Thomas Ataladjar Merasa Dihargai di Era Kepemimpinan Penjabat Bupati

by -255 views

LEWOLEBA, mediantt.com – Penulis sejarah tekenal di Ibukota Jakarta, Thomas Ataladjar, merasa amat dihargai ketika kembali ke Lewotana dengan karya besar “Lembata Dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya”. Dia sempat merasa amat asing di negeri asalanya, sehigga harus bertanya apakah masih anak tanah lembata atau bukan.

“Tapi baru kali ini di era kepemimpinan Penjabat Bupati Marsianus Jawa, kami merasa dihargai. Karena itu, saya menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Lembata dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada segenap perintis, pelopor, penginisiatif, pelaku sejarah dan pejuang Lembata atas jasa-jasa dan pengorbanannya tanpa pamrih memperjuangkan otonomi Lembata sejak Statement 7 Maret 1954 hingga terbentuknya Kabupaten Lembata tahun 1999,” tegas Thomas Ataladjar
saat peluncuran buku “Lembata Dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya”, Rabu (12/10) di Hotel Palm.

Hadir saat itu Penjabat Bupati Lembata Marsianus Jawa, Ketua DPRD Petrus Gero, Guru Besar Ilmu Komunikasi Budaya Undana Prof DR Alo Liliweri, MS, Dosen Senior Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, DR Yoseph Yapi Taum, M.Hum, Tokoh perjuangan otonomi Lembata yang juga anggota DPR RI dari Nasdem, H. Sulaeman L. Hamzah, Diaspora Lembata Jakarta dan segenap undangan.

“Sangat menyenangkan sejak 22 tahun Lembata otonom baru kali ini, di HUT Otonomi Lembata ke-23 kami boleh hadir mengikuti upacara peringatan Otda di kantor Bupati Lembata,” kata Ataladjar, yang menggumuli sejarah Lembata sejak 30 tahun lalu ketika masih menangani tabloid Suara Lembata di Jakarta.

Dari situlah, menurut dia, pergumulan sejarah Lembata dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan dan pada tahun 1999 diberi tugas khusus oleh anggota delegasi perjuangan otonomi Lembata untuk mencatat, mendokumentasikan dan mempublikasikan seluruh kegiatan anggota delegasi di Jakarta.

Dalam pergumulan yang panjang ini, dia bersyukur karena masih mendapatkan informasi dari narasumber langsung, tokoh-tokoh sejarah Statement 7 Maret yang kebanyakan masih hidup saat itu.

“Sangat tidak mudah, karena pertama kita masih berkutat pada kisah dulu. Kedua, kita tidak punya referensi tertulis yang memadai untuk menulis buku yang bisa diterima dan yang ketiga, kita kekurangan penulis-penulis muda yang tangguh”, kata Thomas.

“Bumi Lembata kaya akan peradaban yang tinggi, yang belum digali secara maksimal,” tambah Thomas Ataladjar.

Dia juga berharap, peluncuran buku “Lembata Dalam Pergumulan Sejarah Dan Perjuangan Otonominya” ini dapat menjawabi kerinduan rakyat Lembata akan sejarah masa lalunya dan menjadi dasar pijakan bagi penelitian lanjutan bagi peneliti-peneliti muda dan terutama isinya menjadi bahan materi muatan lokal pembelajaran di sekolah dari tingkat SD hingga SMU.

Jejak Penulis

Thomas B. Ataladjar lahir di Waiwejak pada 12 November 1951, pernah belajar di Seminari San Dominggo tamat tahun 1972 dan tahun 1976 melanjutkan studinya di Universitas Katolik Atmajaya Jakarta.

Ataladjar juga pada 1990-2011 pernah menjadi pemimpin redaksi dan penanggungjawab majalah Suara Lembata Jakarta dan pernah menulis beberapa buku sejarah diantaranya: Ensiklopedia Nasional Indonesia (1988-1994), Si Jagur, Kisah Sejarah dan Legendanya (2012), Jejak Kejayaan Molenvliet (2014), Gerbang Batavia yang Tak Pernah Tiba Di Batavia (2015), Benteng-benteng Kuno Bersejarah Seputar Batavia (2015).

Selain menulis buku “Lembata Dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya”, juga sebagai penulis sejarah Banten, sejarah Sumatera Barat, sejarah Aceh, dan masih banyak lagi.

Kini penulis menangani majalah pendidikan bilingual Tunas Nusantara Jakarta sebagai seorang pemimpin redaksi dan terus menulis buku tentang sejarah, budaya dan geografi. (bily)

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments