Publik: Capaian WTP dan SPBE diapresiasi, tetapi keterbukaan informasi dan konektivitas antarwilayah masih lamban.
Atas semua kritik dan sorotan tersebut, Fraksi Demokrat menyerukan agar RPJMD NTT 2025-2029 disusun lebih progresif dan responsif terhadap kebutuhan rakyat. Indikator harus ambisius, implementatif, dan berkeadilan.“Fraksi Demokrat akan terus mengawal agar RPJMD ini benar-benar menjadi alat untuk menghapus kemiskinan ekstrem, memperkuat SDM unggul, menciptakan lapangan kerja produktif, dan menjaga lingkungan hidup,” tutup Odylia. (jdz)