Hidupkan Literasi Anak, Balai Bahasa NTT Terbitkan 43 Buku Cerita Dwibahasa

oleh -132 Dilihat

Foto bersama Peserta dan Penulis juga panitia dari Balai Bahasa NTT.

KUPANG, mediantt.com – Balai Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Timur meluncurkan 43 buku cerita anak dwibahasa tahun 2025. Ini sebagai upaya memperkuat literasi sekaligus pelestarian bahasa daerah. Karya-karya ini ditulis oleh penulis lokal dan diterbitkan dalam dua bahasa agar lebih mudah diakses anak-anak di berbagai daerah.

Disaksikan mediantt.com, Senin (27/10) di Hotel Harper, Balai Bahasa Provinsi NTT, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menggelar kegiatan Diseminasi Produk Penerjemahan Cerita Anak Dwibahasa Tahun 2025.

Kegiatan ini untuk memperkenalkan sekaligus menyebarluaskan hasil penerjemahan cerita anak dwibahasa yang telah dihasilkan Balai Bahasa Provinsi NTT sebagai upaya mendukung gerakan literasi dan pelestarian bahasa daerah.

Kepala Sub Bagian Umum Balai Bahasa Provinsi NTT, Christina T. Weking, SS, M.Hum, menyampaikan rasa syukur atas terselenggaranya kegiatan tersebut.

“Puji dan syukur kita panjatkan karena dapat berkumpul dalam kegiatan diseminasi produk penerjemahan ini. Sejak 2016, Balai Bahasa terus berkomitmen mendukung Gerakan Literasi Nasional melalui berbagai program, termasuk penerjemahan cerita anak ke dalam bahasa daerah,” ujarnya.

Christina Weking menjelaskan, hingga tahun 2025, Balai Bahasa Provinsi NTT telah menyelesaikan 43 judul buku cerita anak yang diterjemahkan ke dalam 19 bahasa daerah di Nusa Tenggara Timur.

“Buku-buku ini bukan sekadar bacaan anak, tetapi juga cerminan budaya lokal yang diangkat dari kisah dan nilai-nilai masyarakat kita. Melalui cerita-cerita ini, anak-anak dapat belajar mencintai bahasa dan budaya sendiri,” jelasnya.

Dia berharap, karya terjemahan tersebut dapat dimanfaatkan secara luas di sekolah dan masyarakat. “Kami ingin bahan bacaan ini digunakan oleh anak-anak di seluruh NTT. Buku-buku ini bahkan sudah bisa diakses secara digital, sehingga pembaca dari luar daerah juga dapat mengenal budaya NTT,” katanya.

Christina Weking juga menyampaikan apresiasi kepada para penulis dan penerjemah yang telah berkontribusi dalam program ini.

“Kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada para penulis, penerjemah, dan semua pihak yang mendukung lahirnya karya-karya ini. Semoga semangat menulis, membaca, dan mencintai budaya lokal terus tumbuh demi masa depan anak-anak NTT yang cerdas, kreatif, dan berdaya,” tegasnya.

Kegiatan ini dilengkapi dengan materi menarik, yakni Penjelasan Laman Penjaring, juga materi soal Proses Pembuatan Naskah Menjadi Buku oleh Tim Penerjemahan, yang disampaikan oleh Pegiat Literasi dan Penulis Rebertus Fahik.

Robertus Fahik juga sekaligus membedah buku cerita anak yang ditulisnya berjudul “Kolase untuk Paman Niko“. Cerita Anak ini mengangkat khusus kearifan lokal di Malaka yang mengawetkan jagung dengan cara melakukan pengawetan alami, diatas tungku api di dapur. Tradisi ini masih terus dirawat hingga saat ini.

Satu pesan menarik diakhir pemaparan Robert Fahik yang juga penulis novel, yakni “Satu buku, satu pena, satu anak dan satu guru, dapat mengubah dunia”. (jdz)