Belum Ada Persetujuan dari Bupati dan DPRD untuk Pembentukan Provinsi Flores

by -436 views

Gabriel Beri Binna (tengah) bersama Eathon Foenay dan Honing Sani.

LEWOLEBA, mediantt.com – Perjuangan membentuk Provinsi Kepulauan Flores (PKF) sudah lama berproses. Sudah ada panitia bahkan sudah beberapa kali digelar kongres membahas ini. Tapi kendala paling mendasar adalah belum ada persetujuan dari kabupaten sedaratan Flores plus Lembata bersama DPRD.

Saat ini wacana ini kembali digulirkan dan mendapat tanggapan dari Ketua Komisi III DPRD NTT yang membidangi Pemerintahan Umum, Gabriel Beri Binna.

“Provinsi Flores ini sebenarnya sudah berproses cukup lama, hampir dua dekade. Dalam rentang waktu yang lama itu juga terjadi beberapa perubahan perundang-undangan tentang pembentukan daerah otonomi. Tapi persyaratan paling mendasar, yang belum kita miliki saat ini adalah persetujuan dari kabupaten-kabupaten yang masuk dalam wilayah calon provinsi Flores, dalam hal ini dari Bupati dan DPRD. DPRD-nya ditetapkan melalui mekanisme paripurna, setuju tentang dibentuknya provinsi baru, yang namanya Provinsi Kepulauan Flores. Setuju juga tentang calon ibukota provinsi yang baru,” tegas Beri Binna kepada wartawan di Palm Indah Hotel, Lewoleba, Rabu (19/10) malam.

Dia menjelaskan, ada PP No. 78 tahun 2007, tapi sebelumnya juga ada UU Pemerintahan Daerah yang lama, yang waktu itu relatif mudah membentuk daerah otonomi baru sehingga NTT yang semula 14 kabupaten bisa berkembang. Namun seiring waktu berlakulah PP No 78 tahun 2007 tentang tatacara pembentukan dan penghapusan daerah otonomi.

“Sekarang berlaku UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Perbedaannya besar sekali kalau dari sisi persyaratan teknis. Persyaratan kewilayahan, persyaratan administratif itu relatif sama tetapi tahapan-tahapan yang membedakan antara PP No. 78 tahun 2007 dengan UU No. 23 tahun 2014 ini sangat berbeda,” jelas Beri Binna.

Menurut dia, pada era Presiden SBY, pintu pemerintah ditutup dengan moratorium, sehingga praktis hanya satu pintu yaitu melalui DPR RI. Dan di era itu kita berhasil mendorong usulan daerah otonomi baru seperti Kota Maumere, Kabupaten Adonara dan Kabupaten Pantar, di penghujung masa berlakunya PP No. 78 tahun 2007 sebelum diundangkannya UU No. 23 tahun 2014.

Nah, memasuki era UU No. 23 tahun 2014, kita juga mengusulkan 5 kabupaten baru yang ada di NTT, didalamnya itu ada Amfoang, kemudian ada 3 di Sumba, kemudian 1 ada di TTS, yaitu Amanatun.

“Namun dengan diberlakukan UU yang baru ini, hanya disediakan satu pintu saja. Tidak ada lagi proses yang kita bisa usulkan dari daerah, diusulkan melalui DPR RI tetapi semuanya melalui pemerintah. Jadi prosesnya lebih teknokratis,” katanya.

Dia juga menjelaskan, di dalam UU No. 23 tahun 2014, diatur bahwa harus ada dua peraturan pemerintah yang ditetapkan sebagai peraturan pelaksana untuk pembentukan daerah otonomi baru.

Dia menyebutkan, Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) yang pertama adalah Desain Strategi Daerah (Destrada), desain besar penataan daerah 2015-2025. RPPDestrada ini sudah selesai dibuat. Harmonisasi DPR RI bersama Kemendagri sudah selesai dilakukan, tapi sampai saat ini RPPDestrada belum ditetapkan. Belum ditandatangani oleh Presiden, sehingga kita tidak bisa melangkah lebih jauh.

“RPPDestrada itu sederhananya mengatur tentang begini, misalnya NTT mau jadi berapa provinsi, RPPDestrada akan memetahkan itu. Ada 22 kabupaten/kota sampai 2025 mau jadi berapa kabupaten/kota, itu RPPDestrada memetakannya. Kemudian ditetapkan juga RPPD yang berikut tentang tatacara pembentukan daerah otonomi baru merujuk pada Destrada tadi,” jelas Beri Binna.

Akan tetapi, lanjut dia, dua RPPD ini belum ditetapkan. Lalu kita sekarang sudah memasuki masa pemilu. Daerah-daerah pemilihan sudah diatur, mulai dari provinsi, kabupaten dan penyelenggara-penyelenggara pemilu sudah mulai dibentuk.

DPT-DPT, TPT-TPT per TPS yang alamatnya di desa A, di kecamatan tertentu, di kabupaten tertentu, itu sudah mulai diatur. Dengan demikian dari sisi ketatanegaraan sudah tentu kita akan menunggu sampai pemilu dulu, yang berarti prosesnya sertamerta berhenti.

“Pembentukan Provinsi Kepulauan Flores bisa terus berproses, tetapi publik perlu juga diinformasikan bahwa jika mau mendorong pembentukan PKF, kita harus bersama-sama menunggu penetapan RPPD itu menjadi peraturan pemerintah, baru kemudian kita akan melihat sudah seberapa lengkap persyaratan yang ada,” tandas politisi Gerindra asal Alor ini. (baoon)

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments