KUPANG – Penyidik Polda NTT dinilai melanggar hukum karena telah menetapkan Frans Oan Semewa (FOS), dalam kasus jual beli tanah di Labuan Bajo, Manggarai Barat.
“Atas penetapan dirinya sebagai tersangka, saudara FOS sangat keberatan. Alasannya, jual beli dimaksud benar-benar terjadi antara sdr Christian Natanael dan dirinya pada tahun 1998.
Selain itu, tindakan Penyidik Polda NTT yang menindaklanjuti laporan Sdr Christian Natanael dinilai melanggar hukum, karena mengangkangi ketentuan Pasal 78 KUHP yg mengatur tentang gugurnya hak menuntut secara pidana karena kedaluwarsa, dan Pasal 79 KUHP yang mengatur tentang Perhitungan Waktu Kedaluwarsa,” tegas Kuasa Hukum Frans Oan Semewa,
Erlan Yusran, SH,MH dalam siaran pers, yang diterima mediantt.com, Senin (26/2).
Kronologis kasusnya, menurut Erlan, pada tahun 1998, Christian Natanael alias Chris alias Werli menjual sebidang tanah kepada Frans Oan Semewa (FOS), yang terletak di Pulau Seraya Kecil, Kel
Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Tanah tersebut ber – Sertifikat Hak Milik (SHM) No 875.
Dijelaskan, atas jual beli tanah dimaksud dibuatlah Akta Jual Beli (AJB) No. 53/JB/KK/IV/1998 tgl 22 April 1998, yang dibuat oleh Camat Komodo (Drs. Yos Vins Ndahur, alm) sebagai PPAT.
Pada 9 Juni 1998, SHM No 875 dibalik nama dari pemegang hak lama Christian Natanael kepada pemegang hak baru Sdr. Frans Oan Semewa.
Sejak jual beli, FOS membangun Hotel Gardena II di objek jual beli tersebut. Tahun 1999, pada saat pembangunan Hotel Gardena II sedang berjalan, Christian Natanael kembali menjual 2 bidang tanah miliknya (SHM No. 876 dan SHM No. 878) kepada FOS. Dua bidang tanah tersebut berbatasan langsung dengan tanah SHM No. 875.
Pada 6 Desember 2017, Christian Natanael melaporkan FOS ke Polda NTT dalam dugaan tindak pidana pemalsuan surat Akta Jual Beli No 53/JB/KK/IV/1998 tangg 22 April 1998, dengan SHM No. 875 (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 264 ayat (1) dan ayat (2) KUHP dan Pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1-e KUHP).
Siaran pers itu juga membeberkan,
Penyidik Polda NTT menanggapi laporan tersebut dan selanjutnya menetapkan FOS sebagai Tersangka sesuai Surat Panggilan No. SP-Gil/124/II/2018/Ditreskrimum 19 Februari 2018.
Selain itu, Pasal 79 ayat (1) KUHP mengatur secara khusus penghitungan kadaluwarsa tindak pidana pemalsuan yaitu sehari sesudah barang yang diduga dipalsukan digunakan sampai 12 tahun kemudian.
Dalam kasus ini FOS menggunakan AJB yang diduga palsu sejak 9 Juni 1998 (saat balik nama). Dengan demikian, masa kadaluwarsa-nya terhitung sampai 9 Juni 2010. Lewat dari 9 Juni 2010, hak untuk menuntut secara pidana, dengan sendirinya gugur.
Karena itu, “Langkah hukum yang dilakukan FOS saat ini adalah mengajukan permohonan Pra Peradilan di Pengadilan Negeri Kupang,” tegas Erlan Yusran. (*/jdz)