Heboh Dugaan Suap Rp 100 Juta di Komisi II DPRD Lembata, Bala Wukak Lapor ke BK

by -434 views

Ilustrasi

LEWOLEBA, mediantt.com – Lembata akhir-akhir ini sedang heboh dan viral dengan berita dugaan suap Rp100 juta yang mengemuka di ruang rapat Komisi II. Adalah Rusliudin Issmael, anggota komisi II dari PKS yang blak-blakan soal uang suap Rp 100 juta pada rapat komisi di gedung DPRD Lembata, Kamis (26/1).

Dalam rapat evaluasi bersama Dinas PUPR Kabupaten Lembata, Rusliudin Issmael atau biasa disapa Wakong, dengan tegas menyatakan bahwa disinyalir ada dugaan Pimpinan Komisi II keciprat uang sejumlah seratus juta rupiah dari proyek jalan dana PEN tahun 2022.

Wakong secara meyakinkan menyatakan hal itu di hadapan pimpinan Komisi II DPRD Lembata dan Kepala Dinas PUPR, Aloys Muli Kedang bersama beberapa PPK proyek PEN.

Dugaan suap Rp100 juta ini memantik beragam komentar. Salah satunya adalah Silvester Singu Wutun, Sekretaris Yayasan Pondok Kasih Indah Panti Asuhan Eugene Schmitz, seorang pemerhati sosial yang tinggal di Lewoleba.

Sil Wutun melalui akun Facebook yang dikirim via WA ke mediantt.com di Lembata mempertanyakan perihal keberadaan uang haram tersebut.

Dia dengan tegas berteriak “100 jutaaaaaaa……. kemana?????????

Sambil teringat kasus Sambo, ia mengibaratkan Wakong ini sebagai Richard Elieser. Wutun menyampaikan bahwa bicara suap menyuap di tanah Lembata tidak akan pernah habis.

“Kami masyarakat bodoh ini… bingung… mau omong apa….? Mau bilang pencuri uang rakyat…. bukti tidak ada……!!!,” kata Sil Wutun.

Ia kemudian mengibaratkan kasus ini sebagai kentut. “Yaaaa…… ibarat kentut……. Ada baunya… tapi siapa yang kentut susah di bukti…… Habis kentutnya saja rame-rame sih……????,” kata Wutun lagi.

Tidak puas dengan kinerja oknum anggota dewan, yang kerjanya hanya menggarong uang rakyat, Wutun kembali melemparkan statemen pedasnya. Ia mengajak publik Lembata untuk melihat ke gedung Peten Ina.

“Cecak saja tidak bisa hidup di gedung tersebut………. bagaimana kita mengharapkan kejujuran…..!!!!!!! Jadi kita masyarakat harus bisa bawa cecak dari rumah kita untuk pelihara di gedung Peten Ina…..!!!!!! Siapa tahu bisa bantu ADPRD Lembata….!!!!!!!!!,” ujar Wutun menutup pesan singkatnya.

Aksi Wutun begitu keras melalui pesan singkat ini, menggambarkan suasana hati masyarakat Lembata yang cenderung skeptis terhadap kinerja Anggota DPRD saat ini.

Petrus Bala Pattyona, praktisi hukum asli Lembata, tinggal di Jakarta, pun angkat bicara. Ia secara tegas meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menindaklanjuti kasus dugaan suap ini.

Menurutnya, langkah hukum yang dilakukan APH adalah segera mengumpulkan alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP dan mencari juga barang bukti dalam pekerjaan proyek dimaksud. Pemberian uang senilai Rp 100 juta dari kontraktor kalau benar terjadi, sebenarnya upaya dari yang bersangkutan untuk membuat Anggota Dewan tidak menggunakan kewenangan dalam Bidang Pengawasan terhadap suatu kegiatan.

Menurut pandangan hukum Lawyer Lukas Enembe ini, pemberian uang itu sebenarnya ada kaitan dengan jabatan Anggota DPRD Lembata, terselubung maksud untuk tidak berbuat sesuatu terhadap kewenangan yang diberikan undang-undang.

“APH seharusnya sudah bergerak dengan isu ini dengan memeriksa Kontraktor sebagai penyuap dengan dugaan melanggar pasal 5 UU Tipikor dan Anggota Dewan yang terhormat yang diduga menerima uang panas itu dikenakan pasal 11a, 11b dan 12A UU Tipikor. Pertanyaannya, apakah APH tergerak menyelidiki isu ini,” kata Pattyona.

Menanggapi isu liar di medsos terkait pernyataan Wakong ini, Ketua Komisi II, Petrus Bala Wukak langsung melaporkan yang bersangkutan ke Badan Kehormatan Dewan.

Ia menilai pernyataan Wakong ini telah melanggar kode etik seorang anggota dewan yang mengeluarkan statement lalu pergi meninggalkan ruangan tanpa ada penjelasan apa pun.

“Pernyataan Wakong ini keluar di rapat komisi dan itu seperti cara melemahkan kerja komisi. Integritas komisi jadi taruhan sebab kami sedang mengawasi sejumlah proyek dengan dana PEN,” ungkap Bala Wukak.

Dia kemudian mempersilahkan Wakong untuk melaporkan ke APH bila memiliki bukti gratifikasi. “Harusnya kalau punya bukti, lapor ke APH, jangan lepas bola liar lalu pergi tanpa penjelasan. Ini hoax namanya,” kata Sekretaris Golkar Lembata ini.

Hal ini pun diperkuat oleh Paulus Makarius Dolu, Sekretaris Komisi II DPRD Lembata. Dolu mengatakan, pernyataan Wakong ini sangat tidak elegan. Kalau punya bukti ada pimpinan yang kecipratan uang Rp 100 juta, silakan ke APH untuk diproses secara hukum.

Dengan mencuatnya isu uang suap Rp100 juta mengatasnamakan wakil rakyat, diharapkan ada keberanian dari ADPRD Lembata untuk membuka kasus ini secara lebih terang benderang, sehingga publik tidak menjudge Anggota DPRD yang terhormat sebagai koruptor. (baoon)

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments