Pompinan Komisi III dan Koordinator Dr Inche Sayuna memimpin RDP dengan mitra, Rabu (8/2).
KUPANG, mediantt.com – Menjawab keluhan dan keresahan aparat sipil negara yang akhir-akhir ini jatah beras selalu terlambat dan tidak tepat waktu, maka Komisi III DPRD NTT merasa prihatin dan merekomendasikan agar jatah beras ASN itu dibayar tunai.
Pernyataan ini disampaikan Ketua Komisi III DPRD NTT, Jonas Salean, SH, M.SI, ketika menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan mitra, antara lain, Badan Keuangan Daerah (BKD) NTT dan PD Flobamora. Namun hingga rapat selesai tidak ada informasi kehadiran direksi PT Flobamor.
Seperti disaksikan mediantt.com, Kepala BKD NTT, Zakarias Moruk, menjelaskan bahwa pemerintah mengalokasikan dana sekitar Rp 20 miliar kepada PT Flobamora untuk pengadaan beras jatah bagi ASN. Hal ini mendapat tanggaoan dari anggota Komisi III Hugo Rehi Kalembu. Politisi Golkar ini meminta agar jumlah anggaran yang disiapkan itu harus ditinjau kembali karena saat ini sedang terjadi fluktuasi harga beras.
“Karena itu, dari pada ASN terlambat dapat jatah beras dan harus beli dengan gajinya, maka sebaiknya jatah beras itu diberikan dalam bentuk uang tunai. Tidak lagi dalam bentuk beras biar mereka bisa beli beras sesuai selera dan harga pasar,” saran Hugo.
Pendapat Hugo Kalembu lalu diaminkan semua anggota Komisi III. “Tapi ini rekomendasi kita dari komisi III. Tapi kita akan panggil lagi PT Flobamora untuk mendapat penjelasan mengapa dalam dua bulan terakhir jatah beras ASN terlambat,” kata Ketua Komisi 2 DPRD NTT Jonas Salean.
Jonas yang juga Ketua Golkar Kota Kupang ini meminta Kepala Badan Keuangan NTT Zaka Moruk untuk memberikan laporan tertulis soal berapa besaran cicilan bunga dan pokok pinjaman yang harus dibayar Pemprov NTT kepada PT SMSI setiap bulan selama 8 tahun. “Biar kita tahu dan ada pegangan, mohon Pa Kaban memberikan laporan tertulis soal ini kepada komisi 3,” kata Jonas Salen.
Koordinator Komisi III yang juga Wakil Ketua DPRD NTT, Dr Inche Sayuna, juga mempertanyakan pembayaran tambahan penghasilan pegawai (TPP) ASN yang selalu tidak tepat waktu.
“TPP itu adalah kebijakan kepala daerah. Dulu disebut Kesra, sekarang itu TPP. Dan pembayaran TPP ini disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. TPP pasti dibayar tapi sesuai keuangan daerah,” jawab Zaka Moruk. (jdz)