Butuh Apoteker Yang Berani Keluar dari Laboratorium dan Jadi Bagian dari Solusi

oleh -228 Dilihat

Sabtu (14/6), Gubernur Provinsi NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, mendapat kehormatan menyampaikan Orasi Ilmiah di almamaternya, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Apoteker yang memilih mengabdi di jalur politik ini bicara cerdas soal dunia kefarmasian dan Apoteker. Ikuti kutipan lengkap orasi ilmiah Melki Laka Lena.

YANG saya hormati, Pimpinan dan seluruh civitas akademika Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Para alumni, mahasiswa, dan tamu undangan yang saya banggakan.

Hari ini, saya kembali ke kampus yang telah menjadi titik awal perjalanan hidup saya-bukan sebagai mahasiswa yang tengah mempersiapkan ujian farmakologi atau sibuk menyusun laporan praktikum, tetapi sebagai seorang alumni yang datang membawa cerita.

Cerita tentang bagaimana ilmu yang saya pelajari di ruang kelas, nilai-nilai yang saya hayati di lorong-lorong kampus, dan iman yang tumbuh dalam proses pembentukan karakter, semua berpadu menjadi fondasi dalam menjalani panggilan hidup baik sebagai tenaga profesional, sebagai aktivis, sebagai legislator, hingga kini sebagai pemimpin daerah.

Saya berdiri di sini tidak hanya untuk memberi sambutan, tetapi untuk menyampaikan sebuah kesaksian bahwa seorang apoteker bisa bergerak melampaui sekat ruang praktik, bisa bersuara dalam forum-forum kebijakan publik, dan bisa berdampak nyata bagi perubahan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.

USD telah membentuk saya bukan hanya menjadi seorang lulusan farmasi, tetapi menjadi seorang manusia yang siap melayani dengan ilmu dan hati.

1. Dari USD ke NTT: Jejak Langkah yang Terbentuk oleh Nilai

Tiga dekade Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma bukan sekadar sebuah perayaan institusi, melainkan refleksi mendalam atas ribuan jejak langkah alumninya dan saya adalah salah satunya.

Saya masuk USD tahun 1996, sebagai seorang anak muda dari Kupang yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Yogyakarta. Saya datang dengan semangat besar untuk belajar, dengan keinginan kuat untuk bertumbuh, dan dengan harapan untuk suatu hari bisa memberi arti bagi lebih banyak orang.

Di USD, saya belajar bukan hanya tentang farmakologi, fitokimia, dan galenik, tetapi juga tentang etika, cinta kasih, dan keberpihakan kepada mereka yang kecil, terpinggirkan, dan kurang bersuara. Saya belajar tentang bagaimana menjadi seorang apoteker bukan hanya berarti memahami rumus dan senyawa, tapi bagaimana kita menghadirkan harapan melalui pelayanan, bagaimana kita menjadikan ilmu sebagai sarana pengabdian.

Nilai-nilai itu tidak berhenti di ruang kuliah atau laboratorium. Mereka saya bawa dalam perjalanan hidup saya setelah lulus ketika saya aktif di PMKRI, ketika dipercaya menjadi bagian dari Tim Khusus Menteri ESDM, saat mengemban tugas sebagai Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, dan hingga kini menjabat sebagai Gubernur Nusa Tenggara Timur.

Semua itu bermula dari USD. Dari kampus yang kecil dan sederhana, dari laboratorium yang penuh kerja praktik dan diskusi malam hari, tumbuh mimpi besar-mimpi untuk hadir bagi bangsa ini, terutama dari pinggiran; dari tempat yang sering luput dari perhatian.

Tiga puluh tahun perjalanan Fakultas Farmasi USD adalah perjalanan membentuk karakter, integritas, dan jiwa pengabdian. Tempat ini telah membuktikan bahwa dari ruang-ruang sempit ilmu bisa tumbuh, dan dari tempat yang sederhana, perubahan besar bisa dimulai.

2. Sinergis: Kolaborasi sebagai Nafas Perubahan

Dalam dunia kesehatan, tidak ada satu profesi pun yang bisa berjalan sendiri. Apoteker, dokter, bidan, perawat, tenaga laboratorium, penyuluh gizi semuanya adalah bagian dari satu ekosistem yang hanya akan efektif jika mampu bergerak dalam harmoni.

Karena itulah, dalam setiap peran yang pernah saya emban; baik sebagai anggota DPR RI, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, maupun kini sebagai Gubernur saya selalu mendorong kolaborasi lintas sektor sebagai cara berpikir dan cara bekerja.

Ketika saya memperjuangkan peningkatan pelayanan primer di puskesmas, penguatan sistem rujukan rumah sakit, perluasan jaminan Kesehatan, peningkatan cakupan imunisasi, maupun reformasi tata kelola kefarmasian, saya percaya bahwa keberhasilan semua itu bukan hasil kerja satu kementerian atau satu profesi saja atau satu pemangku kepentingan saja. Butuh kerja bersama. Butuh pendekatan whole-of-government dan whole-of-society. Ia hanya bisa lahir dari sinergi yang saling memperkuat.

Salah satu tonggak penting dalam perjalanan itu adalah ketika saya dipercaya sebagai Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023.

Undang-undang ini bukan hanya menyederhanakan regulasi, tapi juga merekonstruksi fondasi sistem kesehatan nasional secara menyeluruh. Ini adalah reformasi sistemik yang menyatukan kebijakan kesehatan ke dalam satu kerangka hukum yang lebih tangguh, adaptif, dan berorientasi pada pelayanan publik yang adil. Dan saya pastikan, suara tenaga kefarmasian termasuk apoteker tidak absen dalam proses pembahasan undang-undang ini. Kita perjuangkan bersama agar peran strategis apoteker tidak hanya diakui, tapi juga diperkuat dalam sistem kesehatan nasional.

Kini sebagai Gubernur NTT, semangat sinergi itu saya bawa ke lapangan. Kami tidak melihat pembangunan kesehatan secara sempit. Kami tidak melihat kesehatan sebagai entitas terpisah. Kami bangun rumah sakit pratama dengan memastikan ada akses listrik, air bersih, dan konektivitas jalan. Kami perkuat gizi keluarga sambil memberdayakan kelompok tani, UMKM pangan lokal, dan sekolah-sekolah. Kami bentuk kebijakan kesehatan yang terhubung dengan ekonomi lokal, pendidikan komunitas, dan pembangunan infrastruktur dasar. Karena dalam realitas masyarakat, semua sektor itu saling berkait. Maka kebijakan pun tidak boleh berjalan sendiri-sendiri.

Bagi saya, sinergi bukan sekadar duduk bersama dalam forum. Sinergi adalah spirit. Spirit untuk saling mendengarkan. Spirit untuk saling mendukung: mendengar lintas batas profesi, memahami keterbatasan sektor lain, dan membangun ruang temu yang menyatukan visi pelayanan. Dan yang paling penting, spirit untuk menyadari bahwa peran kita-sekecil apapun-adalah bagian penting dari sesuatu yang lebih besar: pelayanan untuk sesama dan kemajuan bangsa.

Karena di balik setiap langkah kecil yang kita ambil bersama, ada perubahan besar yang sedang kita siapkan untuk masa depan.

3. Bergerak: Kepemimpinan yang Tidak Diam

Farmasi bukan sekadar ilmu yang hidup di balik meja, Farmasi adalah gerak. Gerak yang berpijak pada pengetahuan, namun menjangkau kenyataan di lapangan. Gerak menuju masyarakat yang membutuhkan. Gerak yang dimulai dari mendengar, memahami, dan bertindak untuk menghadirkan solusi nyata. Itulah semangat yang saya pegang ketika memulai amanah sebagai Gubernur Nusa Tenggara Timur. Saya dan Wakil Gubernur memilih untuk tidak memimpin dari balik meja. Kami hadir langsung di desa-desa. Kami menyapa kader posyandu, berbincang dengan bidan desa, berdialog dengan para kepala puskesmas, dan mendengar langsung dari warga tentang tantangan hidup mereka.

Kami tidak hanya menyusun program dari ruang rapat, tapi menghidupkannya dari realitas paling dasar: dari keluarga yang kesulitan akses air bersih, dari anak-anak yang menghadapi stunting, dari masyarakat yang belum terjangkau imunisasi dan layanan farmasi dasar.

Kami membangun dan meresmikan rumah sakit pratama. Kami melengkapi alat-alat kesehatan dan sistem rujukan yang lebih terhubung. Kami pastikan listrik menyala di ruang tindakan dan air bersih mengalir di kamar bersalin.

Kami perkuat peran kader posyandu sebagai garda depan penanganan stunting. Kami perluas cakupan imunisasi dan pendidikan gizi, bahkan sampai ke sekolah-sekolah dan kelompok PKK. Dan kami dorong agar setiap desa tidak hanya punya layanan dasar yang tersedia tetapi layanan yang hidup dan berdampak.

Bergerak Berarti Hadir

Bergerak berarti tidak menunggu sistem berubah dari pusat, tetapi menciptakan ruang perubahan dari bawah dari komunitas, dari keluarga, dari anak-anak yang tidak ingin lagi tumbuh dalam ketertinggalan.

Karena itu saya percaya, apoteker bukan hanya ilmuwan. Apoteker adalah pelayan. Apoteker adalah penggerak. Kita butuh apoteker yang berani keluar dari laboratorium, masuk ke komunitas, berdialog dengan masyarakat, dan hadir sebagai bagian dari solusi. Kita butuh apoteker yang tidak hanya paham ilmu, tetapi juga punya nyali untuk melangkah.

Karena kesehatan yang setara dan bermartabat tidak akan lahir dari diam. la menuntut keberanian untuk melangkah, ketekunan untuk hadir, dan komitmen untuk mengubah keadaan dari akar. Dan kepemimpinan yang sejati adalah kepemimpinan yang bergerak.

Saya percaya, alumni Fakultas Farmasi USD punya semua bekal untuk menjadi pemimpin yang bergerak. Gerak dengan ilmu. Gerak dengan hati, Gerak dengan visi. Karena kesehatan yang setara dan bermartabat tidak akan lahir dari diam, la menuntut keberanian untuk melangkah, ketekunan untuk hadir, dan komitmen untuk mengubah keadaan dari akar.

4. Berdampak: Menyentuh Hidup, Mengubah Masa Depan Apa makna sebuah profesi jika tidak memberi dampak bagi orang lain?

Saya percaya bahwa farmasi adalah profesi kemanusiaan. Kita bukan hanya bicara molekul dan mekanisme aksi, tapi tentang bagaimana satu obat bisa menyelamatkan seorang ibu, satu edukasi bisa menghindarkan anak dari stunting, satu layanan bisa memberi harapan hidup yang lebih baik. Saya percaya bahwa dampak bukanlah soal seberapa besar proyek kita, tapi seberapa nyata hidup orang berubah karena kehadiran kita.

Di NTT, kami dorong hilirisasi tanaman obat lokal. Kami ajak apoteker muda untuk tidak hanya membuka apotek, tapi juga menjadi penggerak di komunitas, untuk terlibat dalam pemberdayaan masyarakat. Jangan hanya jadi dispenser technician jadilah pelayan masyarakat. Buka praktik pelayanan kefarmasian yang terintegrasi, berbasis komunitas, dan solutif.

Dampak bukan soal besar kecil proyek, tapi seberapa nyata hidup orang berubah karena kehadiran kita. Dampak adalah ketika kehadiran kita memberi harapan. Ketika profesi kita menghadirkan rasa aman, rasa layak, dan rasa dimanusiakan.

5. Refleksi 30 Tahun: Pilar-pilar untuk Masa Depan

Tiga dekade perjalanan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma bukan hanya tentang berapa lama institusi ini berdiri. Ia adalah perjalanan membentuk karakter, memperkuat nilai, dan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berani peduli. (*)