Dwi Prasetyo, salah satu narasumber
KUPANG, mediantt.com – Dialog Golkar NTT bertajuk “Pentingnya Digitalisasi dalam Berbagai Sektor Publik dan Bagaimana Implementasinya“, melahirkan beragam pertanyaan serius. Sebab, Revolusi 4,0 yang sedang ditapaki masih menyisakan problem besar. Literasi digital belum merata, apalagi jaringan telekomunikasi pun masih amat parah, jika tidak bisa dikatakan buruk.
Itulah saripati dari diskusi virtual tentang Pentingnya Digitalisasi dalam Berbagai Sektor Publik dan Implementasinya, Jumat (17/9). Dialog itu menghadirkan dua narasumber; dosen Informatika Undana Dwi Prasetyo dan Lidia Cristin dari Dinas Kominfo Kota Kupang, juga dihadiri oleh pengurus Golkar NTT.
Frans Sarong, Wakil Ketua Golkar NTT, mengatakan, banyak masyarakat NTT masih gagap dengan literasi digital. Kalaupun sudah melek literasi digital ini pun masih banyak yang belum bijak menggunakan literasi ini. Sehingga masih amat sulit membedakan mana informasi yang baik (positif) dan mana yang menyesatkan. “Karena itu, yang penting dilakukan saat ini adalah membudayakan literasi digital ini agar semua orang menjadi melek bermedia sosial untuk juga menghindari hoax,” usul Frans Sarong.
Hal yang sama disampaikan Anton Moti dari Golkar Nagekeo. Menurut dia, digitalisasi pelayanan publik belum bisa berjalan efektif jika jaringan telekomunikasi masih bermasalah. “NTT belum terjangkau jaringan telekomunikasi ke semua pelosok. Era digitalisasi untuk pelayanan publik seperti di Dukcapil, Perijinan Satu Atap dll, belum bisa diakses rakyat jika jaringan di desa amat buruk. Perlu perhatian agar jaringan telekomunikasi menjangkau seluruh pelosok di NTT untuk memudahkan akses pelayanan publik,” kata anggota DPRD Nagekeo ini.
Karena itu, Heru Permudadi dari Sumba Barat Daya mengusulkan agar perlu ada rekomendasi dari Partai Golkar mengatasi problem ini. Caranya meminta pemangku kepentingan memperhatikan masalah literasi digital ini; terutama memperbaiki jaringan telekomunikasi. Ini mendesak agar semua rakyat di pelosok NTT bisa mengakses informasi dengan cepat, termasuk pelayanan publik dari pemerintah.
Heru Permudadi juga meminta peran pemerintah untuk menata kembali data terpadu tentang kependudukan, termasuk bantuan-bantuan sosial ke masyarakat. “Digitalisasi ini kita harapkan bisa melahirkan data terpadu agar akses pelayanan publik terkoneksi dengan baik,” katanya.
Menanggapi semua keluhan itu, Lidia Cristin mengatakan, jaringan telekomunikasi memang selalu menjadi kendala. “Di Kota Kupang saja
sering bermasalah, apalagi di daerah pelosok NTT. Banyak faktor yang mempengaruhi akses internet untuk pelayanan publik. Tapi Kominfo Kota Kupang selalu memberikan literasi digital kepada masyarakat untuk memasuki era digitalisasi,” kata Lidia.
Tetapi, lanjut dia, Dinas Kominfo telah melakukan sinkronisasi data dengan semua organisasi perangkat daerah (OPD) untuk optimalisasi pelayanan publik sehingga muda diakses oleh masyarakat.
Dwi Prasetyo juga menegaskan, problem utama digitalisasi adalah sumber daya manusia dan infrastruktur, dalam hal ini jaringan telekomunikasi. “Ini menjadi kewenangan Kominfo membuat basic literasi digital untuk kecakapan digital di semua sektor. Caranya dengan menyiapkan SDM yang bisa memandu literasi digital ke masyarakat melalui komunitas-komunitas seperti guru, media dll, untuk menularkan kecakapan digital ini. Perlu kolaborasi untuk memandu digitalisasi pelayanan publik,” kata Dwi. (jdz)