Dari Kota Tua, Helai Demi Helai Buku Sejarah Lembata Mulai Tersibak

by -336 views

Suasana bedah buku karya Thomas Ataladjar di Hadakewa, Rabu (12/10).

HADAKEWA – Denyut sejarah kota tua Hadakewa di pesisir timur pulau Lomblen terhentak seirama dengan hadirnya sebuah karya dari Thomas B. Ataladjar; “Lembata Dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya”. Buku ini diluncurkan dalam balutan ritual adat dan budaya Lamaholot.

Mengiringi irama klasik “kelen Hadakewa sampai Leramatan-heku naran Kewa bisa tao matan”, helai demi helai buku sejarah Lembata itu mulai terkuak, Selasa (11/10).

Di Hadakewa inilah serpihan-serpihan sejarah masa lalu nusa Lembata hidup dan berkembang dari generasi 1954 ke generasi 1999, yang kita kenal generasi pejuang yang melahirkan “otonomi daerah” bagi Kabupaten Lembata.

7 Maret dan 12 Oktober merupakan tanggal bersejarah. Tanggal keramat, tanggal perekat persatuan bagi rakyat Lembata. Di tanggal itulah sejarah perjuangan rakyat Lembata mulai menyala-nyala.

Kini 23 tahun telah dilalui, telah lepas dari yuridis Kabupaten Flores Timur, dan 68 tahun setelah statement 7 Maret 1954 dicetuskan. Banyak aneka peristiwa sejarah menghiasi bumi Lembata. Begitu banyak pucuk-pucuk muda Lembata bermunculan dari rahim Nusa Lembata yang visioner, dedikatif dan solutif.

Seperti halnya tokoh kharismatik dibalik perjuangan otonomi Lembata, Anggota DPR RI Partai Nasdem Dapil Papua, H. Sulaeman L Hamzah yang mengais serpihan-serpihan sejarah Lomblen menjadi sebuah dokumen berupa buku yang ditulis oleh wartawan sekaligus penulis Thomas Atalajar.

Inilah bentuk dedikasi anak tanah untuk ibu Lembata agar kepingan sejarah itu tak terbenam sia-sia di tanah Lepanbatan.

Karena itu, pelaksanan kegiatan seremonial adat menjadi penting dalam memaknai sebuah peristiwa historis bagi masyarakat adat Lamaholot.

“Tetapi jauh lebih penting daripada itu adalah seremonial dalam budaya adat Lamaholot dilakukan untuk memberi bobot kekuatan inspirasi yang lebih dominan, sekaligus memberi muatan moral, semangat agar menjadi kepenuhan harapan bagi semua orang masyarakat Lembata,” tegas Goris Lewoleba, dosen di Jakarta ini.

Dr. Goris mengatakan, catatan penting adalah buku ini akan menjadi sejarah resmi Lembata, tidaklah cukup hanya dengan menerbitkan buku, harus ada dokumen pendukung yang menjadi kompas moral dan edukasi bagi generasi yang akan datang.

Menurut Dr Yoseph Yapi Taum, sastrawan dan dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang disampaikan sehari sebelumnya dalam jumpa pers bahwa sejarah tentang tanah Lembata termasuk perjuangan otonomi, selama ini masih berupa tuturan lisan, belum ditulis sebagai repsentatif sejarah secara akademis. Tulisan Thomas Atalajar dalam buku “Lembata Dalam Pergumulan Sejarah dan Perjuangan Otonominya” menjadi penanda penting Lembata memasuki fase historis sekaligus menjadi official history karena tentang sejarah Lembata yang beredar selama ini masih parsial dan berasal dari pikiran sendiri-sendiri.

Dan untuk memperkuat dasar pijakan buku di tanah Lepanbatan, Penjabat Bupati Lembata Marsianus Jawa menyampaikan beberapa pikiran dalam sambutannya. “Hari ini kita datang ke sini karena masa lalu”.
Meskipun kehadiran warga Lembata saat ini di sini masih kalah jauh dengan warga yang hadir pada pertemuan yang digagas Guru Gute Betekeneng kala itu di 7 Maret 1954 yang diperkirakan berjumlah sekitar 300 orang.

“Sejak pertemuan itu tdak ada lagi perbedaan di sini. Tidak ada lagi Paji dan Demong. Saya memberikan apresiasi kepada orang Lembata yang saat itu sudah berpikir otonomi sebelum NTT dibentuk 1958. Guru Gute dan orang-orang pada zamannya sudah berpikir untuk ‘merdeka’ 1954,” tegas Marsianus Jawa.

Terhadap launcing buku sejarah Lembata, Marsianus memberikan apresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada H. Sulaeman Hamzah dan Thomas Atalajar serta warga diaspora Lembata yang sangat luar biasa telah melahirkan buku tentang sejarah Lembata yang akan menjadi dokumen penting tanah Lembata.

Mengutip pengakuan Sulaeman Hamzah, Marsianus Jawa mengatakan bahwa selama 22 tahun berotonomi baru kali ini Pemda Lembata menyambut warga diaspora, terhadap hal itu dirinya mengucapkan terima kasih.

Ia juga mengajak warga diaspora sekalgus juga masyarakat Lembata untuk jangan melupakan bahwa Lomblen ini ada di Hadakewa sesuai dengan sambutan Guru Gute Betekeneng dalam tulisan tangannya setebal 7 halaman.

“Ini sangat luar biasa. Saya ajak pimpinan dan perangkat daerah untuk membaca dan menceritakan isi buku ini,” tegas Marsianus Jawa.

Daya tarik dari launching buku ini dihadiri putra-putri pencetus otonomi Lembata. Terlihat pada launching seremonial adat diantaranya putra Guru Gute Betekeneng, Mans Kayluli Betekeng dan Letkol. Fidelis Betekeng. Hadir juga para camat se-Kabupaten Lembata, RD. Blas Keban, Anggota DPR RI Dapil Papua H. Sulaeman Hamzah, Dr. Goris Lewoleba, Dr. Yoseph Yapi Taun, Vian Burin dan sejumlah masyarakat Lembata. (bily baon)

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments