KASUS Mitra Tiara, lembaga keuangan non bank di Larantuka, Flores Timur, yang kolaps karena memberikan pinjaman kepada nasabah dengan bunga tinggi, sejatinya menjadi entry point bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur untuk mengenal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang memiliki kekuasaan besar (superbody) seperti diatur dalam UU No 21/2011. Publik masih mempertanyakan manfaat OJK yang diberi kewenangan luas untuk mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan.
Sepak terjang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di NTT yang sudah berjalan hampir satu tahun, masih mendapat sorotan publik NTT. Sebab, publik Flobamora ingin mengetahui dan mendapat kepastian bahwa keberadaan OJK benar-benar memberi manfaat bagi industri keuangan yang diawasinya. Publik pun ingin memastikan bahwa kehadiran OJK memberi manfaat bagi masyarakat luas dan berdampak positif terhadap perekonomian nasional.
Pertanyaan publik NTT seputar manfaat OJK itu wajar, mengingat lembaga ini diberi kewenangan yang luas untuk mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan. Apalagi OJK juga memiliki karyawan yang cukup besar untuk menjalankan roda organisasinya. Untuk kegiatan operasionalnya, OJK mendapatkan pendanaan dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan mulai tahun ini diberi kewenangan menarik iuran dari industri keuangan yang diawasi. Pungutan ini juga menjadi kekhawatiran publik, apakah OJK mampu menjaga independensi terhadap lembaga yang diawasinya. Disinilah tantangannya, OJK dituntut transparan dan bersikap adil terhadap semua pelaku industri jasa keuangan.
Kalangan pelaku sektor keuangan pun menilai fungsi OJK sebagai regulator di industri jasa keuangan belum terlihat. Sebagai lembaga yang baru hadir di NTT, OJK harus menunjukkan kemampuan menjalankan kewajibannya sesuai aturan yang berlaku dan bergerak secara independen dan transparan. Seiring berjalannya waktu, OJK harus membuktikan apakah bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat dan ekonomi atau tidak.
Di sisi lain, masyarakat dan pelaku usaha pun harus mau memberi kesempatan kepada OJK untuk bisa menunjukkan peranannya, meski ada beban iuran kepada pelaku industri jasa keuangan. Hanya dengan kesempatan itulah OJK bisa membuktikan diri dan sekaligus menepis keraguan masyarakat dan pelaku industri jasa keuangan. OJK harus bisa memberikan kepastian kepada masyarakat dengan mengawasi penggunaan anggaran, sekaligus menilai kinerja OJK sendiri, karena OJK telah mengambil alih wewenang Bank Indonesia (BI) sebagai regulator di industri perbankan, termasuk mengawasi secara perorangan melalui perlindungan konsumen.
File jurnalistik media ini mencatat, ketika hadir di NTT pada Februari 2014 silam, Kepala OJK NTT, Winter Marbun, sudah memastikan bahwa kehadiran OJK di NTT mengemban misi utama; mengawasi seluruh lembaga keuangan, mulai dari perbankan, asuransi, dana pensiun, pegadaian, multi finance dan pembiayaan-pembiayaan lainnya, seperti BPJS dan Jamsostek. Dengan fungsi utama ini saja, sudah jelas bahwa kehadiran lembaga ini sangat vital demi penyehatan dan penyelamatan keuangan rakyat yang dikelola lembaga keuangan publik, baik bank maupun non bank. Artinya, OJK memberikan jaminan keamanan dan keselamatan keuangan masyarakat pada lembaga-lembaga keuangan sehingga tidak merugikan masyarakat itu sendiri, tapi justeru menyelamatkan keuangan rakyat.
“OJK melindungi masyarakat sebelum dan setelah terjadinya masalah keuangan. Kalau sebelum ada masalah, OJK memberikan edukasi, pengenalan dan sosialisasi kepada masyarakat terkait produk-produk keuangan dan seperti apa manfaat dari produk-produk tersebut. Setelah ada masalah, OJK memberikan pemahaman kepada masyarakat bagaimana mengatasi dan bagaimana melaporkannya serta kepada siapa. Ini salah satu upaya kita supaya masyarakat bisa mengaduh kepada OJK. Caranya, bisa melalui telepon, email dan tweeter. Ada semua salurannya sekarang. Bisa pakai telepon atau SMS ke 500 655. Atau bisa juga langsung ke Kantor OJK NTT dan petugas siap melayani pengaduan,” terang Winter saat itu.
Karena itu, masyarakat NTT harus memberi kepercayaan kepada OJK karena OJK telah memberikan keharusan kepada semua lembaga keuangan untuk selalu memberikan laporan-laporan perkembangan keuangannya per minggu, per bulan, per tri wulan dan per tahun. Jadi, semua lembaga keuangan yang berkaitan dengan pelayanan publik, wajib hukumnya diaudit.
Manfaat lain yang amat penting kehadiran OJK adalah kegesitan OJK mereaksi pengaduan konsumen. Bahwa ketika ada laporan masyarakat masuk ke sistem OJK, maka sistem OJK itu akan langsung terkoneksi ke sistem bank yang dilaporkan, sehingga bank tersebut langsung mengetahui ada pengaduan dari lembaga keuangan terkait masalah keuangan dan langsung ditindaklanjuti. Langkah berikutnya, OJK memediasi masalah yang dialami pihak kedua tersebut untuk diselesaikan.
“Kalau masalah yang kecil biasanya langsung dimediasi dan diselesaikan. Namun, kasus yang besar langsung ke penegak hukum. OJK juga sudah bisa melakukan penyidikan. Kalau dulu harus melalui kepolisian, sekarang sudah bisa melakukan penyilidikan,” jelas Marbun. Apalagi, saat ini OJK sudah memiliki Satgas Waspada Investasi, yang beranggotakan Polisi, Koperasi, Asuransi, Bapokpam, dll. Karena ada produk-produk keuangan yang membutuhkan unsur-unsur tersebut, sehingga bisa dipilah-pilah kasusnya. Tugasnya, melihat kasus-kasus unsurnya kemana. Kalau korupsi langsung ke Tikikor dan KPK, OJK hanya mengawasi.
Selama ini, pengetahuan masyarakat tentang lembaga keuangan juga masih minim, akibatnya banyak masyarakat terjebak dalam lembaga keuangan ilegel. Karena itu, tugas OJK juga memperkenalkan ke masyarakat tentang fungsi dan manfaat dari lembaga-lembaga keuangan, agar masyarakat tidak dikibuli dengan bisnis kuangan bodong yang merugikan, seperti kasus Mitra Tiara ilegal di Flores Timur yang telah merugikan masyarakat karena kurangnya pemahaman. Artinya, lembaga keuangan diawasai oleh OJK agar tidak kolaps. Jadi manfaat utama OJK adalah demi kesehatan lembaga keuangan publik dan menyelamatkan keuangan masyarakat.
Pada prinsipnya, semua lembaga keuangan dimintai pertanggungjawab keuangan, kecuali koperasi, karena koperasi memiliki undang-undang sendiri, yaitu undang-undang koperasi. Kalau OJK Independen, namun tetap berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan RI dan Bank Indonesia. Tujuan besar kehadiran OJK —tentu saja secara nasional juga— agar sistem pengawasan keuangan di Indonesia stabil dan sehat.
Dalam jangka pendek, OJK ingin memastikan bahwa proses pengawasan dapat berjalan mulus dan baik. Karena itu, tentunya di tahap-tahap awal, yang sering diistilahkan dengan tahapan stabilisasi, OJK NTT tidak mempunyai prioritas untuk sesegera mungkin melakukan perubahan-perubahan atas peraturan perbankan yang saat ini berlaku, kecuali urgensinya memang sangat tinggi. Untuk menjaga kontinuitas, beberapa usulan kebijakan yang telah ada di BI dan disosialisasikan ke industri namun karena waktu belum dapat dikeluarkan dapat dilanjutkan oleh OJK apabila memang dirasa sesuai dengan program yang dicanangkan OJK.
Selain itu, pengawasan juga akan terkait dengan kewenangan. Ibarat dua sisi mata uang, pengawasan dan kewenangan saling terkait dan berhubungan erat. Pengawasan yang tidak dikuti kewenangan untuk bertindak, tidak akan efektif. Kewenangan ini dapat memberikan power (yang positif) dalam proses pengawasan.
Dengan beragam tantangan yang ada dalam industri non bank, tak heran jika OJK sejak pertama berjalan sudah mencanangkan akan memperketat pengawasan pada semua lembaga jasa keuangan. Pengetatan itu sebagai upaya untuk melindungi konsumen jasa keuangan. (josh diaz)