Pencegahan Korupsi Daerah Mengecewakan

by -122 views

JAKARTA – Akar kejahatan korupsi sudah menjalar dari pusat hingga ke daerah. Karena itu, tak mengherankan jika berita kepala daerah yang tersangkut atau ditangkap karena korupsi terus saja bermunculan.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mulai mengevaluasi aksi daerah dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi (AD-PPK) sepanjang 2014. ”Hasilnya sangat mengecewakan,” ujarnya dalam dokumen laporan bahan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah 2016 yang diperoleh Sabtu (2/5/2015).

Data Kemendagri menunjukkan, untuk tingkat pemerintah provinsi, hanya 41,18 persen yang dinilai memuaskan karena menunjukkan komitmen pencegahan dan pemberantasan korupsi. Sedangkan 58,82 persen dinilai mengecewakan. Nah, untuk tingkat kabupaten/kota, hasilnya benar-benar membuat sedih. Sebab, hanya 9,25 persen yang masuk kategori memuaskan. Sedangkan 90,75 persen sisanya mengecewakan.

Menurut politikus senior PDIP itu, komitmen daerah dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi dinilai mengecewakan jika pemda tidak memiliki inisiatif untuk mencegah penyimpangan di beberapa area rawan korupsi. Ada lima hal yang disorot. Pertama, dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Kedua, di bidang perizinan. Ketiga, pelaksanaan pungutan pajak dan retribusi daerah. Keempat, pengadaan barang dan jasa dari alokasi belanja APBD. Kelima, belanja hibah dan bantuan sosial.

Karena itu, Kemendagri mendorong seluruh daerah segera menetapkan aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi dalam program prioritas 2016. Hal tersebut terkait dengan bakal dimulainya penyusunan APBD 2016 antara pemda dan DPRD pertengahan tahun ini.

Tjahjo menyebutkan, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan kepala daerah untuk membangun komitmen antikorupsi di segala lini. Misalnya memantapkan reformasi birokrasi pada area pelayanan publik untuk mencegah terjadinya pungutan liar atau potensi korupsi di bidang perizinan dan pajak/retribusi. Selain itu, menetapkan zona integritas serta membentuk unit pengendalian gratifikasi dan whistle-blower system (sistem pelaporan tindak pidana dalam organisasi).

Perbaikan sistem pencegahan dan pemberantasan korupsi di daerah memang mendesak untuk dilakukan. Sebab, jumlah pejabat daerah yang tersangkut perkara korupsi menunjukkan tren naik.

Koordinator Divisi Investigasi dan Publikasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun menyatakan, sepanjang 2014 ada 47 kepala daerah yang menjadi tersangka kasus korupsi. ”Naik dibanding 2013 yang sebanyak 35 kepala daerah,” katanya.

Penyusunan dan pelaksanaan APBD sepertinya memang menjadi area kritis rawan korupsi. Karena itu, selain kepala daerah, banyak anggota DPRD yang juga terjerat kasus korupsi. Data menunjukkan, pada 2014 ada 81 anggota DPRD yang menjadi tersangka kasus korupsi. Jumlah tersebut naik dibanding 2013 yang 60 orang. ”Jadi, tren korupsi di eksekutif dan legislatif sama-sama naik,” ucapnya.

Tama menyebutkan, ada tiga faktor yang membuat kasus korupsi yang melibatkan pejabat di daerah kian masif. Pertama, biaya politik saat pemilihan kepala daerah mahal. Kedua, hukuman yang dijatuhkan kepada koruptor kurang berat sehingga tidak membuat jera. Ketiga, pemberantasan korupsi oleh aparat penegak hukum kian gencar. ”Langkah konkret perbaikan bisa dimulai dengan transparansi saat penyusunan maupun pelaksanaan APBD,” tuturnya. (jp/jk)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *