“Oh Raja Levo…Raja Lera Fule Tana Eke…Doro Hau Samane Fai Mate Selaka…Nei Berkat Dore Ana Belake Kera Bine Ene…Untuk Kame di Ata Levuri, Ata Tana Re’e…Dore Ata Nura Follo, Duli Pali Ata Fai Fullu…Dile Cucu Kolo Keka Bure… Pai Gere Hode di Tuo…Napi di Blimut… Tobo Bi Lodo, Dei Ake Sole”.
ITULAH sapaan adat ala Lamalera dari Yakobus Keraf selaku belake, ketika menerima Pater Piter Dile Bataona, SVD, memasuki altar suci untuk merayakan syukur 25 Tahun Imamat, bersama Ikatan Keluarga Besar Lamalera (Ikebela) Kupang di kediaman Yoakim Bataona, Jumat (4/9/2015). Sebelumnya, sang Yubilaris dijemput dan diarak dengan tarian/soka seleng dari istri-istri suku Blikololong, Bataona dan Lewotukan. Suasananya sangat inkulturatif. Semua orang Lamalera dan Lamaholot hadir mengenakan novi dan kvatek. Setelah mereciki keluarga dan semua undangan dengan air berkat suci, Pater Piter yang didampingi empat imam konselebran, memulai perayaan ekaristi, diiringi koor dari suster-suster SSPS dan para bruder juga frater.
Dalam homilinya, Pater Piter Dile yang menerima urapan imamat pada 12 Agustus 1990 ini, berkata, “Saya tidak merasakan ada sesuatu yang hebat dalam diri saya. Belum banyak hal yang dilakukan untuk sebuah perayaan Perak 25 tahun. Di tahun, 1990, saya bertanya pada diri sendiri, apa makna hidup saya, mengapa saya dipanggil. Ketika kubuka alkitab langsung ditunjukan bacaan injil; Tuhan Membutuhkan (Mat. 21:3)”.
Ia menuturkan, dirinya hanyalah hamba yang tidak berguna. Perjalanan imamat yang dilalui penuh lika dan liku, onak dan duri. “Karena itu, pada kesempatan syukur ini, refleksi saya adalah merenungkan betapa besar kasih setia Tuhan yang membimbingku dalam segala rintangan dan halangan,” katanya.
Ia berkisah, ketika akan ditahbiskan, begitu berat tantangan yang dihadapi. Jadwal pentahbisan yang seharusnya di kampung halaman, Lamalera, harus dibatalkan, tapi akhirnya ditahbiskan di Ledalero. “Saat itu saya begitu bertekad menjadi imam, tapi terlalu banyak hambatan dan rintangan. Tapi setelah membaca teks Mateus 21;3, saya menyadari Tuhan membutuhkanku. Dan saya mau menjadi keledai dan memang saya cuma seekor keledai tunggangan dan diatas pundak saya ada Raja Agung Tuhan, yang selama 25 tahun saya wartakan. Dialah sumber inspirasi dan kekuatanku selama 25 tahun menjadi imam,” kata Pater Dile Bataona, yang merayakan 25 Tahun Imamat bersama saudarinya, Sr Sintha Bataona, CB, yang juga genap 25 Tahun Hidup Membiara.
Syukur 25 Tahun Imamat ini telah dirayakan di Gereja St Petrus Paulus Lamalera pada 16 Agustus 2015 lalu. Mengutip josefbataona.com, hari itu, Suku Bataona dan masyarakat Lamalera secara adat menerima Pater Piter dan Sr Sintha masuk desa, masuk ke dalam rumah suku. Mereka sudah lama berkiprah di luar, karena itu ada alasan yang kuat untuk menghadirkan mereka di tengah masyarakat desa untuk sebuah Perayaan Syukur.
Di ambang masuk desa, kedua Yubilaris disambut Tiga Rumah Besar Suku: Suku Lakawolo, Lengobele, Asimu. Di tengah kampung, menjelang Rumah Besar Bataona, mereka sudah dihadang penyambut yang membawa tuak, rokok dan sirih pinang. Ini merupakan sajian dalam acara penerimaan.
Mereka dikalungi kain sarung, disuguhkan tuak, rokok dan siri pinang. Selanjutnya diarak ke rumah Besar Bataona diiringi lagu daerah (lie knatap). Perjalanan mengarak kedua Yubilaris ini berujung di Gereja, setelah menempuh jarak 3 km berjalan kaki, disambut oleh pastor paroki dan umat yang berkumpul, dengan lagu: “Semua bunga ikut bernyanyi, gembira hatiku…. Segala rumput pun riang ria…Tuhan Sumber gembiraku”…(jdz)
Foto : Pater Piter Dile Bataona bersama empat imam konselebran.