Agustinus Tulasi
KEFAMENANU, mediantt.com – Warga Desa Makun, Kecamatan Biboki Feotleu, TTU, sedang kecewa dan merasa dipingpong. Sebab, kasus dugaan korupsi dana desa (DD) senilai Rp 7 miliar yang dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Kefamenanu malah dialihkan ke penyidik kepolisian. Warga pun bertanya mengapa demikian. Wakil Ketua DPRD TTU pun menegaskan, kewenangan lidik ada di kejaksaan.
Diberitakan sebelumnya, kasus ini dilaporkan oleh mantan Ketua BPD Desa Makun, Leonardus Kino dan sejumlah tokoh masyarakat, didampingi Anggota BPD Rafael Berek dan juga disaksikan oleh Anggota DPRD TTU asal Dapil 3 Biboki Agustinus Tulasi, SH. Artinya, laporan masyarakat ditujukan kepada Kejaksaan Negeri Kefamenanu. “Bukti laporan ada. Saat itu dilporkan ke Kasie Intel dan ada buktinya. Saya masih pegang,” kata Leo Kino.
Dia menjelaskan, Dana desa Makun tidak pernah dilaporkan melalui forum LKPJ bersama BPD sejak tahun 2013 – 2019 dan indikasi kerugian negara kurang lebih sebesar Rp 7 miliar. “Ini akumulasi pengelolaan dana desa dan alokasi dana desa (ADD) serta berbagai program lainnya. Bukti lampiran satu berkas telah diserahkan kepada kejaksaan,” tegasnya.
Karena itu, menurut dia, pengalihan penanganan kasus hukum dugaan korupsi dana Desa Makun dari penyidik kejaksaan kepada penyidik kepolisian memunculkan banyak spekulasi. Karena membingungkan dan berharap tidak sedang menciderai rasa keadilan masyarakat kecil di pedesaan.
“Kalau setahu kami kepolisian hanya mendapat tembusan, bukan tujuan laporan kami. Tujuan laporan kami ke Kejaksaan Negeri Kefamenanu sebagaimana bukti laporan yang saat ini kami pegang,” tegas Leo Kino.
Ia juga merasa rakyat Makun seolah dipimpong dalam kasus ini. “Masa kejasaan sudah melakukan tahapan penyidikan, telah melakukan pemanggilan para terduga pelaku dan telah diperiksa beberapa kali, kok tiba-tiba kepolisian bilang kasus ini sudah ditangani kepolisian. Jadi kejaksaan tidak perlu melanjutkan. Ini aneh bin ajaib. Negara ini mau dibawa kemana kalau kami msyarakat kecil yang mencari rasa keadilan di pimpong seperti ini. Saya sebagai ketua BPD saat itu mengetahui semua indikasi korupsi beberapa item pekerjaan fisik proyek dan bantuan lainnya. Semua bukti saya pegang,” tandas Leonardus Kino, mantan Ketua BPD.
Apa Dasar Hukumnya
Menanggapi kekecewaan warga Makun itu, Anggota DPRD TTU dari Fraksi Partai Golkar, Agustinus Tulasi, SH, minta agar kasus ini tetap ditangani Kejaksaan. “Saya minta agar kasus ini tetap dilanjutkan penyidikan oleh kejaksaan. Sebab kejaksaan sudah mempunyai bukti keberhasilan dalam mengungkap kasus-kasus korupsi di TTU. Banyak kepala desa yang serakah dengan uang rakyat, hidup berfoya-foya beli mobil mewah, rumah, tanah di tempat lain. Saya mau tanya beli pake uang siapa kalau bukan uang rakyat?” tegas Wakil Ketua I DPRD TTU ini kepada mediantt.com, Rabu (23/6).
Menurut mantan pengacara ini, pengalihan penanganan kasus dugaan korupsi dana Desa Makun dari semula ditangani kejaksaan dialihkan ke kepolisian itu, dia peroleh info dari medsos. Padahal, sudah ada MoU antara kepolisian dan kejaksaan yang dilakukan sejak dulu dan semua tahu hal itu. “Laporan awal kasus ini diterima oleh Kejaksaan Negeri dengan tembusan ke kepolisoan. Ada surat laporan pengaduan masyarakat sangat jelas dan bukti laporan juga diterima dan dikantongi pihak pelapor. Apa dasar hukum yang dipakai bahwa ruang kewenangan penyidikan ada di pihak kepolisian? Tidak ada. Selaku wakil rakyat, saya merasa prihatin dan kecewa dengan pola penanganan kasus seperti ini. Mengapa sejak awal tidak ada komunikasi antara kedua lembaga ini terkait wewenang penyelidikan dan penyidikan sebagaimana diatur dalam KUHAP. Bila ada MoU mestinya setiap kasus yang dilaporkan masyarakat ke salah satu lembaga ini, patut ditindaklanjuti dengan koordinasi bersama untuk mencari tahu hal-hal seperti yang saat ini terjadi. Saya harap kembalikan ruang kewenangan lidik dan sidik ini kepada tipikor Kejaksaan Negeri Kefamenanu,” tegas Politisi Golkar ini, mengingatkan. (jdz)