Oleh Yohanes Kapastrano Nimanuho
*) Siswa Jurusan Bahasa SMAN 2 Nubatukan-Lembata
SMAN 2 Nubatukan telah selesai melaksanakan Ujian Akhir Semester Ganjil. Dalam pelaksanaan ujian tersebut, banyak pelajar yang merasa tidak puas dengan hasil ujiannya. Banyak dari mereka yang mengeluh tentang nilai yang rendah. Mereka mengatakan bahwa mereka sudah belajar tetapi, hasilnya sangat buruk.
Padahal sebelum pelaksanaan ujian, para guru telah memberikan kisi-kisi yang memberi gambaran mengenai soal-soal yang akan keluar di ujian nanti. Pertanyaannya, mengapa masih banyak siswa yang mendapatkan nilai buruk? Ternyata sederhana saja jawabannya. Kemalasan telah menjadi momok dalam diri siswa-siswi. Waktu belajar tidak digunakan dengan maksimal sehingga ketika waktu ujian tiba, mereka tergesa-gesa bahkan tidak menyiapkan diri dengan baik.
Cara dan gaya belajar tentu belum sempurna. Beberapa hal yang menjadi pemicu merosotnya nilai siswa-siswi. Pertama, hilangnya konsentrasi siswa saat belajar. Padahal yang perlu dilakukan adalah mengosongkan pikiran. Selanjutnya, fokus pada materi yang hendak dibaca atau dipelajari. Kedua, membaca sambil memahami materi yang dipelajari agar dapat terserap dan tersimpan secara baik dalam memori.
Selain kedua hal di atas, ada pula hal ketiga, perlu suatu niat dan kesadaran untuk benar-benar memahami materi agar topik yang dipelajari benar-benar dimengerti dan dipahami. Keempat, membaca kembali materi setelah bangun tidur atau pada saat subuh. Karena jam-jam tersebut adalah jam yang paling baik untuk mengingat apa yang dibaca.
Menerapkan cara belajar dengan gaya belajar yang baik tentu menghadapi banyak kendala yang menjadi penghambat. Beberapa hal yang menjadi penghambat bagi para pelajar untuk menemukan cara belajar terbaiknya. Pertama, pikiran masih terfokus pada handphone. Belajar bukan yang utama. Bagi para pelajar, belajar adalah waktu yang tepat membalas chat dari teman atau whatsApp dari sang pacar. Isi chat pun kebanyakan kurang membangun dan mendukung dalam studi. Misalnya, bagaimana kabar, sudah makan atau belum, dll.
Kedua, membaca dengan terburu-buru dan tidak menyimak dengan teliti padahal untuk mengerti dan paham apa yang dibaca perlu membaca sambil mencerna stahap demi tahap. Namun, kebanyakan dari para pelajar tidak menikmati proses dalam belajarnya itu. Pikiran mereka terfokus di luar materi yang dipelajari. Mereka cenderung terburu-buru untuk cepat selesai belajar agar bisa chatting dan inbox sepuasnya.
Ketiga, kebiasaan membaca di rumah hampir tidak dilakukan para siswa. Paling banter mereka baru membaca ketika mereka berada di sekolah. Hampir sebagian besar siswa belajar di sekolah sebelum ujian dimulai. Keempat, pada saat ujian berlangsung, sebagian siswa tidur di dalam ruang ujian padahal, soal-soal ujian belum selesai dikerjakan. Pertanyaannya, mengapa sehingga di sekolah baru belajar? Apa kesibukan mereka di rumah? Mengapa pada saat ujian mereka lebih memilih tidur daripada mengerjakan soal ujian?
Kenyataan ini membuktikan bahwa banyak waktu tidak dimaksimalkan hanya karena para pelajar masih sibuk bermedia sosial. Media sosial seolah menghipnotis mereka sehingga waktu yang sangat berharga disia-siakan bahkan diabaikan. Sejatinya, waktu mesti dikejar untuk dimanfaatkan bukan sebaliknya kitalah yang dikejar waktu karena merasa bahwa waktu yang ada seolah sangat terbatas.
Oleh karenanya, sikap yang mesti dilakukan adalah menghargai dan menghormati waktu. Waktu mesti digunakan seefektif mungkin. Waktu sebetulnya adalah rahmat yang diberikan Tuhan bagi setiap orang untuk mengembangkan dirinya. Gunakanlah waktu ini sebagai berkat dengan sebaik mungkin agar tidak tergilas oleh waktu. Tuliskanlah setiap kegiatan di awal dan di akhir hari. Selain itu, jangan lupa mengucap syukur kepada Tuhan. Rubah cara berpikir dan hargai waktumu agar nantinya hasil belajarmu benar-benar bernilai dan berharga untuk masa depan. Selamat membangun hidup secara lebih bermakna. (*)