MINGGU 30 April 2023. Pukul 18.00 Wita. Hari sudah jelang malam. Ribu ratu dan nara kajak Levo Lamalera dan diaspora, memadati areal seputar Kapela St Petrus Paulus di Pantai Lamalera. Tempat setiap doa penuh hikmat didaraskan. Suasana hening. Semua khusuk berdoa. Nyala obor dan lilin berjejer rapih. Terbentuklah tegakkan obor dan lilin menyala di kiri dan kanan seputar kapela. Maka jadilah “seribu” Lilin dan obor di Pantai Lamalera.
Semua menyatu dalam intensi khusus pada ekaristi kudus bagi arwah para nelayan, pahlawan bahari, yang gugur di laut. Di rahim “Ibu Kehidupan” bagi Lefo Lamalera. Pastor Paroki Romo Noldy Koten didampingi Romo Sam Diaz Beraona, memimpin eksristi kudus itu, diiringi koor kaum bapa dari Lamalera A.
“Malam ini, di altar kehidupan orang Lamalera, di Pantai ini, untuk para korban ganasnya Ibu kehidupan kita.
Saya mengajak kita untuk kenanglah mereka yang kini tenggelam untuk sebuah cinta. Untuk sebuah kehidupan. Tapi apakah yang bisa kita tulis tentang mereka yang kehilangan nyawa di tengah badai dan gelombang, dalam pertarungan hidup yang ganas di Levo ini. Malam ini apa yang bisa kita katakan tentang duka dan luka dari mereka yang kehilangan orang-orang tercinta,” suara Romo Noldy menggelegar dalam kotbahnya. Suasana hening. Umat Lamalera dan diaspora yang hadir larut dalam sunyi. Hanya ada deburan.
Romo Noldy lalu dengan suara gemetar berkata, “Siapa yang bakal sanggup menghibur istri dan anak-anak, yang atas nama kematian itu, mereka menjadi kide knuke (yatim piatu). Siapakah yang sanggup menyaksikan anggota keluarga yang tenggelam di laut dalam”.
“Bagaimana sejatinya kita berbela rasa kepada mereka. Sikap terbaik adalah kita diam menatap Ibu kehidupan (laut) ini. Menatap ganasnya hidup. Kita diam dengan penuh hormat dan berbela rasa pada mereka yang meninggal, yang gugur untuk sebuah cinta dan untuk sebuah kehidupan. Kita harus diam,” tegas Romo Noldy.
Dia melanjutkan lagi, “Malam ini, setiap tahun dalam prosesi yang sama kita kembali ke altar kehidupan kita di orang Lamalera di pantai ini, untuk kita kenang mereka. Pengalaman getir dan duka ini tidak boleh mencekam hari-hari hidup kita. Mari kita temukan makna dibalik seluruh perjuangan ini. Di hadapan Ibu Kehidupan, lautan luas yang ganas ini, saya ajak untuk kita refleksikan apa yang mesti kita buat? Kita membaca hidup kita; apa yang harus kita lakukan. Kita harus jawab dengan jujur untuk tidak mengulangi hal yang sama setiap tahun”.
Untuk para pahlawan bahari yang gugur di rahim Ibu Kehidupan, dilantunkan doa penuh haru. Menyayat kalbu. Begini doanya dalam bahasa Lamalera.
Kake pulo kae tali ari lema kae yang Alepte grie….
Funo pai laga levo, amak pana seba ola, ola lau lefa hari lolo
Belle gene ola, ola kae kode kai. Pana nai seba ola sampe nai mataja.
Baonga sama kajo olemao, gatanga sama kolo leve, turuf lali a’puke, lonefa di rubu lolo.
Gafe lolaka lali a’puke, lenga’ta lau miteng tuke, nia uo fato patu pite golle
Taku nong ne ata tulu noni lare hale, tani nai mete leta tulu, limak rabe pui pliguro, saje kulitke sama besi kumme, pria kemme.
Lau matako moe gelupe goe o… kidde ine prae tobo tani, tani tena nabe dore.
Belle, bapa, tata, arik fakahae, liko lapak jaga grie kame sare-sare…
Amak Tue peti kova lolo,
kame levo alep-tana nimu, ribu ratu-nara kajak fakahae, kame leta: Tefu Tuber Bellekme, Bapakme, Tatakme, Arikme fakahae; pukeng grie re’e ne kame kpaera sape rai bolla morip re’e plau lefahari lolo
Sorrofe uli snareng teti surga firdaus one … Amin
Ritual kudus nan sakral ini diakhiri dengan pelarungan lilin dalam aneka ornamen ke laut bagi para pahlawan bahari. Perlahan lilin-lilin bergerak tengah laut. (jdz)