Eduard MY Tuka m3nyerahkan jabatan kepada penggantinya, Ni Wayan Juliati.
LEWOLEBA – Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lembata, Eduard M. Y. Tuka, secara resmi menyerahkan jabatan kepada penggantinya, Ni Wayan Juliati. Dia berpesan agar dalam mengurus masalah tanah, jangan melibatkan orang lain, pihak lain atau jasa. Tapi ikutilah saja karpet hijau dan merah yang dia tinggalkan.
Demikian disampaikan Ed, sapaannya, saat temu pisah di kantor BPN Lembata, Selasa (18/10) malam. Dia mengaku meninggalkan jejak yang baik untuk bisa diteladani selama 1 tahun 11 bulan 15 hari mengabdi di BPN Lembata.
“Sebenarnya tidak ada masalah pertanahan yang tidak dapat diselesaikan. Ketika kita duduk bersama maka permasalahan itu pasti dapat diselesaikan. Untuk itu, uruslah tanah tanpa melibatkan orang lain, pihak lain atau jasa,” katanya.
Dia menegaskan, “Kita telah siapkan karpet hijau dan karpet merah. Karpet hijau adalah layanan tanpa jasa atau kuasa atau calo, sedangkan karpet merah khusus untuk mereka yang disabilitas. Semua pemilik tanah wajib pasang pengaman tanda batas berupa pilar. Ini menjadi sebuah harapan baru untuk Lembata yang lebih baik,” kata Eduard.
Dia berharap, fase setelah dirinya, ibu Ni Wayan Juliati, mampu menterjemahkan semua kebutuhan dari masyarakat Lembata, pemerintah daerah dan lembaga-lembaga sosial keagamaan.
Menurut dia, sudah banyak kebijakan yang telah ditempuh terkait permasalahan tanah. Salah satunya soal pelayanan informasi dan pengambilan produk berupa sertifikat hak atas kepemilikan tanah.
“Ada terobosan kebijakan yang di luar kelaziman, dimana kita berlakukan kebijakan baru, hari Sabtu dan Minggu sebagai hari pelayanan di samping hari kerja normal Senin-Jumat,” katanya.
Uniknya lagi, lanjut dia, kebijakan ini dilakukan bekerjasama dengan pihak gereja. Artinya, dengan pemberitahuan melalui mimbar Gereja, banyak masyarakat menjadi tahu, lalu datang berkonsultasi dan mengambil sertifikat tanahnya.
“Kebijakan ini saya ambil dengan memperhatikan tingkat aktivitas dan rutinitas dari masyarakat Lembata. Saya melihat hari Senin sampai Jumat, semuanya pada sibuk. Yang nelayan sibuk melaut, petani sibuk berkebun, sementara yang pegawai sibuk dengan rutinitas pekerjaannya yang padat. Maka dari itu saya melakukan kebijakan pelayanan informasi publik di hari Sabtu-Minggu. Dan langkah ini ternyata sukses”, tegas Eduard, dan menambahkan, “Jadi kita tidak mengenal 6 hari kerja dengan tingkat profesional yang tinggi, 2 hari adalah pelayanan informasi dan pengambilan produk”.
Dia berharap lagi, dengan adanya mutasi di lingkungan BPN sebagai langkah penyegaran dan promosi jabatan, program yang sudah berjalan baik ini dapat dilanjutkan dan ditingkatkan kualitas pelayanannya.
“Saya berharap ibu Ni Wayan Juliati yang baru saja ditunjuk menggantikan saya dapat melanjutkannya. Saya yakin dan percaya ibu Juliati bisa menjalankan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik,” harap dia.
Dia juga melaporkan sudah sekitar 2.300 sertifikat tanah yang telah di redistribusi, ditambah program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) 3.000 lebih. Jadi kurang lebih sekitar 7 ribuan sertifikat yang telah dieksekusi selama 1 tahun 11 bulan 15 hari dia bertugas di Lembata.
Terkait tanah Pemda, kurang lebih sekitar 50-an tanah Pemda yang telah diselesaikan. Sisa 93 bidang tanah Pemda yang belum dieksekusi, maka nanti akan ditindaklanjuti oleh ibu Kepala Kantor BPN yang baru.
“Kita sudah punya Strako (Strategi komunikasi), tapi kekurangannya hanya bisa dilihat oleh lembaga kita. Karena itu butuh kerjasama dan publikasi melalui teman-teman media sehingga bisa dilihat publik,” kata Eduard.
Dia mengingatkan agar setelah ia pergi, pelayanan harus tetap konsisten dijalankan dan harus lebih kreatif. Sebab ada beberapa rencana yang mau dibangun demi mendekatkan pelayanan di pusat-pusat kecamatan.
“Contoh buka loket di kecamatan, setiap minggu kita jemput dan bisa langsung dieksekusi. Jadi sistim layanan mandiri itu ada jalan. Dibuka di kecamatan, orang mau daftar tinggal buka sistem delivery. Satu Minggu setelah itu kita jemput bola, ambil berkas terus ukur,” katanya.
Dia juga meminta Kakan yang baru untuk menghidupkan kembali layanan loket dengan sistem buka pelayanan mandiri di pusat-pusat pelayanan kecamatan itu dengan aplikasi Loket Ku. “Ini yang mau dibukakan dan ibu Kakan setuju. Ia pingin seperti itu. Kalau layanan mandiri ini jalan, ke depan pendekatan pelayanan kepada masyarakat semakin dipermudah,” katanya.
Terkait penanganan masalah sengketa tanah, menurut Eduard, harus dilihat dulu obyek tanah, apakah milik perorangan, milik suku ataukah milik negara. Kalau perorangan dilakukan melalui pendekatan kekeluargaan dengan melihat riwayat tanah tersebut. Begitupun dengan tanah milik suku. “Kalau milik suku harus dikembalikan ke suku untuk diselesaikan terlebih dahulu, tapi kalau milik pemerintah wajib dikembalikan ke pemerintah sebagai pemilik sah atas tanah tersebut,” tegasnya.
Karena itu, sebut dia, pendekatan sosial perlu didahulukan untuk mempermudah penyelesaian, baru masuk ke perdata. “Kalau tidak disiasati seperti itu maka tidak akan selesai persoalannya. Dan rencana strategisnya di tahun 2025 seluruh tanah yang dikuasai oleh masyarakat dapat disertifikasi,” kata Ediard. (bily)