Lembata sedang heboh dan viral di jagat maya dan dunia nyata. Bukan karena prestasi hebat tapi karena ulah tak berperikemanusiaan oknum polisi Polres Lembata. Mereka tega dan sadis menganiaya seorang Yoseph Kefaso Bala Lata Ledjab, yang tidak waras. Warga Lembata diaspora yang terwadah di Grup ATA LEMBATA (AL) “marah” dan mengecam aksi biadab itu. Warga Atadei di Lewoleba pun amat geram dan siap bergerak menuntut keadilan bagi Balbo.
KASUS BALBO, sapaan Bala Ledjab, amat meresahkan publik. Keluarga apalagi, amat terpukul. Tapi juga mengguncang institusi Polri di tengah belum pulihnya kepercayaan publik akibat kasus heboh Ferdy Sambo yang saat ini bergulir di persidangan dengan berbagai drama dan alibi. Ulah oknum Polres Lembata yang bergerombol mengahajar Bala Ledjab menampar telak wajah dan citra Polri. Lalu ada pertanyaan konyol; mengapa perilaku oknum polisi masih belum berubah dari tabiat tak manusiawi. Padahal Polri punya slogan humanis; mengayomi dan melindungi warga. Quo vadis itu?
Publik dengan segala argumentasi mengecam aksi brutal oknum polisi di Polres Lembata. Sebab ada yang amat aneh ketika oknum polosi itu melaporkan korban. Masa polisi lapor korban. “Miris sekali. Segila-gilanya orang gila lebih gila lagi orang yang tidak gila menganiaya orang gila,” komentar warga AL.
Sejak merebak heboh dan viral kasus Bala Ledjap ini, komunitas Atadei di Lewoleba bersatu. Setelah keluarga korban (Karel Tue Ledjab) melakukan langkah hukum dengan laporan polisi, warga Atadei pun mulai melakukan konsolidasi untuk menggelar aksi demo yang dijadwalkan 3 Januari 2023. Alasannya jelas! Mulai ada keanehan dalam kasus ini; oknum polisi pun konon kabarnya bakal membuat laporan kepada korban yang adalah orang gila. Apalagi Kapolres Lembata dalam jumpa pers mengancam akan melakukan proses hukum juga terhadap ODGJ Balbo.
Keanehan yang juga terendus ke publik hukum Lembata bahwa warga yang merekam atau membuat vidio saat korban dianiaya gerombolan oknum polisi itu secara brutal itu, telah diintimidasi. Dia didatangi polisi dan memaksa menghapus rekaman itu.
Tak cuma itu. Postingan Agus Nuban selaku Admin Grup Bicara Lembata New, bahwa ada poling apakah masih butuh polisi pun terancam ditangkap. “Saya menganjurkan agar diskusi AL dikonkritkan dalam bentuk petisi atau pernyataan sikap sebagai bentuk tekanan kepada Polres Lembata, Polda NTT dan Mabes Polri. Juga memberi dukungan dan bantuan hukum kepada korban Bala ODGJ dan keluarga serta kepada teman, saudara,anak, adik, kakak kita Gun Nuban. Jadi perlu ada aksi atau langkah konkrit,” kata Achan Raring.
Warga AL lainnya, Kris Waleng, berpendapat, siapapun dan atasnama apapun dengan dalil apapun atau pangkat apapun, TIDAK DIBENARKAN melakukan tindakan kekerasan, kecuali pembelaan diri dalam situasi terdesak. Itu pun melalui prosedural terukur. Apalagi tindakan kekerasan terhadap ODGJ yang mestinya dilindungi.
“Ada indikasi bahwa pelakunya adalah oknun polisi. Ini sangat biadab. Polisi dengan PRESISI yang digaungkan oleh Jendral Sigit rasanya tidak berlaku di Lembata. Gaya premanisme masih dipertontonkan aparat merusak citra Lembata yang belum stabil di berbagai sendi. Ini diperpara oleh oknum premanisme polisi yang arogan. Lalu ada info oknum polisi merasa tersolimi dan membut laporan kekepolisian, ini kan lucu. Masyarakat apalagi ODGJ yang teraniaya kok dia yang merasa tersolimi. Ini model apa lagi. Awas gaya Sambo merajalela,” kecam Kris Waleng.
Dia juga berharap, bukan warga Atadei
saja yang turun demo tapi bila perlu simpatisan seantero Lembata ikut bergabung sehingga ada efek jerah bagi oknum polisi di Lembata yang arogan.
Ada pula komentar warga yang juga merasa muak dengan perilaku oknum polisi itu. Yohanes Vianey Burin berkata, “Pa Kapolres Lembata jangan beralibi tapi tegakan hukum. Yang salah harus diproses”. Yang lain dengan ragu berkomentar, “Polisi proses polisi? Yang pukul polisi, yang periksa polisi. Jangan percaya polisi di Lembata sebagai pengayom masyarakat yang punya karakter seperti ini. Ini jdadisebab akibat banyak kasus kejahatan tidak terungkap di Lembata karena mental dan karakter oknum polisi seperti ini. Mirisnya Kapolres masih belah. Cukup Sambo aja bikin malu institusi Polri, yang lain ecek-ecek tidak usah ikutan”.
Komentar lain demikian, “Satu punya ulah, satu resort kena getah. Kami masyarakat Lembata ni banyak bergaul dan bersahabat dengan anggota senior-senior tapi mereka tidak seperti kamu ni. Mereka ramah dan tidak bangga diri karena anggota polisi. Rendah hati seperti anggota polisi lain tu kah! Kasihan citra polri lagi-lagi menjadi cacat di mata masyarakat”.
Admin AL, Justin L. Wejak, mengajak warga AL bersikap. Dosen Kajian Asia Universitas Melbourne, Victoria, Australia asal Lewokukung, Baolangu, menulis pesan, “Kabar rencana penangkapan perlu dipandang sebagai modus pembungkaman atau penjinakan. Beberapa kejahatan HAM diduga melibatkan oknum berseragam. Sayang, dugaan itu tak bisa dibuktikan, bukan karena mungkin tak ada bukti, tapi tak ada kesempatan. Mungkin ini pintu masuk untuk membuka kedok kejahatan yang diduga melibatkan oknum berseragam”.
Justin juga melihat ada tiga soal besar dalam kasus Balbo; orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), penganiayaan, dan polisi, bahwa haram hukumnya bagi polisi melakukan tindak kekerasan kepada si gila. “Dia manusia, dan punya HAM. Di mata hukum, ODGJ jelas korban! Polisi, pelaku kekerasan! Aneh, pelaku lapor korban. Ini pekerjaan rumah (PR) besar buat Kapolres Lembata,” tegas Justin Wejak.
Sidang Etik dan Pecat
Warga AL di Jakarta yang juga Pengacara kondang dengan tegas mengatakan, oknum polisi pelaku yang menganiaya korban Bala Ledjab perlu ditangkqp dan ditempatkan di tempat khusus, lalu diproses hukum melalui sidang dewan etik dengan putusan pemecatan tidak dengan hormat (PTDG).
“Ini mirip-mirip kasus Sambo, sampe 93 orang disidangkan. Proses pidana para Pelaku dengan Pasal 170 KUHP dan Pasal 351 ayat 1 dan penjarakan. Konsolidasi semua elemen masyarakat dan diaspora dimana pun (jangan hanya Keluarga Bala Ledjap atau Atadei saja,) karena kasus Bala Lejap sudah publik domain, untuk mengganti Kapolres, Kasatserseum dan para Kanitnya,” saran pengacara asal Boto Lembata ini.
Seperti diberitakan, Bala Ledjap (22), diduga dianiaya di depan kantor Kopdit Pintu Air Cabang Lembata, Selasa (27/12) sekitar pukul 21.00 WITA. Korban menderita luka di batang hidung dan pelipis sebelah kanan serta lebam di pelipis kiri.
Kakak kandung korban, Andreas Ledjap menuturkan, kejadian bermula saat satu kelompok anggota polisi ini mencari adiknya di rumahnya, di Kota Baru, Kelurahan Lewoleba Tengah. “Mereka datang cari tapi Bala tidak ada. Mereka sempat ribut dan marah dengan nada tinggi. Katanya Bala ada pukul salah satu anggota polisi,” kata Andreas.
Tidak menemukan Bala di rumah, gerombolan polisi yang menggunakan sepeda motor mencari korban di beberapa titik. Saat menemukan Bala di sekitar kantor Koperasi Pintu Air, mereka memukulinya. Setelah dianiaya, Bala dilepas di tempat yang berbeda dalam keadaan kedua tangan terikat di belakang.
“Kami berharap Pak Kapolres Lembata segera menindak anggotanya yang bertindak brutal ini, dan hukuman harus diberikan sesuai aturan yang berlaku,” kata Karolus Ledjap, ayah Bala Ledjap.
Cari Gara-gara
Seorang warga AL, Agus Nuban, bercerita, korban Bala Ledjab yang biasa disapa Balbo, awal mulanya begini. Balbo, ODGJ itu, melintas di jalan raya tanpa memakai baju. Bajunya digantung di pundak. Lalu munculah 2 anggota polisi dengan sepeda motor. Sala satu anggota polisi sempat mengatakan, “woii pake baju! Terus Balbo bilang, kenapa? Salah satu anggota polisi yang dibonceng itu turun. Polisi itu bilang “kamu ni saya suru pake baju”. Tapi Balbo bilang lagi “apa? Akhirnya polisi merasa tertantang dan ancang mau pukul Balbo. Namun Balbo tumbuk (tonjok) duluan. Polisi pun jatuh dipinggir parit.
Kemudian malam itu, Ikbal polisi dan kawan-kawan mencari Balbo sampai akhirnya balbo dikeroyok
Menanggapi itu, Pengacara Petrus Bala Patyona, mengatakan, dari cerita awal kasus ini saja jelas sudah salah.
“Kapolres mau muter-muter seperti kote (gasing) juga ga bisa mengelak lagi. Ikbal yang cari gara-gara sama Bala, ya daripada dipukul dulu, ya Bala melakukan pembelaan diri,” tegasnya.
Menurut Patyona, seseorang waras yang melakukan pembelaan diri saja dibenarkan KUHP, apalagi seorang Balbo Bala OGJD yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kejiwaannya sesuai Pasal 44 KHUP, ya tidak bisa dimintai Pertanggungjawaban.
“Orang waras yang membela diri saja dibenarkan oleh Pasal 49 KUHP, apalagi seorang OGDJ seperti Bala ini. Pembelaan diri, pembelaan darurat (noodwear) apalagi terukur seperti yang dilakukan Bala sah-sah saja. Untungnya Bala tidak bunuh polisi itu. Kalau pun dibunuh, Bala tak dapat dimintai Pertanggungjawabannya,” jelas Patyona.
Dia mengatakan, Pasal 49 KUHP mengatur; “Barang siapa melakukan perbuatan untuk Pembelaan diri karena ada serangan atau ancaman kekerasan ketika itu melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, terhadap kehormatan atau kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana”.
Karena itu, saran dia, Kapolres dan Kasatserseum tolong baca ini, demi keadilan untuk Balbo Bala Lejap supaya Lembata adem, sejuk, damai daripada main hakim sendiri. Sebab, kalau semua bersatu untuk membuat balasan entah bakar-bakar dan ada pelaku yang menyerahkan diri, masalahnya akan semakin ruwet.
“Proses hukum buat pelaku penganiayaan dengan terang benderang supaya citra polisi bisa dipulihkan di Tanah Lembata,” saran warga AL yang adalah Anggota DPRD NTT dari Fraksi PDIP, Viktor Mado Watun. (jdz)