Oleh Frans Sarong
Wakil Ketua Golkar NTT
TITUS Uly setidaknya berlatarbelakang tiga kompetensi. Ia polisi, politisi dan pendidik. Putra kelahiran Sabu Raijua, 15 Mei 1920 itu juga pribadi “cool”. Ketika menjadi Ketua DPD Golkar NTT periode 1979-1984, Titus Uly dijuluki sebagai sosok yang berkemampuan menyejukkan tensi politik di daerahnya itu.
Sebagai polisi, Titus Uly pada masanya sempat menginspirasi kaum muda bahkan menjadi kebanggaan NTT. Bertapa tidak! Di usianya yang masih 28 tahun, ia sudah menduduki jabatan penting. Sebut di antaranya, Danres (sekarang Kapolres) Alor (1948 – 1949), Selanjutnya berturut turut Danres Sikka (1949-1950), lalu diorbitkan menjadi Kepala Kepolisian Daerah NTT, yang ketika itu disebut Kepala Kantor Kepolisian Komisariat atau KP Kom NTT (1950-1952). Ia juga pernah menjadi Danres Kutai Selatan (1958-1959). Selanjutnya setelah lulus dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Titus Uly menjadi dosen di kampusnya itu (1964-1969). Lalu dipercayakan sebagai Kepala Staf Komdak XVII Nusa Tenggara (1969-1973).
Seturut sekolahnya, Titus Uly memang pendidik. Ia tamatan Sekolah Pendidikan Guru HIK Kristen Surakarta (1942). Juga tamatan Sekolah Pendidikan Guru Sekolah Jepang di Jakarta, tahun 1943. Seiring pendidikannya itu ditambah gelar S1 dari PTIK, Titus Uly diberi kepercayaan mengemban sejumlah jabatan sebagai pendidik. Selain menjadi dosen PTIK, ia pernah dipercayakan menjadi Kepala Dinas P dan K NTT (1974-1976), dosen tidak tetap di Undana Kupang (1970-1976) hingga diangkat menjadi Dekan Fakultas Keguruan di kampus yang sama tahun 1978-1981.
Lepas dari dinasnya sebagai polisi dan pendidik, Titus Uly “pindah kamar” menjadi politisi. Kepindahannya itu ditandai pengangkatannya sebagai Ketua Golkar NTT periode 1979-1984. Kepercayaan itu datang ketika Ben Mboi sebagai Gubernur NTT selama dua periode (1978-1988).
Seperti dikisahkan Ny Leonie Uly Tanya, kiprah Titus Uly bersama Golkar sebenarnya sudah berlangsung lama. Selain sebagai dosen PTIK (1964-1969), ia juga berperan sebagai pembina Sekretariat Bersama atau Skber Golkar, yang secara resmi terbentuk di Jakarta, 20 Oktober 1964.
Di Kuburan Umum
Titus Uly sudah pergi untuk selamanya, di Kupang, 4 Februari 1989. NTT berkabung. Saat itu, ribuan warga melayat. Suasana perkabungan tidak hanya mengembuskan ketokohon almarhum, tetapi sekaligus juga memancarkan jejak kesederhanaannya. Tergolong pejabat tinggi Polri dengan segudang jasanya, almarhum ternyata “hanya” dikebumikan di pekuburan umum Maupoli, Kota Kupang. Entah apa alasannya, jenazah Titus Uly tidak menjadi “penghuni perkampungan” Taman Makam Pahlawan Darma Loka di Jalan Timor Raya, Pasir Panjang, Kota Kupang.
Suasana perkabungan juga memancarkan jejak kejujurannya Titus Uly. Kepergiannya tanpa limpahan harta sepantasnya yang harus ditinggalkan bagi istri, Ny Leonie Vicktory Uly Tanya bersama enam anaknya.
Menariknya, latarbelakang Titus Uly sebagai polisi tidak pupus. Mungkin berkah atas kesederhanaan dan kejujurannya selama bertugas, salah seorang putranya, Jacki Uly menyambungkan jejak ayahnya. Seperti ayahnya, Jacki Uly pernah menjadi Kapolda NTT dan akhirnya pensiun dengan bintang dua, Irjen. Persis seperti ayahnya pula, Jacki Uly selepas dari dinasnya sebagai polisi, berganti baju menjadi politisi. Sejak Maret 2018, statusnya sebagai anggota DPR RI melalui mekanisme PAW (penggantian antarwaktu). Ia menggantikan Viktor Bungtilu Laiskodat yang telah dilantik menjadi Gubernur NTT, sekitar dua bulan sebelumnya.
Lebih jauh merekam jejak dan kiprah Titus Uly, tim buku menemui Ny Leonie Uly Tanya di Kupang, medio November 2018. Ibu enam anak itu, usianya sudah senja, jauh di ufuk barat, 90 tahun. Tanda tanda wajar di usia senja seperti pikun dan gangguan pendengaran, semakin menghimpit. Meski begitu, ia masih mampu mengais penggalan kisah dan kiprah suaminya. Kisahnya terkadang putus, namun berhasil disambungkan kembali setelah diingatkan Nicki Uly, salah seorang putranya, dan Felix Pullu, Ketua Dewan Pertimbangan Golkar NTT.
Sedikit tentang Felix Pullu. Seturut usianya 74 tahun (saat bersama tim buku), sejatinya sudah termasuk sesepuh Golkar NTT. Berbeda dengan sesepuh Golkar lainnya, kondisi fisik sang tokoh satu ini masih segar, sehat, bahkan masih energik. Kebutuhan bertongkat khusus menegakkan tubuh di usia tua, masih menjadi bayangan di radius jauh. Bahkan sisa jejak gaya penampilannya yang “flamboyan” masih menempel. Ia tidak hanya menjaga dandanan penampilannya, juga tetap piawai merangkai kalimat lembut dalam berinteraksi. Ia dikenal dekat dengan Titus Uly dan juga akrab dengan keluarganya.
Tiga Tokoh Utama
Ben Mboi menjadi Gubernur NTT periode 1978-1988. Selama era itu setidaknya ada tiga tokoh utama di provinsi ini. Selain Ben Mboi, dua lainnya adalah JN Manafe sebagai Ketua DPRD NTT dan Titus Uly sebagai Ketua DPD Golkar NTT.
Selama periode itu tak jarang terbersit gunjingan yang mengesankan seakan ada “gesekan” antara Ben Mboi dan JN Manafe. Tim buku pernah menanyakan perihal gunjingan itu kepada JN Manafe dan ia tidak membantahnya. Sang tokoh ini malah mengakui kalau dirinya pada era itu sering dirumorkan sebagai tokoh yang membenci Katolik. Juga diisukan bersebarangan dengan Ben Mboi. Namun menurut JN Manafe, interaksi pribadi dia dengan Ben Mboi sebenarnya tak ada masalah. Apalagi keduanya sama sama jebolan Meddelbare School (SMP) Kupang tahun 1950-an, dan juga sama sama berlatarbelakang militer yang amat taat dengan garis komando dari atas. Menurut JN Manafe, gunjingan itu dimungkinkan mencuat karena ia selalu bersikap kritis menghadapi berbagai kebijakan yang dinilainya melenceng. Bukan karena dirinya yang Protestan berprasangka terhadap Ben Mboi yang Katolik.
Seakan menguatkan gunjingan itu. Buku: Ensiklopedi Mereka & Karya untuk Generasi Berlanjut NTT (karya Kanis Pasar, 2005), antara lain menyebutkan, selama JN Manafe mejadi Ketua DPRD NTT, ada sejumlah kebijakan Ben Mboi yang ditolak karena dinilai tidak pro rakyat (hal. 159).
JN Manafe ketika menjadi Ketua DPRD NTT, didampingi Felix Pullu sebagai wakilnya. Kata Felix gunjingan itu memang sempat bergulir dan menjadi salah satu pemicu yang mencuatkan tensi politik di NTT. Namun berbagai gunjingan yang berpotensi mengganggu situasi politik, selalu berujung mendingin. Pemulihan suasana itu tidak terlepas dari peran Titus Uly yang selalu mengandalkan pendekatan cool-nya. “Beliau (Titus Uly) sangat piawai mengolah situasi bertensi tinggi menjadi mendingin,” kata Felix Pullu.
Kepolisian Daerah NTT memiliki rumah sakit khusus bernama RS Bhayangkara. Sejak lebih setahun lalu, persisnya per 21 Juli 2017, namanya bertambah panjang, menjadi RS Bhayangkara Titus Uly. Pemberian nama baru itu mengabadikan nama sang tokoh, Titus Uly. Peresmiannya ketika itu dilakukan oleh Kepala Polda NTT, Irjen Agung Sabar Santoso yang juga dihadiri Ny Leonie Uly Tanya dan Jacki Uly.
Sabar Santoso ketika itu antara lain mengakui, kiprah pengabdian Titus Uly yang dikenal tegas namun sederhana dan jujur, telah menginspirasi seluruh jajaran kepolisian di NTT. Sementara Jacki Uly menyebutkan, bapaknya ketika masih berdinas, dikenal sangat disiplin. “Beliau selalu mencontohkan kesedehanaan dan kejujuran. Sampai pensiun tidak punya (harta) apa apa,” kenang Jacki Uly.
Menyarikan percakapan dengan sejumlah sesepuh yang berperan aktif era 1970-1990-an, senada melukiskan Titus Uly adalah pemimpin lintas suku, agama atau perbedaan lainnya. Ia titisan El Tari yang selalu gerah atas prasangka terkait perbedaan suku dan agama. Seperti El Tari, Titus Uly juga selalu membuka ruang luas bagi generasi muda, misalnya dalam perekrutan calon legislatif. Namun pendekatannya lebih menekanan kualitas SDM, dedikasi, loyalitas dan tak tercela secara moral, sambil mempertimbangkan keseimbangan yang menjadi keterwakilan wilayah daerah.
Menelusuri derap pengabdiannya, jelas tercatat kalau Titus Uly patut dicatat sebagai penjasa Golkar, tidak hanya bagi NTT, namun juga secara nasional. Tidak boleh dilupakan, ia sebagai pembina Sekber Golkar ketika dirinya sebagai dosen PTIK tahun 1964-1969. Yang patut dikenang dari tokoh satu ini adalah keteladanan sikapnya sebagai pribadi yang tegas, disiplin, sederhana dan jujur. Titus Uly juga pantas dikenang sebagai sosok pemimpin yang berkemampuan menyejukkan tensi politik yang sedang memanas. Golkar NTT membutuhkan lahirnya Titus Uly Titus Uli baru. (*)