Mutasi Pejabat di Pemprov NTT Bersih Tanpa Transaksi Jual-Beli

oleh -523 Dilihat

Gubernur Melki Laka Lena

Mutasi pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (8/10), memantik sorotan publik. Sejumlah pihak menduga adanya praktik jual-beli jabatan dan jatah politik dalam mutasi, rotasi dan penyegaran aparatur. Namun Gubernur NTT Melki Laka Lena dengan tegas membantah tudingan itu. Seluruh proses mutasi, penyegaran, dan rotasi pejabat telah dilaksanakan sesuai regulasi dan mekanisme kepegawaian yang berlaku.

Tapi ada insiden tak etis. Usai pelantikan 617 pejabat eselon 3 dan 4 itu, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Yos Rasi, dipersekusi oknum yang mengaku sebagai tim sukses (timses) paket Melki-Johni. Vidio itu jadi viral. Ada dugaan keterlibatan pihak tertentu dalam urusan pemerintahan, termasuk di lingkungan Badan Kepegawaian Daerah (BKD).

“Tidak ada jual-beli jabatan. Semua berjalan berdasarkan kinerja, evaluasi, dan rekomendasi dari tim penilai yang sah. Kami memastikan tidak ada praktik yang mencederai prinsip meritokrasi,” ujar Gubernur NTT, Melki Laka Lena kepada wartawan.

Dia menegaskan, tim sukses politik pun sudah bubar sejak usai Pilkada, sehingga tuduhan adanya “jatah-jatahan” jabatan bagi pendukungnya adalah tidak berdasar.

“Yang pasti tim MelkiJohni itu sudah selesai sejak kita selesai juga dengan pelantikan gubernur dan wagub. Jadi tim sukses itu sudah selesai bahkan sebelum pelantikan,” tandas Melki.

Senada dengan Gubernur Melki, Kepala BKD Yos Rasi menegaskan, setiap mutasi melewati tahapan berlapis sebelum mendapat persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ia menjelaskan, proses diawali dengan penilaian kinerja oleh Tim Penilai Kinerja (TPK), kemudian dibahas dalam Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat), sebelum diusulkan ke Mendagri untuk memperoleh rekomendasi.

“Tidak ada proses yang dilakukan secara tiba-tiba atau transaksional. Semua keputusan berdasarkan hasil evaluasi, kebutuhan organisasi, dan persetujuan dari pusat,” ujarnya. Ia juga memastikan bahwa setiap pejabat yang dilantik telah melalui proses administrasi yang sah dan terdokumentasi.

Isu jual-beli atau transaksi jabatan di NTT bukan hal baru. Setiap kali terjadi mutasi dan rotasi pejabat, publik sering menaruh curiga pada proses di balik layar. Hal itu dapat dimaklumi, karena selama bertahun-tahun praktik patronase dan politik balas jasa kerap membayangi sistem birokrasi di berbagai daerah. Namun, klarifikasi resmi dari Gubernur Melki dan Kepala BKD kali ini menjadi penting untuk menegaskan komitmen pemerintah terhadap asas merit dan tata kelola pemerintahan yang bersih.

Ada Pengamat Kebijakan Publik menilai, klarifikasi tersebut belum cukup untuk meredam seluruh kecurigaan, tetapi menjadi langkah awal yang baik. Yang dibutuhkan selanjutnya adalah transparansi dokumenter dan audit terbuka terhadap proses mutasi, agar publik dapat menilai secara objektif bahwa tidak ada praktik transaksional di balik penempatan jabatan.

“Pemerintah sebaiknya membuka data hasil penilaian kinerja dan rekomendasi Baperjakat; tentu dengan batas kerahasiaan tertentu, supaya masyarakat bisa melihat objektivitasnya,” kata salah satu akademisi di Kupang.

Untuk diketahui, dalam sistem pemerintahan modern, mutasi pejabat adalah instrumen manajerial, bukan politik. Tujuannya adalah penyegaran organisasi, peningkatan kinerja, dan penempatan SDM sesuai kompetensi. Namun, tanpa pengawasan publik dan transparansi, mutasi kerap menjadi celah untuk praktik non-meritokratis, mulai dari “uang pelicin” hingga pertukaran kepentingan politik.

Karena itu, penegasan Gubernur Melki dan Kepala BKP perlu diikuti langkah konkret, antara lain; Menyediakan akses publik atas tahapan dan dasar hukum setiap mutasi; Menetapkan saluran pengaduan resmi dan terlindungi bagi ASN yang mengetahui adanya penyimpangan; dan Melibatkan Inspektorat dan lembaga independen untuk memverifikasi proses mutasi strategis.

Nah, langkah-langkah ini tidak hanya memperkuat kepercayaan publik, tetapi juga menunjukkan bahwa NTT serius menjalankan reformasi birokrasi sebagaimana diamanatkan pemerintah pusat.

Pernyataan Gubernur Melki bahwa “tim sukses sudah bubar” memiliki makna politik yang signifikan. Dia ingin menegaskan bahwa pemerintahan pasca-pilgub harus kembali menjadi pemerintahan birokratis yang netral, bukan arena pembagian balas jasa politik. Dalam konteks NTT, pesan ini juga menjadi peringatan kepada seluruh ASN agar tidak mengaitkan rotasi jabatan dengan loyalitas politik.

Penyegaran jabatan, kata Gubernur, adalah bagian dari strategi mempercepat program prioritas dan meningkatkan efektivitas kinerja di lapangan. “Kami ingin birokrasi bekerja cepat, efektif, dan melayani. Rotasi dilakukan untuk memperkuat itu,” ujarnya.

Meski pernyataan resmi pemerintah daerah telah memperjelas posisi hukum dan prosedural mutasi, publik tetap berhak menuntut akuntabilitas yang dapat diverifikasi. Klarifikasi tanpa data pendukung mudah dipelintir dan kehilangan daya legitimasi. Di sisi lain, keterbukaan informasi yang berlebihan tanpa perlindungan privasi juga berisiko menimbulkan polemik baru.

Kuncinya adalah keseimbangan: transparansi yang proporsional, audit administratif yang independen, dan komitmen berkelanjutan terhadap prinsip merit. Bila langkah-langkah ini dijalankan, maka isu jual-beli jabatan akan berhenti sebagai rumor, bukan fakta.

Mutasi dan promosi pejabat seharusnya menjadi ajang untuk memperkuat kepercayaan publik pada pemerintah. Bukan hanya soal siapa yang dilantik, tetapi bagaimana prosesnya dijalankan. Pernyataan tegas Gubernur Melki Laka Lena dan Kepala BKP NTT memberi sinyal bahwa Pemprov ingin menjaga integritas birokrasi.

Tugas berikutnya adalah membuktikan ucapan itu melalui dokumen, data, dan hasil kerja nyata. Sebab pada akhirnya, publik tidak menilai dari janji, melainkan dari bukti. (jdz)