Transparancy dan Bengkel APPeK Buat Kajian tentang Pemulihan Kerugian Korban Korupsi

oleh -132 Dilihat

Ilustrasi.

KUPANG, mediantt.com – Dengan merujuk pada kerangka hukum dan kebijakan antikorupsi di Indonesia yang selama ini masih dibangun di atas asumsi bahwa negara adalah satu-satunya korban sah dari tindak pidana korupsi, maka Transparency International Indonesia bersama Bengkel Advokasi Pengembangan dan Pemberdayaan Kampung (APPeK), melakukan kajian tentang pemulihan kerugian korban korupsi di Indonesia.

Kegiatan bertema “Memulihkan Yang Terlupakan: Kajian Kontemporer tentang Diskursus Pemulihan Kerugian Korban Korupsi di Indonesia dan Peluang Reformasinya” ini, dilaksanakan di Hotel Aston Kupang, Selasa (12/8/2025).

Dalam kerangka acuan yang diterima mediantt.com, Senin (11/8) malam, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Danang Widoyoko, menjelaskan, selama ini telah terjadi “kebutaan struktural”, dimana korupsi diperlakukan sebagai kejahatan terhadap negara semata. Padahal kenyataannya korban terbesar adalah kepada warganya.

“Dalam sejumlah kasus seperti korupsi dana bantuan sosial, proyek infrastruktur mangkrak, atau pengadaan layanan kesehatan yang tidak memadai, masyarakat mengalami kerugian konkret yang berdampak pada hak atas hidup, kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Namun, sistem hukum tidak memberi ruang bagi mereka untuk tampil sebagai subjek hukum, apalagi menuntut kompensasi atau reparasi,” tegas Danang.

Karena itu, menurut dia, Transparency International Indonesia Bersama Bengkel APPeK menilai penting untuk merefleksikan kembali transformasi paradigma antikorupsi di Indonesia, dari pendekatan yang semata retributif dan negara-sentris, menjadi pendekatan yang lebih restoratif dan berpusat pada korban melalui penyusunan kajian “Memulihkan Yang Terlupakan: Kajian Kontemporer tentang Diskursus Pemulihan Kerugian Korban Korupsi di Indonesia dan Peluang Reformasinya”.

Untuk itu, pihaknya mengundang semua stakeholder tekait dan jaringan masyarakat sipil agar terlibat dalam diskusi dimaksud.

“Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam
pembenahan hukum dan institusional yang menempatkan korban sebagai subjek utama dalam upaya pemberantasan korupsi,” katanya.

Dijelaskan, Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC) dalam Pasal 35 mengakui hak korban korupsi untuk memperoleh kompensasi dan juga tercermin dalam dua resolusi Dewan HAM PBB pada tahun 2021. Sejumlah negara juga mulai membuka ruang bagi masyarakat sipil atau organisasi korban untuk mengajukan gugatan atau berpartisipasi dalam proses peradilan.

Dia juga menyebutkan, kajian atau FGD ini bertujuan mengembangkan, memperdalam, dan mempertajam informasi serta argumentasi yang telah dimuat di dalam draf kajian, baik dari aspek tantangan struktural, jalur pemulihan kerugian korban korupsi hingga upaya rekomendasi kedepan di Indonesia.

Melalui kegiatan ini, diharapkan sejumlah output utama dapat dicapai, antara lain: (1) Teridentifikasinya masukan kritis terhadap draf kajian yang telah disusun, baik secara
struktur penulisan, isu etis, hingga substantif; (2) Teridentifikasinya informasi-informasi baru tentang aspek tantangan struktural, jalur pemulihan kerugian korban korupsi hingga upaya rekomendasi ;

(3) Teridentifikasinya langkah tindak lanjut untuk membentuk ruang diskusi konstruktif tentang menggagas agenda pemulihan kerugian korban korupsi. (jdz)