FPG DPRD TTU Minta OPD Teknis untuk Tender Kerja Sesuai Regulasi

by -8 Views

Dionisius Ulan, S.Pt, M.Si

KEFAMENANU, mediantt.com – Fraksi Partai Golkar (FPG) DPRD TTU mengingatkan organisasi perangkat daerah (OPD) teknis, yang berkaitan dengan tender pengadaan barang dana jasa, agar bekerja sesuai regulasi.

Hal ini disampaikan dalam Pendapat Akhir Fraksi Partai Golkar DPRD TTU terhadap Pengantar Nota Keuangan tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2020 dan Pengantar Ranperda tentang RPKMD TTU TA 2021-2026, dalam Sidang I DPRD TTU Tahun Sidang 2021, Jumat (20/8).

Pendapat Akhir FPG yang diterima mediantt.com, Jat (20/8) itu ditandatangani oleh Ketua Fraksi Dionisius Ulan, S.Pt, M.Si dan Sekretaris Klemen Anin.

FPG berpendapat, berhubungan dengan tender pengadaan barang dan jasa lingkup Pemda Kabupaten TTU yang secara teknis di lakukan oleh ULP lewat Pokja pengadaan barang dan jasa, terutama untuk pekerjaan fisik, FPG menegaskan agar pelaksanaannya di beberapa OPD teknis selalu harus berdasarkan regulasi dan merujuk
pada peraturan presiden atau Perpres yang terbaru. Hal ini agar tidak melanggar aturan teknis dalam hal ini Peraturan Menteri PUPR dan Perpres.

“Artinya selalu diupayakan agar tidak dikangkangi dan dibuat semau Pokja dengan akibatnya adalah menurunkan mutu pekerjaan fisik dan merugikan pembangunan di TTU. Bahkan menimbulkan dampak destruktif ikutan yang sulit terkendalikan oleh Pemda atau OPD terkait,” begitu sikap FPG.

FPG juga mengingatkan bahwa banyak paket pekerjaan Pokja yang menggunakan sistem Reverse Auction harus mengacu pada Peraturan Menteri PUPR RI No.14 tahun 2020 tentang standar pedoman pengadaan jasa kontruksi melalui penyedia pada paragraf 6, pasal 91 yang menyebutkan bahwa : metode penyampaian penawaran harga secara berulang pada tender (e-reverse auction) tidak diberlakukan untuk jasa konsultasi kontruksi dan pekerjaan kontruksi agar dampaknya tidak merusak tujuan pekerjaan yang hendak dicapai.

“Secara khusus FPG melihat bahwa apabila kita tidak mengevaluasi dan mengingatkan ULP dan Pokja sebagai pihak pelaksana teknis maka dampak buruknya bisa menurunkan kualitas pekerjaan. Karena itu setiap tahun kita selalu diperhadapkan pada sikap menghabiskan banyak anggaran hanya untuk pemeliharaan berkala dan lain-lain. Akibatnya masyarakat TTU akan rugi bahkan hilirnya bisa tidak menemukan antisipasi atau jalan keluar secara baik dan benar,”.

Wajib Miliki KSA

FPG juga menegaskan agar keempat personil managerial; manager teknis, maneger proyek, maneger keuangan, dan ahli K3 kontruksi, sesuai Permen PUPR No 14/2020, wajib memiliki satu sertifikat kompetensi kerja (SKA) dan untuk mengubah atau menambahkan persyaratan dokumen kualifikasi yang merupakan kualifikasi tambahan khususnya berkaitan dengan menambah personel yang diisyaratkan untuk menambahkan aturan dukungan distributor atau pabrik pada dukumen kualifikasi pekerjaan konstruksi, maka wajib mendapatkan persetujuan pejabat pimpinan tinggi madya pada kementerian atau lembaga setara eselon 1 seperti diatur dalam Permen PUPR No.14 Tahun 2020 pasal 58.

Sedangkan untuk peralatan utama
maksimal hanya enam unit dan tidak diperkenankan melampirkan peralatan tambahan seperti: cangkul, linggis, gerobak sorong dan lain-lain pada dokumen RKK. Bahkan FPG minta agar semestinya ULP dan Pokja tidak menambahkan syarat-syarat tambahan yang sesungguhnya secara regulasi teknis tidak diperbolehkan, betapapun ada penyedia yang tidak dipersoalkan dan sampai saat ini belum juga ada kelompok badan hukum yang membawa hal tersebut ke ranah hukum yang hilirnya bisa berakibat pada gagalnya berbagai paket pekerjaan yang sebetulnya menjadi kebutuhan prioritas masyarakat dan daerah.

FPG juga menyoroti gagalnya tender paket pekerjaan pembangunan gedung Puskesmas Mamsena yang bersumber dari DAK TA. 2020, padahal secara teknis di Pokja dan ULP sudah sampai pada tahapan penetapan pemenang.

Karena merugikan masyarakat dan
daerah, maka beberapa hari lalu sudah ditangani Kejari Kefemenau dengan kesimpulan bahwa Pokja yang bersangkutan harus bekerja secara profesional dan tidak boleh diintervensi oleh siapapun pejabatnya termasuk kepala Kejaksaan Negeri Kefamenanu sendiri.

Karena itu, FPG mengharuskan kepada Pokja OPD terkait agar tidak mengulangi lagi masalah yang sama di waktu-waktu mendatang. Apalagi mengulangi kesalahan yuridis yang akibatnya menimbulkan multi interpretasi di mata publik dan pada
akhirnya merugikan masyarakat penerima manfaat tersebut. (jdz)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *