Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjawab pertanyaan wartawan.
KUPANG, mediantt.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan NTT termasuk salah satu provinsi yang rawan terjadi korupsi. Karena itu, KPK mengajak Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan kabupaten/kota mencegah tindak pidana korupsi di wilayahnya, demi menciptakan pemerintahan yang bersih dan jujur.
“NTT merupakan salah satu provinsi yang cukup rawan, sehingga kita (KPK) mengajak pemerintah untuk bersama-sama memerangi korupsi di wilayah Provinsi NTT. Artinya, kita ajak semua, mulai Pemerintah Daerah dan Pemerintah Provinsi NTT, mari kita bersama bersinergi cegah korupsi dengan perbaikan sistem, tata kelola, dan meningkatan pengawasan. Karena di NTT ini cukup rawan (korupsi),” tegas Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, kepada wartawan usai rapat dengar pendapat Pemberantasan Korupsi Terintegrasi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pemerintah Daerah NTT dan sejumlah lembaga vertikal, yang digelar di Hotel Aston Kupang, Rabu (19/10/2022).
Dia menjelaskan, KPK saat ini sedang menangani kasus dugaan korupsi bawang merah di Kabupaten Malaka, yang berlangsung sejak tahun 2019 di Polda NTT.
“Tetapi kasus itu tidak juga dinaikan ke tahap penyidikan, sehingga kita ambil alih untuk melanjutkan. Jadi kita tinggal lengkapi saja berkas perkara dari penyidik Polda NTT. Kurangnya dimana tinggal ditambahkan saja,” tegsnya.
Ditanya soal dugaan kasus korupsi lain di NTT, dia mengaku tidak mengetahui secara pasti, karena semua informasi dan laporan masyarakat disampaikan langsung ke direktorat pengajuan dan laporan masyarakat untuk dilakukan monitoring.
“Sehingga akan dilakukan koordinasi dengan inspektorat untuk dilakukan monitoring, atau bisa penyidikan secara terbuka,” jelasnya.
Dia menegaskan lagi, “Karena banyak laporan masyarakat terkait kelemahan satu prosedur sistem, jadi kita koordinasi dengan inspektorat untuk segera diperbaiki”.
Menurut dia, jika pihaknya menerima laporan terkait adanya penyimpangan yang diduga merugikan keuangan negara maupun daerah, maka KPK akan segera menindak lanjuti laporan tersebut.
“Kalau ada laporan penyimpangan yang diduga merugikan keuangan negara, tentu kita akan tindak lanjuti,” katanya.
Meski demikian, Marwata mengakui, KPK juga memiliki keterbatasan dalam menangani satu perkara tindak pidana korupsi. Misalkan kerugian negara berada diatas angka Rp 1 miliar.
“Tetapi kerugian tidak mungkin berada diatas angka itu. Karena nilai proyeknya aja Rp 1 miliar. Jadi tentu kerugiannya tidak mungin diatas angka itu,” ujarnya.
Akan tetapi, sambung dia, kalau ada bukti, KPK akan sampaikan ke inspektorat untuk dilakukan verifikasi terkait persoalannya. “Jadi kita berdayakan betul inspektorat. Dan apa yang dilakukan inspektorat kita akan pantau dan meminta mereka laporkan hasilnya,” tandasnya.
Soroti Dana Desa
Menyinggung soal dana desa, Wakil Ketua KPK mengatakan, dana desa sebesar Rp 400 triliun yang dikucurkan pemerintah belum signifikan menurunkan angka kemiskinan di desa.
Ratusan triliun dana desa itu digelontorkan selama delapan tahun, mulai 2013 hingga 2021. “Kalau kita harus jujur, dana sebesar itu belum berpengaruh secara signifikan untuk menurunkan angka kemiskinan di desa dan juga kemandirian di desa,” kata Suhartono.
Dia menjelaskan, pengelolaan dana desa secara tidak sadar dimaknai secara keliru, sehingga berpotensi terjadinya penyimpangan. Kondisi itu ditandai dengan banyaknya pengaduan masyarakat.
Menurut dia, berbagai permasalahan yang muncul terkait pengelolaan dana desa, mencakup kelembagaan, sumber daya manusia dan sistem pengelolaannya. Termasuk juga pemanfaatan pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat di desa.
“Masih sering kita jumpai pengelolaan dana desa secara tidak sadar tidak dimengerti oleh para kepala desa dan perangkat terkait pengelolaan dan pemaknaan secara keliru sehingga berpotensi terjadinya penyimpangan,” tegas dia. (jdz)