Babak Baru Konsolidasi Bank Daerah: Bank Jatim Resmi Suntik Modal, Bank NTT Siap Berbenah

oleh -255 Dilihat

SURABAYA – Sebuah babak baru perbankan daerah tengah ditulis dari timur Indonesia. Di balik geliat pembangunan dan geliat digitalisasi, dua bank daerah tengah menenun sinergi untuk membangun kekuatan baru perbankan nasional.

Di penghujung September 2025, sinergi dua bank pembangunan daerah resmi dimulai. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) menyalurkan penyertaan modal sebesar Rp100 miliar kepada PT Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur (Bank NTT).

Langkah ini bukan sekadar transaksi antarbank, melainkan simbol dari tekad membangun kekuatan baru perbankan nasional; dari daerah, untuk daerah. Penyertaan modal itu menjadi tonggak awal terbentuknya Kelompok Usaha Bank (KUB) antara dua bank pembangunan daerah tersebut.

Maka langkah ini bukan hanya soal kepemilikan saham, tapi juga simbol penyatuan visi: memperkuat ketahanan BPD di tengah kompetisi yang kian ketat.

“Pada tanggal 30 September 2025 Bank Jatim telah melakukan pelimpahan penyertaan modal kepada Bank NTT sebesar Rp100 miliar,” tulis manajemen Bank Jatim dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (9/10/2025), seperti dikutip dari laman stabilitas.id.

Penyertaan modal ini akan memperkuat posisi Bank NTT, baik dari sisi permodalan maupun tata kelola. Manajemen Bank Jatim menjelaskan, transaksi ini akan diikuti konsolidasi laporan keuangan, menandakan sinergi yang lebih dalam antara kedua institusi.

Dari sisi Bank NTT, penyertaan modal ini tentu disambut dengan semangat optimisme. Pelaksana Tugas Direktur Utama Bank NTT, Yohanis Landu Praing sebelumnya mengatakan, seluruh skema kerja sama telah dituangkan dalam Shareholder Agreement (SHA) antara kedua belah pihak.

“Semua sudah disepakati. Tinggal realisasi dan proses administrasi terakhir. Bank Jatim akan membantu penguatan tata kelola, mitigasi risiko, hingga pengembangan sistem IT di Bank NTT,” ujar Yohanis belum lama ini di Kupang.

Menurutnya, kemitraan ini akan membuka ruang transformasi besar bagi Bank NTT, terutama dalam menghadapi persaingan yang semakin berbasis teknologi. “Kami ingin membawa Bank NTT menjadi lebih sehat, modern, dan siap bersaing dengan semangat dari timur,” ujarnya.

Dari Regulasi Menuju Kolaborasi

Kebijakan pembentukan KUB merupakan salah satu strategi OJK dalam memperkuat perbankan daerah. Tujuannya sederhana tapi strategis: agar BPD tidak lagi berjalan sendiri, tetapi saling menopang.

Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank NTT yang digelar September lalu bahkan telah mengesahkan Bank Jatim sebagai pemegang saham pengendali kedua (PSP-2). Gubernur NTT Melki Laka Lena, selaku pemegang saham utama, menegaskan, langkah ini adalah bagian dari upaya memperkuat permodalan Bank NTT agar memenuhi ketentuan OJK mengenai modal inti minimum Rp3 triliun.

“Kami ingin Bank NTT tumbuh sehat dan kuat. Sinergi dengan Bank Jatim adalah bagian dari komitmen membangun kekuatan ekonomi daerah dari timur,” kata Melki dalam forum RUPS LB tersebut.

Langkah Bank Jatim dan Bank NTT memperlihatkan arah baru bagi perbankan daerah: dari kompetisi menuju kolaborasi. Bank Jatim, yang sebelumnya telah menggandeng Bank NTB Syariah, Bank Lampung, Bank Banten, dan Bank Sultra, kini menjangkau wilayah timur dengan semangat berbagi kekuatan.

Melalui KUB, Bank NTT akan mendapatkan dukungan dalam sistem perbankan digital, pengelolaan risiko, serta pembiayaan produktif untuk sektor unggulan daerah seperti pariwisata, pertanian, dan UMKM.

Di sisi lain, Bank Jatim memperluas jangkauan pengaruhnya sebagai poros utama BPD yang berperan aktif dalam penguatan ekonomi regional.

“Kerja sama ini bukan hanya soal modal, tapi juga tentang berbagi pengalaman dan kepercayaan,” ujar Yohanis Landu Praing. “Kami ingin Bank NTT berdiri sejajar dengan bank-bank besar, tapi tetap berpijak pada nilai lokal.”

Menuju Konsolidasi Nasional

Seperti diketahui, dua dekade lalu, BPD kerap dianggap hanya sebagai “bank daerah” yang terbatas oleh wilayah administratif dan kas daerah. Kini, lewat KUB, BPD perlahan menjelma menjadi jejaring finansial yang saling menopang; dari Surabaya hingga Kupang, dari barat hingga timur.

Bagi Bank Jatim, Rp100 miliar yang digelontorkan mungkin hanya sebagian kecil dari modalnya. Tapi bagi Bank NTT, itu adalah bahan bakar awal untuk mempercepat transformasi.

Berdasarkan laporan keterbukaan informasi ke BEI, Bank NTT membukukan laba bersih Rp61,5 miliar per 30 Juni 2025. Meski menurun dibanding Rp81,4 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya, pendapatan operasional bank kebanggaan masyarakat NTT ini masih tumbuh stabil.

Pendapatan bunga tercatat Rp807,0 miliar, sementara beban bunga turun tipis menjadi Rp279,1 miliar, menghasilkan pendapatan bunga bersih Rp527,9 miliar. Pendapatan nonbunga juga menguat dari Rp64,0 miliar menjadi Rp68,4 miliar, didorong peningkatan jasa komisi dan layanan.

Secara total, pendapatan operasional Bank NTT naik menjadi Rp596,3 miliar, dari Rp582,4 miliar pada Juni 2024. Namun, kenaikan beban tenaga kerja dan administrasi — dari Rp463,3 miliar menjadi Rp495,1 miliar — membuat laba operasional hanya tumbuh tipis menjadi Rp101,1 miliar.

Setelah memperhitungkan beban pajak dan item non-operasional, laba bersih turun 24,4 persen (yoy). Meski begitu, total laba komprehensif Bank NTT masih mencapai Rp66,6 miliar, menunjukkan ketahanan fundamental yang baik di tengah proses konsolidasi.

Kinerja semesteran ini menjadi latar penting bagi penyertaan modal dari Bank Jatim. Sebagai bank BUKU 2, Bank NTT masih perlu memperkuat modal inti agar mencapai Rp3 triliun, sesuai ketentuan OJK.

Penyertaan Rp100 miliar dari Bank Jatim menjadi salah satu langkah konkret menuju target tersebut. Dana ini akan menambah rasio kecukupan modal (CAR) serta memberi ruang ekspansi kredit produktif ke sektor perdagangan, pertanian, dan pariwisata lokal.

Koordinator Indonesia Financial Watch Abraham Runga Mali, menilai kolaborasi itu sebagai momentum strategis. “Kalau realisasi modal ini efektif, Bank NTT bisa naik kelas dari sisi daya tahan modal dan diversifikasi pembiayaan. Kepercayaan publik juga ikut meningkat,” ujarnya.

Maka dari itu, meski laba turun, arah bisnis Bank NTT jelas menuju penguatan struktur dan efisiensi. Kombinasi stabilitas kinerja dan dukungan modal baru dari Bank Jatim menjadi bekal penting menuju pertumbuhan jangka panjang.

“Kami tidak sekadar memperbesar aset, tapi membangun fondasi agar Bank NTT bisa menjadi pusat kekuatan ekonomi dari timur Indonesia,” ujar Yohanis.

Kolaborasi Bank Jatim dan Bank NTT memperlihatkan semangat baru perbankan daerah: bahwa kekuatan finansial tak melulu tumbuh dari Jakarta atau Jawa. Kadang, kekuatan itu justru datang dari Kupang; dari timur; dari kemauan untuk berbenah bersama. (*/jdz)