Mengapa Masalah Selalu Dinarasikan Jelang Pemilu, Justin: Masalah Jadi Alat Politik

by -219 views

Salah satu masalah di Lembata yang belum bisa diurai; kelangkaan BBM dan antrean di SPBU.

KUPANG, mediantt.com – Pernyataan Ketua DPRD Lembata Petrus Gero soal ada 9.790 rumah tak layak huni, dan sekitar 26 persen dari total populasi Lembata tergolong miskin, memantik kritik keras dari warga Lembata diaspora, Dr Justin Laba Wejak. Dia blak-blakan menggugat mengapa masalah-masalah di Bumi Tabah Baja itu selalu dinarasikan di tahun politik, menjelang Pemilu.

Ada pula yang lebih cerdas menyoroti wakil rakyat termasuk ketua DPRD yang selama ini bungkam, seakan tutup mata atas berbagai masalah di Lembata, dan mengapa baru bicara saat ini di tahun politik.

“Salah satu ‘masalah politik’ terbesar (di Lembata) ialah ‘politik masalah’. Artinya masalah dipakai untuk tujuan politik belaka. Ketika itu terjadi maka solusi susah diharapkan. Satu-satunya yang lestari (dilestarikan) ialah masalah. Jadi, jangan heran, apabila di tahun politik muncul litani masalah dan janji implisit pun eksplisit,” tegas Dr Justin Wejak, menanggapi berita mediantt.com tentang pernyataan Petrus Gero.

Dikutip dari Grup WhatsApp ATA LEMBATA (AT), Dr Justin berpendapat, “Saya membaca pemberitaan media oleh mediantt.com tertanggal 16 Feb 2023 dengan selera tinggi. Selera saya terutama bukan karena masalah kemiskinan dan banyaknya rumah tak layak huni di Kabupaten Lembata, melainkan karena tumbuhnya kesadaran wakil rakyat untuk menyampaikan fakta apa adanya di muka umum, dan dirilis media”.

Dosen Kajian Asia di Universitas Melbourne Victoria, Australia, mengatakan, menurut laporan mediantt.com, mengutip pernyataan wakil rakyat, ada 9.790 rumah tak layak huni, dan sekitar 26 persen dari total populasi Lembata tergolong ‘miskin’. Angka itu mungkin lebih tinggi, tergantung apa alat ukurnya.

“Namun, tak dijelaskan mengapa demikian, dan bagaimana mengentas ‘kemiskinan’. Misal, apakah dugaan praktik korupsi oleh pejabat (yang kadang susah dibuktikan secara hukum) dipandang sebagai salah satu jalan keluar dari keterpurukan? Apakah penciptaan lapangan kerja di Lembata yang merekrut tenaga kerja lokal mampu memutus matarantai kemiskinan? Apakah maraknya acara-acara adat dan agama yang menyita waktu, tenaga dan biaya merupakan salah satu alasan utama kemiskinan struktural di Lembata yang harus disingkirkan? Masih banyak pertanyaan retoris-reflektif lain,” gugat Justin.

Karena itu, “Saya berharap, fakta keburaman di Lembata tidak sekadar terucap di bibir dari podium. Lebih dari itu, ditindaklanjuti melalui kebijakan-kebijakan penyejahteraan rakyat banyak, bukan penggelembungan kocek-kocek pejabat tertentu. Ambillah apa yang menjadi hak pejabat, dan jangan rampas hak-hak rakyat”.

Dia juga mengingatkan, tidak lama lagi Pemilu, semoga rakyat Lembata memilih orang-orang yang tepat nanti untuk menindaklanjuti apa yang diucapkan wakil rakyat terkait 9.790 rumah tak layak huni dan sekitar 26 persen ‘kemiskinan’ di Lembata.

Anggota Grup AT lainnya, Lado Purab dengan sinis berkomentar, “Lah ko baru sadar. Ke mana saja bro (selama ini). Mikirlah. Jangan mendekati tahun politik baru mulai buka mulut. Kemarin mulutmu dikunci kah? Biasa tahun politik jadi mulai komentar seolah-olah die benar ye… padahal ketahuan kedoknya… takut ga terpilih”.

Yono Langotukan pun menampik lagi,
“Selama ini dia ke mana? Baru bangun dari tidur sangat panjang nya? Cape deh. Efek tahun politik”. (jdz)

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments