Rote Ndao, mediantt.com — Senator/Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Nusa Tenggara Timur, Ibrahim Agustinus Medah, mengatakan, kawasan yang berada di wilayah paling selatan Indonesia dan berbatasan dengan Australia menjadi daerah yang butuh perhatian khusus dari pemerintah. Salah satunya adalah kampung Oeinalain di Dusun Soao, Desa Daiama, Kecamatan Landu Leko, Kabupaten Rote Ndao, yang dikunjungi selama dua hari, 4-6 Maret 2015.
Menurut Ibrahim, kampung yang hanya dihuni oleh 11 Kepala Keluarga (KK) itu sangat terisolir. Sebab, untuk sampai ke kampung itu hanya bisa dilakukan dengan menggunakan transportasi laut. Meskipun kampung Oeinalain masih satu daratan dengan Pulau Rote, namun karena ketiadaan akses jalan raya, maka bertahun-tahun lamanya warga di dusun itu harus menempuh penyebrangan dengan kapal motor selama 25 menit dari pusat ibu kota Kecamatan Landu Leko.
“Bukan soal jumlah kepala keluarga yang menghuni kampung ini sekitar 11 KK saja, tetapi karena ada kehidupan di wilayah ini. Sehingga kita perlu datang untuk menemui warga dan mendapatkan apa yang menjadi harapan mereka kepada pemerintah,” ujar Ibrahim ketika mengunjungi wilayah itu selama dua hari.
Usai mengunjungi wilayah itu, Senator Medah langsung menemui Bupati Rote Ndao Leonard Haning, untuk menindaklanjuti keluahan warga soal infrastruktur jalan dan jembatan di Oeinalain. Menurut Medah, Pemda Rote Ndao langsung merespon keluahan itu dan akan membuka jalan dari Desa Sotimori Kecamatan Landu Leko menuju Laut Mati yang berjarak sekitar 6 kilometer.
“Jika membutuhkan anggaran dari pusat, maka saya selaku senator siap membantu dengan cara membangun komunikasi dengan kementerian terkait. Bisa dengan mengarahkan anggaran dari pusat untuk membuka keterisolasian wilayah di daerah, apalagi yang berbatasan dengan Australia,” ujar Ibrahim.
Seribu Mulut
Camat Landu Leko, Josafaat Faah menjelaskan, warga kampung Oeinalain yang sebagian besar merupakan petani rumput laut, tidak memiliki dermaga yang layak. Warga hanya memanfaatkan bebatuan alam yang ada di pinggir pantai sebagai dermaga tambatan perahu motor atau sampan.
Josafat menilai seperti Raja Ampat di Provinsi Papua Barat, deretan batu-batu besar yang terhampar di laut lepas membuat warga setempat menamakan selat itu dengan sebutan mulut seribu. “Banyak kapal-kapal baru dengan nahkoda yang belum terbiasa melewati laut ini sering kali tersesat hingga berbulan-bulan,” jelas Josafaat.
Warga Kampung Oeinalain, Musa Mesah, menaruh harapan besar kepada pemerintah. Ia dan warga di kampung itu sangat mengharapkan pembangunan jalan dan jembatan yang akan dijadikan tambatan perahu.
“Kami punya banyak rumput laut yang dihasilkan. Namun karena jalan dan jembatan tambatan perahu tidak ada, sehingga sering rumput laut kami rusak tidak bisa dijual,” ujar Musa yang kini berusia 68 tahun dan mengaku sejak lahir tinggal di kampung itu.
Musa menambahkan, wilayah Oeinalain memiliki potensi ekonomis dan pariwisata yang sangat menarik dengan adanya laut mati di wilayah itu. Disebut laut mati karena, di wilayah itu terdapat sekitar lima telaga yang rasanya asin, namun hanya ada jenis ikan air tawar yang hidup di laut mati itu. (laurens leba tukan)
Ket Foto: Senator Ibrahim Agustinus Medah (memakai kaca mata/kiri) saat bersama warga hendak berlabu di dermaga darurat di Kampung Oeinalain, Dusun Soao, Desa Daiama, Kecamatan Landu Leko, Kabupaten Rote Ndao, Rabu (4/3/2015). Foto : Laurensius Leba Tukan)