Asti Laka Lena dan Tim Bahas Kasus Kekerasan Seksual Eks Kapolres Ngada Bersama Aktivis

oleh -248 Dilihat

Ketua TP PKK NTT foto bersama aktivis usai pertemuan bahas kasus pelecehan seksual dan TPPO oleh eks Kapolres Ngada.

KUPANG, mediantt.com – Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Mindriyati Astiningsih Laka Lena bersama Staf Ahli TP PKK NTT, Vera J. Asadoma, mengundang sejumlah aktivis perempuan dan anak guna membahas secara mendalam perkembangan kasus kekerasan seksual dan dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menyeret mantan Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman, dengan korban anak-anak di bawah umur.

Pertemuan yang berlangsung di Rumah Jabatan Gubernur NTT, Selasa (15/4/2025) ini, merupakan kelanjutan advokasi yang telah dilakukan oleh Mindriyati Laka Lena terkait kasus yang telah menyedot perhatian publik ini.

Sebelumnya, Mindriyati bersama Forum Perempuan Diaspora NTT di Jakarta, telah membawa kasus ini ke sejumlah Lembaga nasional seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan dan LPSK.

Selain beberapa lembaga diaspora NTT di Jakarta yang mengawal kasus ini, di NTT sendiri kasus tersebut telah menyita perhatian sejumlah lembaga masyarakat sipil.

Ironisnya, kasus tersebut terjadi justru saat Fajar Lukman tengah menjabat sebagai Kapolres. Bahkan tidak hanya satu korban. Beberapa anak yang masih di bawah umur justru menjadi korban eksploitasi seksual dan tindakan amoral mantan Kapolres Sumba Timur itu.

Seorang korban dewasa bahkan turut dijadikan tersangka karena diduga terlibat dalam menyalurkan korban (anak-anak di bawah umur, red) kepada pelaku.

Mindriyati dan Vera berharap, gerakan kelompok masyarakat sipil di Jakarta dan NTT dapat berkolaborasi dalam mengawal penuntasan kasus ini, termasuk sanksi hukum bagi pelaku dan keadilan bagi para korban dan keluarga korban.

Hadir dalam pertemuan ini sejumlah aktivis lintas jaringan yang selama ini konsen dalam isu perlindungan perempuan dan anak di NTT.

Adapun perwakilan lembaga-lembaga tersebut antara lain: RD. Leonardus Mali, Pr (J-RUK Kupang), Ruth Laiskodat (Kadis DP3AP2KB NTT), Ansy Rihi Dara (LBH Apik NTT), Ester Mantaon (Rumah Harapan GMIT), Marince Safe (Rumah Harapan GMIT), Marce Tukan (LPA NTT), Anna Djukana (LPA NTT), Veronika Ata (LPA NTT), Leny Korang (Rumah Perempuan), Libby SinlaloE (Rumah Perempuan), Inka Maramis (Aktivis Sumba Tengah), TH M. Florensia (Bapperida NTT), dan Maria Inviolata (FH Undana).

Para aktivis hadir bukan hanya sebagai pendengar, tetapi juga sebagai penggerak desakan untuk perubahan nyata dan penegakan hukum tanpa pandang bulu.

Para aktivis menyampaikan dengan lantang bahwa langkah hukum yang diambil sejauh ini belum cukup memenuhi rasa keadilan publik.

Pasalnya, Polisi baru menerapkan dua pasal yakni UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Padahal, fakta lapangan menunjukkan bahwa unsur pelanggaran jauh lebih kompleks; meliputi dugaan TPPO, UU Perlindungan Anak, UU Anti-Pornografi, hingga dugaan keterlibatan narkoba,” demikian pernyataan forum.

Desakan pun dilayangkan agar pasal-pasal tersebut segera ditambahkan dan pelaku diproses tanpa perlindungan jabatan atau institusi.

“Kasus ini mencoreng institusi kepolisian dan melukai rasa keadilan masyarakat,” kata Astiningsih.

Lebih dari itu, lanjut dia, kasus tersebut adalah cermin nyata dari kegagalan sistemik dalam melindungi anak-anak dari kejahatan seksual dan perdagangan manusia.

“Fakta bahwa pelaku adalah aparat aktif menambah urgensi untuk memastikan proses hukum berjalan dengan transparan dan adil,” tambah Vera Asadoma.

Ketua dan Staf Ahli TP PKK Provinsi NTT menegaskan, pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga ada kepastian hukum dan asas keadilan.

“Atas nama kemanusiaan dan perjuangan untuk keadilan, kami berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini dan memastikan korban mendapatkan pendampingan dan perlindungan maksimal,” komit Astiningsih Laka Lena dan Vera Asadoma. (*/jdz)