LEWOLEBA, mediantt.com – Penjabat Bupati Lembata Marsianus Jawa mengatakan, permasalahan di dunia pendidikan saat ini bukan hanya menyangkut mutu pendidikan, tetapi juga soal mental dan karakter siswa.
Pernyataan ini disampaikan melalui Asisten I Bidang Pemerintahan, Irenius Suciadi saat membuka Pentas Seni Bara Suara dan Kreasi Siswa, di Aula SMAS Frater Don Bosco, Lewoleba, Lembata, Sabtu (1/4).
Di hadapan Fr. Yonas Paso, Ketua Yayasan Don Bosco Manado Perwakilan Lembata, kepala sekolah, guru dan orang tua siswa serta para undangan, Bupati menekankan bahwa siswa pandai dan terampil saja tidak cukup kalau tidak diimbangi dengan budi pekerti yang baik. Bupati Jawa menginginkan pelajar Pancasila itu harus kompeten, berkarakter dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Pelajar yang seperti itu, menurut dia, memiliki profil utuh dengan keenam pembentukan diri, yakni beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, mandiri, bergotong royong, berkebhinekaan global, bernalar kritis dan kreatif.
“Keenam dimensi inilah yang membentuk karakter siswa menjadi utuh sesuai tujuan akhir pendidikan kita,” tegas Bupati Jawa.
Dia juga menyampaikan apresiasi kepada lembaga pendidikan SMAS Frater Don Bosco Lewoleba yang sudah menjalankan Proyek Penguatan Profil Pelajaran Pancasila (P5), bagi siswa siswi di sekolah ini.
“Dengan mengaplikasikan proyek ini sebagai salah satu kegiatan kokurikuler kita telah menguatkan kompetensi dan karakter siswa siswi SMAS Frater Don Bosco Lewoleba,” ungkap Marsianus.
Hal senada juga disampaikan Kepala SMAS Frater Don Bosco Lewoleba, Fr. Norbertus Banusu dalam laporannya. “Segala sesuatu dimulai dari ide. Dari ide orang bekerja untuk mewujudkannya dan bisa menjadi segala sesuatu yang bisa kita katakan indah, bisa kita katakan sebuah seni,” kata Norbertus.
Menurut dia, sekolah Frater Don Bosco Lewoleba telah memasuki suatu era baru di dunia pendidikan saat ini, yaitu merdeka belajar. Merdeka dimana siswa tidak lagi sebagai obyek eksploitasi tetapi sebagai subjek mandiri yang berkarakter Pancasila. Subyek yang terus mengembangkan bakat dan talenta diri melalui ide, gagasan dan menciptakan inovasi-inovasi baru.
“Generasi yang merdeka, bangsa yang merdeka, komunitas pembelajar sekolah yang merdeka dan seluruh aktivitas kegiatan di sekolah ini merupakan aktivitas yang merdeka,” jelas Kepala Sekolah Don Bosco ini.
Dia juga melaporkan bahwa kurikulum merdeka belajar sudah diterapkan di sekolah Frateran pada tahun ajaran 2022-2023 ini. “Untuk tahun ajaran ini, kurikulum merdeka belajar telah diterapkan di kelas X,” kata Banusu. Namun demikian, sebut dia, kurikulum merdeka belajar ini sudah dijiwai oleh para guru dan para siswa di SMAS Frater Don Bosco Lewoleba ini walaupun kelas XI dan kelas XII masih menggunakan kurikulum lama.
Pementasan seni teater kelas XII bersamaan dengan kelas X ini, merupakan panggung pertunjukan seni budaya terakhir bagi siswa kelas XII sebelum mereka mengakhiri seluruh pembelajaran di SMAS Frater Don Bosco Lewoleba.
Dia juga mengapresiasi kehadiran orang tua di acara ini sebagai ungkapan turut memberikan support kepada anak-anak didik kita. Apa yang sudah diajarkan di sekolah ini sebagai komunitas merdeka belajar akan kita saksikan dalam penampilan mereka baik dalam pementasan teater ataupun melalui pameran-pameran produk lokal yang dipajang di stan-stan.
Menurutnya lagi, kegiatan ini adalah bagian dari upaya mempertunjukkan apa yang disebut dengan Profil Pelajar Pancasila. Profil dimana siswa siswi dituntut memiliki tanggung jawab, memiliki kreativitas, memiliki kemampuan mengungkapkan dan mengekspresikan seni mereka dalam kehidupan nyata.
Acara itu dibuka secara resmi, ditandai dengan pemukulan gong tiga kali dan penarikan undian berhadiah. Lalu dilanjutkan dengan penampilan teater Rumah Kosong dari siswa kelas XII dan ajang pameran produk makanan lokal serta karya seni dan foto dari siswa kelas X dan kelas XI. Kelas X menampilkan produk pangan lokal berupa pudding, mie, kue bagea, kue kering, kembang goyang, stick, teh, bulo kukus. Uniknya lagi, kesemuanya itu dibuat dari daun kelor dan dikombinasikan dengan tampilan putu dan jagung titi.
Sementara kelas XI menampilkan produk kewirausahaan dan kerajinan seni berupa karya lukisan dan foto serta kerajinan tangan lainnya. Semua itu di expo melalui stan-stan pameran yang ada di dalam aula SMAS Frater Don Bosco Lewoleba.
Seorang guru pendamping sempat menyampaikan bahwa semua hasil karya kelas X yang dipamerkan ini merupakan program pendidikan kearifan lokal dari kurikulum merdeka. Ada juga program gaya hidup berkelanjutan dan rekayasa oleh anak-anak kelas XI. Ia menyebut bahwa ini merupakan panen projek Pancasila.
Tampak orang tua dan tamu undangan begitu antusias. Mereka bangga atas pencapaian karya siswa siswi yang begitu menarik. Dan sebagai bentuk penghargaan, banyak produk peserta yang dibeli. (baoon)