Sebagian Surat Pernyataan antara Yayasan Koker dan keluarga Rayabelen.
KUPANG, mediantt.com – Tindakan penutupan jalan masuk ke SKO SMARD akhirnya ada solusi. Bupati Lembata Marsianus Jawa turun tangan memerintahkan Camat Nubatukan untuk membuka jalan yang ditutup tersebut agar anak-anak sekolah tidak dikorbankan.
“Bupati sudah perintahkan camat (Nubatukan) supaya besok sudah dibuka (jalan yang ditutup itu),” kata Ketua Yayasan Koker Robert Bala kepada mediantt.com, Minggu (19/2) malam.
Selain itu, Humas Yayasan Koker dalam siaran pers usai rapat yayasan, ditegaskan bahwa terkait pemalangan jalan, Perwakilan Yayasan Koker, diwakili Ketua Pelaksana Cabang, Marosis Ali, telah ‘dipertemuan’ di Polres Lembata Minggu (19/2) siang. Dalam pertemuan itu, Ibrahim Begu (IB) menyesalkan mengapa Koker melaporkan ke polisi dan tidak mengedepankan pendekatan kekeluargaan.
Terhadap hal itu, Pendiri Yayasan Koker Wilem Lodjor mengatakan, Yayasan Koker merasa IB tidak konsisten. “Beliau memalang jalan tetapi kemudian meminta orang lain mendekati secara kekeluargaan. Kalau soal pendekatan kekeluargaan sudah kita usahakan hampir 2 tahun ini, tetapi IB dan keluarganya apatis saja,” tegas Wilem Lodjor.
Selain itu, promotor tinju nasional dan sekaligus Owner Lembata Security and Sport itu mengungkapkan, klaim Begu bahwa Koker mengkianati kesepakatan bersama, sesungguhnya itu tidak tepat. Malah selama 2 tahun ini Koker selalu berdialog dengan mengirimkan surat terakhir tertanggal 21 Oktober 2021.
Terkait tanggapan Muhammad Nur Rayabelen tentang Koker kianati perjanjian Pernyataan Bersama (mediantt.com 19/2), Ketua Yayasan Koker, Robert Bala, merasa perlu mengklarifikasi agar tidak salah persepsi.
Bala, yang juga penulis di Harian Kompas menjelaskan, benar telah ditandatangani MoU di atas meterai pada tanggal 10/9/2020. Intinya, Koker tidak berkeberatan mengalihkan pembayaran dari keluarga Bibiana Kidi kepada keluarga Rayabelen, sebagaimana disebutkan dalam kesepakatan bersama.
Namun setelah mempelajari secara hukum, Yayasan segera menulis keberatan kepada Ibrahim Begu bahwa MoU secara hukum tidak kuat. Karena itu meminta kepada Ibrahim Begu agar menunjukkan bukti kepemilikan tanah agar menjadi bukti hukum yang kuat.
“Sayangnya, Begu hanya menekankan berulang-ulang bahwa mereka adalah pemilik sah dari dulu (?) tanpa memberikan satu pun data sah sebagai pemilik atas tanah tersebut. Karena itu kalau disebut ‘mengkhianati’ itu terlalu sederhana. Sebagai tokoh masyarakat, Begu harus berani mengangkat masalah substansial (tentang asal muasal tanah),” tandas Bala.
Gugat Saja Secara Hukum
Merespons masalah penutupan jalan, Yayasan Koker dalam pertemuannya Minggu (19/2), menyampaikan beberapa hal sebagai jawaban.
Pertama, sejak awal kepada Begu dan keluarga Rayabelen telah disampaikan bahwa Koker tidak memiliki masalah. Yang punya masalah (kalau pun ada) adalah antara Ibu Bibiana Kidi (sebagai pemilik sertifikat) dan Ibrahim Begu sebagai wakil keluarga Rayabelen.
“Perlu diketahui, Ibu Bibiana Kidi sudah punya sertifikat atas namanya dan Yayasan Koker telah mengalihkan secara sah hinga kini menjadi milik Yayasan. Karena itu keliru besar kalau Begu menutup jalan dan menjadikan Koker sebagai yang bersalah. Ini salah sasaran,” tegas Bala.
Kedua, sebagai tokoh apalagi Wakil DPRD Lembata, Begu seharusnya memberi contoh dengan menggugatnya di pengadilan. Begu sebagai tokoh yang dihormati harusnya menunjukkan bukti sertifikat untuk penggembalaan sapi dan apa sertifikat itu sah di depan hukum? Itu yang harus dibuat bukan tindakan main hakim sendiri.
Ketiga, Koker menegaskan bahwa ini persoalan hukum dan bukan soal ‘kianat-mengkhianati’. Kalau saja Begu bisa membaca dengan teliti surat Yayasan tertanggal 28 Oktober 2021, seharusnya ia bersyukur karena Koker menanti sudah hampir 2 tahun dan tidak serta merta langsung membayar kepada ibu Bibiana Kidi. Karena itu kalau diadakan pembayaran kini, itu sudah batas toleransi yang sangat tinggi dari Koker.
Lalu apakah ada yang salah? Yayasan Koker yakin bahwa semua proses hukum sudah sesuai. Karena itu kalau ada keberatan dan punya dasar hukum yang kuat, Ibrahim Begu harus berani proses secara hukum tentang kepemilikan tanah dimaksud.
Koker harapkan Begu secara gentleman memproses secara hukum bukan main hakim sendiri. Koker terpaksa ‘blow up’ masalah ini karena ini dilakukan kali kedua oleh Begu dan keluarganya. Pertama pada Minggu 24 Oktober 2021, tetapi tidak diangkat ke publik karena menghargai ketokohan Begu. Tetapi ketika dilakukan kedua pada pada Minggu 19 Februari 2023, Koker terpaksa mengangkat masalah ini.
Keempat, Koker menyesalkan cara Ibrahim Begu memalangi sekolah pada hari Minggu saat tidak ada aktivitas. Ini contoh yang tidak bagus karena seorang pimpinan DPRD berani lakukan dua kegiatan main hakim sendiri ini pada hari Minggu saat orang tidak ada aktivitas. Sesungguhnya melakukan penutupan pada saat tidak ada orang lain adalah aktivitas pengecut apalagi dilakuakn oleh tokoh seperti Ibrahim Begu. (jdz)