Prosesi Semana Santa di Larantuka tahun 2018.
LARANTUKA – Semana Santa atau Hari Bae adalah ritual perayaan Pekan Suci Paskah yang dilakukan selama tujuh hari berturut-turut oleh umat Katolik di Kota Reinha Rosari, Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dikutip dari Wikipedia.org, kata Semana Santa berasal dari bahasa Portugis. Semana yang berarti “pekan” atau “minggu” dan Santa berarti “suci”.
Secara keseluruhan, semana santa berarti pekan suci yang dimulai dari Minggu Palma, Rabu Pengkhianatan (Trewa), Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Suci hingga perayaan Minggu Halleluya atau Minggu Paskah.
Semana Santa merupakan ikon dari Flores Timur dan menjadi daya tarik tersendiri, baik bagi peziarah maupun wisatawan. Selain menggeliatkan ekonomi dan pariwisata, tradisi ini juga menjadi wujud toleransi antar umat beragama di Flores Timur.
Setelah ditiadakan selama tiga tahun akibat pandemi Covid-19, perayaan Semana Santa di Larantuka, kembali digelar tahun 2023 ini.
Dikutip dari Kompas.id, ritual Katolik berpadu nuansa budaya lokal untuk menyongsong Paskah itu diperkirakan diikuti 6.000 peziarah yang datang dari luar daerah.
Ketua Panitia Semana Santa Petrus Pedo Maran, lewat sambungan telepon pada Kamis (31/3/2023), mengatakan, pihak Keuskupan Larantuka, keluarga ahli waris Kerajaan Larantuka, serta pimpinan suku di Larantuka telah bersepakat untuk kembali menggelar Semana Santa. Pertimbangan utamanya adalah pandemi Covid-19 kini sudah reda.
Selama tiga tahun terhitung sejak 2020 hingga 2022, ritual keagamaan berbalut budaya lokal itu ditiadakan. Padahal, ritual peninggalan Portugis itu rutin digelar sejak abad ke-16.
Sekitar tahun 1550, misionaris Katolik dari ordo Dominikan memulai karya penyebaran agama di daerah itu.
Mengutip dari buku berjudul “Panduan Prosesi Jumat Agung Larantuka”, dikatakan bahwa terhitung satu minggu sebelum Paskah atau Minggu Palem, para peziarah sudah berdatangan ke Larantuka. Mereka berasal dari kabupaten/kota di NTT, sejumlah daerah di Indonesia, bahkan juga dari luar negeri.
Mereka mengikuti ritual keagamaan mulai Rabu Terewa atau Rabu Berkabung kemudian Kamis Putih dengan memilih beribadah di banyak gereja dan kapel Katolik di Larantuka. Puncaknya pada keesokan hari, Jumat Agung, saat mengenang penderitaan dan wafat Yesus Kristus demi menebus dosa seluruh umat manusia.
Kalau semua yang tersedia belum juga cukup, masyarakat membuka rumah mereka bagi tamu yang datang.
Ketika Jumat Agung atau warga setempat menyebutnya Jumat Besar, pada pagi hari dilakukan upacara jalan salib. Selanjutnya pada siang hari dilakukan prosesi laut. Dalam prosesi itu, patung bayi Yesus dibawa dari Pantai Kota menuju Pantai Uce tak jauh dari Istana Kerajaan Larantuka.
Patung yang disebut Tuan Meninu itu berada di dalam perahu dayung, berjalan di depan kemudian diarak ribuan perahu motor dan kapal. Prosesi laut melewati Selat Gonsalus yang berarus deras sepanjang waktu.
Pada Jumat malam dilakukan prosesi dengan berjalan kaki mengelilingi pusat Kota Larantuka. Belasan ribu orang, baik tamu dari luar maupun masyarakat Flores Timur, ikut dalam prosesi. Keheningan tercipta selama prosesi berlangsung. Yang terdengar hanya utaian doa dan suara ratapan di setiap titik perhentian.
Petrus mengatakan, pihaknya sudah mengantisipasi kehadiran peziarah dari luar yang jumlahnya diperkirakan melonjak hingga 6.000 orang. ”Ini kami kalkulasi dari pemesanan kamar hotel dan homestay. Sebelum pandemi, kisarannya 5.000 tamu yang datang dari luar,” ucapnya.
Selain hotel, lanjut Petrus, saat ini tersedia pula rumah susun dengan jumlah kamar 100 unit yang belum ditempati. Peziarah boleh tinggal di sana.
Rumah susun itu dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. ”Kalau semua yang tersedia belum juga cukup, masyarakat membuka rumah mereka bagi tamu yang datang,” ucapnya.
Menjawab Kerinduan
Para peziarah terutama dari luar daerah kini tengah mempersiapkan diri untuk mengikuti Semana Santa. Kristin (30), warga Jakarta, lewat sambungan telepon, mengatakan, ia akan tiba di Larantuka pada Senin (3/4/2023) atau empat hari menjelang Jumat Agung.
Ia sudah memesan tiket pesawat dan penginapan di Larantuka. ”Saya belum pernah ikut ke Semana Santa. Banyak orang yang pernah ikut bilang bahwa doa dan niat baik sering kali terjawab jika kita sungguh-sungguh mengikuti Semana Santa. Saya ingin mengalaminya,” kata pengusaha muda tersebut.
Benny (35) bersama istrinya, Wulan (34), warga Jayapura, Papua, juga mempunyai keinginan yang sama. Pasangan yang baru menikah itu sudah tiba di Larantuka pekan lalu. Mereka menggunakan pesawat dari Jayapura ke Kupang, kemudian dengan kapal ke Larantuka.
Selama di Larantuka, mereka tinggal di rumah kerabat. ”Larantuka ini seperti Vatikan-nya Indonesia. Saya senang, toleransi antaragama di sini sangat baik. Satu masukan dari saya, kebersihan kota agar lebih ditingkatkan lagi. Masih sering ditemukan sampah berserakan di jalan,” ucapnya. (sumber tribunflores.com dan kompas.Id/jdz)