DPRD TTU Ingatkan Dinas PMD Tidak Lakukan Pembodohan Hukum di Desa

by -905 views

Agustinus Tulasi, SH

KEFAMENANU, mediantt.com – Gerakan tidak etis yang dilakukan Dinas PMD Kabupaten TTU terhadap aparat desa, mendapat kritik dan sorotan dari Wakil Ketua DPRD TTU, Agustinus Tulasi, SH. Dia mengingatkan agar dinas ini tidak melakukan pembodohan hukum dan politik kepada aparat desa, hanya berdasarkan alasan Soslisaai aturan tentang desa. Sebab yang punya otoritas atas itu adalah bupati, bukan PMD atau aparat kecamatan.

Kepada mediantt.com, Senin (11/7), Politisi Golkar ini menyatakan DPRD TTU MENOLAK secara tegas tentang proses perekrutan perangkat desa sebagai tindak lanjut dari sosialisasi Perbup Kabupaten TTU Tentang Mekanisme Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa beberapa waktu lalu.

Dia membeberkan, salah satu program Dinas PMD Kabupaten TTU sesuai nomenklatur APBD dalam sistem aplikasi adalah Sosialisasi Perbup/Perda yang mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa di TTU, namun tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi mulai dari UU, PP hingga Perda. Apalagi hanya bermodalkan Sosialisasi lalu menyusup kepentingan terselubung untuk melakukan pembodohan hukum dan politik kepada masyarakat melalui aparatur desa di desa-desa terpencil dan bersifat diakriminatif. Yakni pergantian perangkat desa tidak menyeluruh dan serentak di semua desa. Tapi terkesan mengikuti keinginan sepihak staf kecamatan dan kepala desa.

“Kita menemukan fakta di desa-desa terpencil yang masih jauh dari aspek informasi dan teknologi. Jadi mohon diklarifikasi secara jelas dan bertanggungjawab oleh Dinas PMD TTU agar tetap terjaga dan terpelihara harmonisasi di tingkat desa. Perangkat desa yang dihasilkan melalui poses seleksi administrasi sampai pada kebijakan pemda yang sama kedudukan hukumnya dengan Perda atau Perbup sejak tahun 2010, 2015, 2017, 2020 hingga adanya pelantikan/pengesahan berdasarkan SK kepala daerah adalah Sah dan Mengikat secara hukum. Tidak boleh menafsir dan atau bertindak ceroboh dalam menabrak aturan yang lebih tinggi. Sebab Perbup hanya pelaksana Mutatis mutandis dari aturan yang lebih tinggi (Lex spesialis derogat lex generally). Artinya aturan dibawah tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi,” tandas Agus Tulasi.

Dia juga menjelaskan, perangkat desa lama yang sudah bekerja sesuai persyaratan perundang undangan dan diikuti dengan litsus/ditesting di tahun 2010 , 2015 dan 2020, lalu dilantik, tapi mengapa mereka ingin digantikan? Dasar-dasar hukum dalam UU No.6 tahun 2014 tentang Desa, PP no 11 2019 pengganti PP no. 43 tahun 2015 sampai turunannya Permendagri No.67 tahun 2017, diturunkan lagi ke Perda no 6 thn 2016 dan sekarang Perda atau Perbup yang isinya tetap sama, tidak berubah atau tidak ada ketentuan baru yang berubah dari aturan yang lebih tinggi.

“Koq sewenang-wenang bersemangat tingkat tinggi untuk menggatikan yang sedang mengabdi dan memenuhi persyaratan UU Desa dan Permendagri dan atau Perda.Tidak ada pasal dan ayat yang mengatakan tegas bahwa kepala desa yang baru terlantik atau sedang memimpin sebebasnya bisa mengangkat dan memberhentikan perangkat desa yang ada sesuai masa periode kepala desa saat ini. Tidak boleh dong! Jadi yang mau diganti atau diisi posisi jabatan prangkat desa bagi perangkat desa yang umurnya telah mencapai 60 tahun, mengundurkan diri, dipidana penjara 5 tahun keatas, itu diperbolehkan. Tetapi tidak semua perangkat desa diganti sesuai keinginan sepihak pihak kecamatan dan kepala desa. Mohon ini ditertibkan sebelum terjadi “a buse of power” di pemerintahan tingkat desa akibat eforia atau dehumanisasi politis berlebihan oleh para pengambil kebijakan di level menengah yakni pelaksana tugas pembantuan di tingkat kecamatan yang sengaja salah menafsir aturan lebih tinggi untuk kepentingan politik dagang sapi di level bawah dan imbas pada pelemahan wibawa pemerintahan daerah saat ini. Jadi dimohon agar Pemda melalui dinas teknis PMD TTU segera meluruskan dengan aturan bukan asumsi atau tafsiran semata,” papar Tulasi, menegaskan.

Harus Tetap Bekerja

Mantan Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD TTU ini juga mengatakan, perangkat desa yang sedang aktif dan dihasilkan melalui legitimasi aspek yuridis harus tetap bekerja hingga umur 60 tahun sesuai amanat UU desa. Karena aturan tidak berlaku surut dan mengikat ke depan.

Artinya, menurut dia, perangkat desa yang dihasilkan setelah adanya UU Desa ini wajib hukumnya tetap bekerja melayani masyarakat. “Tidak boleh ikut diganti tanpa adanya satu pasal dan ayat yang berubah di dalam UU No 6 tahun 2014, PP No. 11 tahun 2019 sebagaimana telah diubah dengan PP No 43 tahun 2015 sampai pada Permendagri No 67 tahun 2017 hingga Perda No.6 tahun 2016,” katanya.

Dia menambahkan, “Sekarang kita fokus agenda pembangunan daerah dan pilkades serentak di tahun 2023, karena Ranperda Pilkades telah disahkan oleh DPRD menjadi Perda Pilkades melalui sidang I DPRD TTU”.

Dia juga mengingatkan lagi, apabila dipaksakan tetap berjalan dan menabrak aturan, maka akan terjadi gejolak perlawanan dari para perangkat desa yang memiliki legalitas hukum namun menjadi korban kebijakan yang tidak sesuai hukum formil yang sedang berlaku.

“Saya bertemu secara langsung dan mendengar keluhan para perangkat desa yang sedang aktif di desa-desa bahwa mereka mau diganti atas inisiatif staf-staf kecamatan yang tahun lalu dimutasikan ke kecamatan-kecamatan. Mereka melakukan sosialisasi dengan mengundang semua perangkat desa ke kantor camat dan melalui sosialisasi tersebut mulai ditindaklanjuti oleh desa-desa untuk membentuk panitia seleksi perangkat di tingkat desa. Yang menarik bahwa ada kepala desa yang menolak untuk melakukan pergantian perangkat desanya dengan alasan tidak mau aktifitas desanya terganggu. Sementara di sisi lain ada kepala desa bersemangat tinggi untuk mengganti perangkatnya, mungkin dianggap pas momentumnya untuk memuluskan niatnya selama ini yang selalu kandas oleh aturan. “Pertanyaannya apakah aturan hukum hanya berlaku bagi yang merasa baik dan tidak? Atau lebih elegan saya katakan hukum tebang pilih? Maka saya secara tegas bersama-sama para perangkat desa se kabupaen TTU yang akan dikorbankan melalui kebijakan inprosedural atau tanpa dasar hukum mengikat akan melakukan perlawanan secara menyeluruh bila hal ini terjadi,” tandas mantan pengacara ini.

Karena itu, dia meminta Bupati TTU harus bersikap tegas kepada kecamatan-kecamatan yang sengaja membelokkan aturan di lapangan. “Seharusnya ada ketegasan dari PMD sebagai pelaksana teknis urusan desa. Pak Camat harus tegas dan cermat aturan. Bawahan camat jangan overleping di lapangan karena penanggungjawab birokrasi ada pada bupati bukan camat apalagi bawahan camat,” tegas politisi Golkar ini. (jdz)

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments